Saturday, September 20, 2014

Mereka Yang Muter-Muter Terus Di Kepala Saya Akhir-Akhir Ini

Di tengah pembodohan dan omong kosong korporasi TV milik politikus yang makin memperkeruh suasana politik Indonesia pasca terpilihnya presiden metalhead pilihan saya dan jutaan orang Indonesia Pak Joko Widodo, fokus saya terhadap TV pun berubah. Pemberitaan bernada positif kalah dengan berita tentang kesialan Indonesia. Prediksi rapuhnya pemerintahan Jokowi-JK dihembus secara militan. Tambah lagi dengan news anchor yang membawakan tema yang itu-itu terus. Mereka memberi makan para pengamat politik yang kian hari makin banyak order. TV berita pun lama kelamaan bisa bikin sesak napas. Saya yang biasanya selalu nonton berita akhirnya memilih lepas sejenak dari keruhnya ini-itu dan mulai menemukan hal baru. Tapi hal-hal ini justru malah jadi muter-muter terus di kepala. Inilah!

Haruka
"Hah? Masak sih? Oya?"
Saya bukan penggemar fanatik yang gemar pakai kaus JKT48 versi hardcore yang sempat nghype itu—‘tampang heavy metal, hati heavy rotation’—yang baru-baru ini muncul juga versi death metalnya dan dijual di distro berjajar dengan kaus Dimmu Borgir. Tapi mbak Haruka (atau Dik Haruka ya?) yang imut-imut menggemaskan itu heavy rotation melulu di kepala saya. Haruka ini asli Jepang jadi wajar bahasa Indonesia-nya amburadul sekali di INI Talkshow. Anak ini konyolnya minta ampun, bloon pula. Tapi kerennya, semua itu tak dibuat-buat alias alami. Tak seperti artis-artis medioker yang baru sekali dua kali muncul di TV tapi lagaknya sudah sok keren berlagak superstar. Hina sekali kau para artis kacangan. Media gosip secara mengenaskan juga menampilkan artis gadungan ini berkali-kali walau minim prestasi, hanya modal tampang dan sensasi. Gaya bicara, tingkah laku, bahkan semua yang menempel di diri si artis sepertinya dibuat-buat alias settingan. Tapi Haruka ini berani jadi diri sendiri tanpa peduli—persetan lah!—dengan pendapat orang lain. Mau konyol lah, bloon lah, malu-maluin lah, terserah gue keleus, yang penting gue fun jadi diri gue sendiri. Itu sih yang saya suka. He-he. Jadi kapan nih mbak main ke rumah?

Prilly
Sekarang para vampir jadi sering nongol siang bolong lho mbak. Nggak takut?
Oke sebelum hingar-bingar media gosip yang selalu ditonton anak-anak di TV kosan yang tiap hari memberitakan cinta monyet Prilly-Aliando saya sudah terlebih dulu melamunkan Prilly. Bangsat kau Aliando tapi tidak mengapa karena sinetronmu makin hari makin absurd saja. Saya menonton Ganteng Serigala bukan karena jalan ceritanya yang super-duper amburadul dan pantas dicaci maki tapi karena Prilly semata. Sekali lagi karena Prilly semata (diulang dua kali karena saya tak mau jatuh dalam lubang kenistaan sinetron penjiplak serial keren True Blood dengan vampir yang bisa nongol siang-siang tanpa terbakar, OMG Helloooow!). Terbukti saya selalu ganti channel jika tak ada Prilly dalam adegan. Saya bingung kenapa ini anak terus muter-muter di kepala mungkin karena mimiknya yang imut-imut dan cerewetnya yang kebangetan kali ya. Tapi belum lama ini sepertinya saya sudah mulai bosan melihat ini anak. Entah kenapa. Mungkin karena Prilly makin hari makin sering nongol di acara gosip pagi yang tak penting-penting amat. Jadi maaf ya mbak, foto-foto di hape saya yang nyolong dari Instagram pribadi mbak sudah saya hapus.

The Strokes
"Minggir! Berandalan New York mau lewat neeh!"
Album Is This It (2001) dari The Strokes baru saya dengar kira-kira sebulan lalu. Jadi saya baru tahu band ini. Musiknya primitif, 60-an ala-ala band garage rock/punk yang dipatenkan Velvet Underground. Saya juga belum pernah dengar Lou Reed bahkan VU sekalipun, jadi kalimat sebelumnya saya tulis berdasarkan baca-baca referensi saja. Terima kasih untuk The Strokes karena berkat mereka saya jadi tahu bagaimana serunya musik garage 60-an. Julian Casablancas dkk. ini pernah saya tonton di YouTube saat mereka membawakan set konser. Dan langsung saja, mereka jadi muter-muter terus di kepala saya selama berhari-hari, dalam artian lagu dan lirik mereka di Is This It—yang konon katanya masuk daftar album terbaik sepanjang masa versi banyak media musik terhormat—selalu mengalun baik di headset, speaker, maupun playlist YouTube. Favorit saya di album ini: “New York City Cops”, “The Modern Age” dan “Hard To Explain”. Sementara track lain saya juga suka tapi tak masuk daftar favorit.Yang sabar mas Julian walau banyak yang mencela album terakhir sampean dan kawan-kawan tak sebagus Is This It. Saya masih medioker kok mas. Baru dengar Is This It saja jadi belum berani nyela yang aneh-aneh. He-he.

Cerpen Kompas
Ini judul kumcer atau grup WhatsApp?
Saya tak mementingkan siapa pengarangnya untuk itu saya tak sebutkan disini—walaupun sebenarnya itu modus karena saya selalu lupa nama para penulisnya he-he—tapi intinya kumpulan Cerpen Kompas yang menyebar di dunia maya dan saya unduh PDF-nya mulai dari yang tahun 2000-an sampai yang terakhir 2013 ini sukses membuat saya merinding sendiri bahkan ketika saya sedang boker di WC. Jalan ceritanya yang agak suram di beberapa cerpen muter-muter terus di kepala saya. Untung yang muter-muter itu tak saya siram juga bersama feses karena saya akhirnya ketagihan membaca Cerpen Kompas berkali-kali dan tak pernah bosan. Tuh kan saya jadi ingin membacanya lagi. Cerpen Kompas ini secara keseluruhan memang bagus dan berkualitas dari segi sastra dan gaya bahasa. Itulah sebabnya bagi para penulis yang cerpennya sudah dimuat bisa langsung berbangga hati sambil sujud syukur tujuh hari tujuh malam karena Cerpen Kompas ini sudah jadi salah satu barometer cerpen bermutu Indonesia.

Berpacu Dalam Melodi
"Satu hari kita berpisah, satu hari pula usia kita bertambah!"
Sejak kecil Naif sudah menjadi salah satu band Indonesia favorit saya. David, Jarwo, Pepeng dan Emil dengan gaya klasik dan musiknya yang asyik membuat saya mengidolakan mereka apalagi bang David. Semenjak workout, David yang dulu gondrong dan tambun sekarang menjadi sixpack dan keren dengan rambut jambul. Terakhir saya tahu David saat baca artikel panjang di Rolling Stone Indonesia dengan cover Agnes Monica. Siapa sangka ia kemudian jadi host kocak yang membawakan Berpacu Dalam Melodi dengan bagus. Dari pertama saya lihat kuis ini begitu meriah dan banyak nyanyinya. Apalagi ada kepuasan tersendiri saat berhasil menebak apa judul lagu, band atau foto wajah yang ditampilkan. Sering gemas juga saat lagu yang dibawakan terlalu asing bagi telinga. Kuis ini pun muter-muter terus di kepala saya Senin-Jumat usai salat maghrib. Rumah jadi ramai. Kosan jadi ricuh. Berebut tebak lagu. Berebut nyanyi. Lepas dari itu, David Bayu sebagai host—yang pernah dicaci di Twitter karena menurut si tweeps David ini terlalu kampungan dan norak—berhasil membawakan acara ini dengan seru bingit walau memang masih perlu banyak belajar sih keleus. Ho-ho-ho!

Yeah Yeah Zine #1: Editorial Hura-Hura

Pengalaman pertama membaca zine sejujurnya saya dapat sewaktu SD. Kakak saya punya setumpuk koleksi zine lokal di meja kamarnya, selain koleksi kaset pita band-band underground. Masa SD yang biasanya diisi dengan mengisi LKS, mencongak atau menggambar gunung di buku gambar A4 mendadak berubah usai membaca salah satu zine. Saya tanpa ragu minta dibelikan sepatu Converse, tiba-tiba anti Mc-Donald, benci Bush dan invasi Amerika, serta mulai tertarik dengan kompilasi punk lawas rilisan Proton Records ‘Berpacu Dalam Melodic.’
Pengalaman tersebut membawa saya hingga masa SMA. Masa dimana mulai ada luapan rasa bosan, muak, kesal dan kecenderungan untuk melawan. Trend hipster menjamur, anti-mainstream merebak, pergaulan bawah tanah mulai masuk. Dan lagi-lagi, saya bertemu dengan zine punk sebagai bahan bacaan: semangat ugal-ugalan, lempar molotov, dan bersenang-senang sampai mampus. Saya pun kembali temukan kesenangan disitu.
Dan akhirnya sampai pada masa kuliah. Bersama beberapa kawan seperjuangan, muncul kesepakatan untuk mulai merangkum karya dalam konsep zine ini. Masih berlandaskan semangat do-it-yourself yang dibuat seenak udel, kami tak berharap lebih selain bisa menyalurkan energi dan membagi inspirasi.
Oke, bahasa kami memang masih buruk, media kami masih awut-awutan, proses kami masih ugal-ugalan dan tulisan kami masih absurd; tapi tak mengapa atas nama gairah, hura-hura dan senang-senang semata. Jangan heran dengan nama zine kami, Yeah Yeah Zine memang dicomot langsung  tanpa tedeng aling-aling dan beban moral sedikitpun dari nama band art punk asal New York, Yeah Yeah Yeahs! Trims berat Mbak Karen O. Oh Yeah!

Yeah Yeah Zine #1 format PDF bisa kalian unduh bebas DISINI.

Antichrist Demoncore (ACxDC) – Antichrist Demoncore: Grindcore Mengerikan Para Pemuja Setan


Singkirkan kata perlahan, persetan kata woles. Antichrist Demoncore bermain tak sopan disini: merangsak cepat, tempo brutal, isian-isian kejam. Ini bukan pesta lagi namanya, tapi penghancuran. Newschool Grindcore, atau apapun yang ingin kalian sebut tentang band ini, yang pasti mereka tak segan mengajakmu berhura-hura sambil melonjak-lonjak kesetanan. Bersiaplah headbang sampai salah urat. “Destroy//Create” –track pertama: penuh amarah, putus asa, kesakitan tiada tara; lagu yang membuat ungkapan ‘urip gak segampang cocot’e Mario Teguh’ benar adanya. “Misled” selanjutnya. Lebih kejam. Hyperblast menjadi-jadi. Kalian mungkin tanpa sadar akan memaki: ‘Anjing, ini kacau sekali!’ Buang lagu-lagu metal kekinian dari band-band sok cadas milik kalian karena ini jauh lebih mengerikan. “Paid In Full”: iringan breakdown ala hardcore dipadukan jerit keji dari sang vokalis. Hardcore sepertinya kurang pantas disebutkan karena ini jauh lebih edan. Nikmatilah sembari menyeringai dan tonjok muka sendiri. Mutilasi gendang telinga, bombardir denyut jantung dan oke, kalian akan segera berlumur dosa. “Holmes” adalah mampus, setengah mati, minta ampun atau apapun ungkapan yang menggambarkan kepala pecah. Band ini kemungkinan besar menelan pil koplo sampai hampir overdosis saat rekaman. Tak karuan tapi lama-kelamaan rasanya mengasyikkan. It’s Really Party Chaos! “Cheap Punks” adalah murni grindcore tanpa ba-bi-bu. Kalian akan seperti mendengar ‘Aaarrrggh!’ 41 detik tanpa interupsi. Saran: segera beli Bodrex di warung sebelah. Hingga sampai pada “Savior Complexxx,” track bengis, kasar dan liar. Jangan sekali-kali mendengarkannya dekat penderita asma.

Melihat konten album penuh pertama mereka, jangan sungkan untuk bilang bahwa Antichrist Demoncore adalah band para pendosa bahagia dan para pemuja iblis sesungguhnya. Suguhan manifestasi kekerasan dalam bentuk album. Dari gaya vokal growl senapan mesin, scream pengiris daging, sampai teriakkan antah berantah penuh murka semuanya ada. Dari down-tunned, hyperblast, grinding, riff kasar, hook jahat, tempo palu godam, dan seluruh istilah dalam kamus grindcore segalanya lengkap. Kurang apalagi? Kurang ajar! 16 track penuh kesakitan. Pendengar berpotensi paranoid. Kaca pecah, tembok retak, gedung runtuh: perumpamaan yang menyebalkan karena tak ada kata lain yang lebih pas. Grindcore ganas memang selalu begitu. Camkan!

Dimuat juga di Ronascent.