Di tengah pembodohan dan omong
kosong korporasi TV milik politikus yang makin memperkeruh suasana politik
Indonesia pasca terpilihnya presiden metalhead pilihan saya dan jutaan orang
Indonesia Pak Joko Widodo, fokus saya terhadap TV pun berubah. Pemberitaan
bernada positif kalah dengan berita tentang kesialan Indonesia. Prediksi rapuhnya
pemerintahan Jokowi-JK dihembus secara militan. Tambah lagi dengan news anchor
yang membawakan tema yang itu-itu terus. Mereka memberi makan para pengamat
politik yang kian hari makin banyak order. TV berita pun lama kelamaan bisa bikin sesak napas. Saya yang biasanya selalu nonton berita akhirnya memilih lepas
sejenak dari keruhnya ini-itu dan mulai menemukan hal baru. Tapi hal-hal ini justru
malah jadi muter-muter terus di kepala. Inilah!
Haruka
"Hah? Masak sih? Oya?" |
Saya bukan penggemar fanatik
yang gemar pakai kaus JKT48 versi hardcore yang sempat nghype itu—‘tampang
heavy metal, hati heavy rotation’—yang baru-baru ini muncul juga versi death
metalnya dan dijual di distro berjajar dengan kaus Dimmu Borgir. Tapi mbak
Haruka (atau Dik Haruka ya?) yang imut-imut menggemaskan itu heavy rotation
melulu di kepala saya. Haruka ini asli Jepang jadi wajar bahasa Indonesia-nya amburadul
sekali di INI Talkshow. Anak ini konyolnya minta ampun, bloon pula. Tapi
kerennya, semua itu tak dibuat-buat alias alami. Tak seperti artis-artis
medioker yang baru sekali dua kali muncul di TV tapi lagaknya sudah sok keren
berlagak superstar. Hina sekali kau para artis kacangan. Media gosip secara
mengenaskan juga menampilkan artis gadungan ini berkali-kali walau minim
prestasi, hanya modal tampang dan sensasi. Gaya bicara, tingkah laku, bahkan
semua yang menempel di diri si artis sepertinya dibuat-buat alias settingan.
Tapi Haruka ini berani jadi diri sendiri tanpa peduli—persetan lah!—dengan
pendapat orang lain. Mau konyol lah, bloon lah, malu-maluin lah, terserah gue
keleus, yang penting gue fun jadi diri gue sendiri. Itu sih yang saya suka. He-he.
Jadi kapan nih mbak main ke rumah?
Prilly
Sekarang para vampir jadi sering nongol siang bolong lho mbak. Nggak takut? |
Oke sebelum hingar-bingar media
gosip yang selalu ditonton anak-anak di TV kosan yang tiap hari memberitakan cinta
monyet Prilly-Aliando saya sudah terlebih dulu melamunkan Prilly. Bangsat kau
Aliando tapi tidak mengapa karena sinetronmu makin hari makin absurd saja. Saya
menonton Ganteng Serigala bukan karena jalan ceritanya yang super-duper
amburadul dan pantas dicaci maki tapi karena Prilly semata. Sekali lagi karena Prilly
semata (diulang dua kali karena saya tak mau jatuh dalam lubang kenistaan
sinetron penjiplak serial keren True Blood dengan vampir yang bisa nongol
siang-siang tanpa terbakar, OMG Helloooow!). Terbukti saya selalu ganti channel
jika tak ada Prilly dalam adegan. Saya bingung kenapa ini anak terus
muter-muter di kepala mungkin karena mimiknya yang imut-imut dan cerewetnya
yang kebangetan kali ya. Tapi belum lama ini sepertinya saya sudah mulai bosan
melihat ini anak. Entah kenapa. Mungkin karena Prilly makin hari makin sering
nongol di acara gosip pagi yang tak penting-penting amat. Jadi maaf
ya mbak, foto-foto di hape saya yang nyolong dari Instagram pribadi mbak sudah
saya hapus.
The
Strokes
"Minggir! Berandalan New York mau lewat neeh!" |
Album Is This It
(2001) dari The Strokes baru saya dengar kira-kira sebulan lalu. Jadi saya baru tahu band ini.
Musiknya primitif, 60-an ala-ala band garage rock/punk yang dipatenkan Velvet
Underground. Saya juga belum pernah dengar Lou Reed bahkan VU sekalipun, jadi
kalimat sebelumnya saya tulis berdasarkan baca-baca referensi saja. Terima
kasih untuk The Strokes karena berkat mereka saya jadi tahu bagaimana serunya
musik garage 60-an. Julian Casablancas dkk. ini pernah saya tonton di YouTube
saat mereka membawakan set konser. Dan langsung saja, mereka jadi muter-muter terus
di kepala saya selama berhari-hari, dalam artian lagu dan lirik mereka di Is
This It—yang konon katanya masuk daftar album terbaik sepanjang masa versi
banyak media musik terhormat—selalu mengalun baik di headset, speaker, maupun
playlist YouTube. Favorit saya di album ini: “New York City Cops”, “The Modern
Age” dan “Hard To Explain”. Sementara track lain saya juga suka tapi tak masuk
daftar favorit.Yang sabar mas Julian walau banyak yang mencela album terakhir
sampean dan kawan-kawan tak sebagus Is This It. Saya masih medioker kok mas.
Baru dengar Is This It saja jadi belum berani nyela yang aneh-aneh. He-he.
Cerpen
Kompas
Ini judul kumcer atau grup WhatsApp? |
Saya tak mementingkan siapa
pengarangnya untuk itu saya tak sebutkan disini—walaupun sebenarnya itu modus
karena saya selalu lupa nama para penulisnya he-he—tapi intinya kumpulan Cerpen
Kompas yang menyebar di dunia maya dan saya unduh PDF-nya mulai dari yang tahun
2000-an sampai yang terakhir 2013 ini sukses membuat saya merinding sendiri
bahkan ketika saya sedang boker di WC. Jalan ceritanya yang agak suram di
beberapa cerpen muter-muter terus di kepala saya. Untung yang muter-muter itu
tak saya siram juga bersama feses karena saya akhirnya ketagihan membaca Cerpen
Kompas berkali-kali dan tak pernah bosan. Tuh kan saya jadi ingin membacanya
lagi. Cerpen Kompas ini secara keseluruhan memang bagus dan berkualitas dari
segi sastra dan gaya bahasa. Itulah sebabnya bagi para penulis yang cerpennya
sudah dimuat bisa langsung berbangga hati sambil sujud syukur tujuh hari tujuh
malam karena Cerpen Kompas ini sudah jadi salah satu barometer cerpen bermutu
Indonesia.
Berpacu
Dalam Melodi
"Satu hari kita berpisah, satu hari pula usia kita bertambah!" |
Sejak kecil Naif sudah menjadi
salah satu band Indonesia favorit saya. David, Jarwo, Pepeng dan Emil dengan
gaya klasik dan musiknya yang asyik membuat saya mengidolakan mereka apalagi
bang David. Semenjak workout, David yang dulu gondrong dan tambun sekarang
menjadi sixpack dan keren dengan rambut jambul. Terakhir saya tahu David saat
baca artikel panjang di Rolling Stone Indonesia dengan cover Agnes Monica. Siapa
sangka ia kemudian jadi host kocak yang membawakan Berpacu Dalam Melodi dengan
bagus. Dari pertama saya lihat kuis ini begitu meriah dan banyak nyanyinya.
Apalagi ada kepuasan tersendiri saat berhasil menebak apa judul lagu, band atau
foto wajah yang ditampilkan. Sering gemas juga saat lagu yang dibawakan terlalu
asing bagi telinga. Kuis ini pun muter-muter terus di kepala saya Senin-Jumat
usai salat maghrib. Rumah jadi ramai. Kosan jadi ricuh. Berebut tebak lagu.
Berebut nyanyi. Lepas dari itu, David Bayu sebagai host—yang pernah dicaci di
Twitter karena menurut si tweeps David ini terlalu kampungan dan norak—berhasil
membawakan acara ini dengan seru bingit walau memang masih perlu banyak belajar
sih keleus. Ho-ho-ho!