Tuesday, July 28, 2015

Heavy Monster J.P.K: Jaminan Mutu Surabaya Ska


Pelopor surabaya ska sudah menemukan racikan ganja yang pas untuk musik mereka. Mencicipi track by track juga tak butuh ritual khusus: mungkin paling baik didengar di pagi hari, teman ngopi sambil nyomot Sari Roti Keju. Track pembuka PW adalah personil Heavy Monster yang memakai setelan jas dan bergoyang bak mafia di film Kungfu Hustle—menyusuri jalanan Wonokromo dengan asap mengepul, menertawakan panas Surabaya dan membungkamnya dengan teroret-teroret. Pakem ska dengan brass Section (trombon, trumpet, saxophone) sebagai nyawanya. Sebenarnya agak cenderung jazzy tapi ujung-ujungnya masih Jamaican Music juga. Instrumental, cocok sekali sebagai pembuka.

Atau Hutan Beton, yang menunjukkan bahwa Heavy Monster sebenarnya cukup punk rock. Kondisi sosial Surabaya disinggung nyinyir: hutan beton metropolitan, gemericik bunyi mesin, sungainya adalah jalanan, ricuh klakson berkicauan. Heavy Monster menjadi gangster bersenjatakan trombon. Diksinya bagus; cukup sarkastis untuk kuping. Tinggal tunggu saja cover versionnya dalam versi hardcore.

Simak juga Maaf—lebih dulu dikenal sebagai single—yang dibuka sesi perkusi atraktif. Ska yang cenderung pop, pop yang cenderung ska; tukang-tukang trompet itulah nyawanya. Liriknya cheesy. Mungkin akan jadi biasa-biasa jika dibawakan dalam versi sendu malu-malu. Lagu ini entah kenapa terdengar cukup gentle; ada sisi over confidence dari si pria yang menolak si wanita yang mengemis-emis cintanya. Heavy Monster menjadi congkak sekaligus bersahaja.

Selain fakta bahwa JPK adalah akronim dari Jalan Penuh Kenangan, PW adalah akronim Pulo Wonokromo dan packaging album yang memakai filosofi korek api untuk membakar pentul energimu, Rindu Lukisan—salah satu lagu di JPK—adalah karya Ismail Marzuki yang dimainkan ulang. Lepas dari siapa sosok Ismail Marzuki yang karya-karyanya masih diperdebatkan karena kemungkinan unsur plagiasi, mungkin di rilisan selanjutnya Heavy Monster bisa melakukan homage untuk Gombloh ataupun Slamet Abdul Sjukur—dimana keduanya musisi Surabaya yang cemerlang tanpa meninggalkan identitas suroboyoannya. Pas sekali untuk image surabaya ska yang hendak mereka bangun.

Secara keseluruhan JPK menunjukkan Heavy Monster yang semakin matang. Tentu dipengaruhi konsistensi mereka selama bertahun-tahun juga. Sedikit tidak setuju jika ada yang bilang gaya vokal Heavy Monster mirip Frank Sinatra; mereka punya keunikan sendiri yang bisa jadi ciri khasnya. Dan karena musiknya yang asoy dan cihuy, kita sepertinya berhak mengusulkan nama baru untuk mereka: Happy Monster.

*versi edit via ronascent webzine bisa dibaca disini

Upcoming Event: Djakarta Warehouse Project


Djakarta Warehouse Project, dan kenapa harus memakai ejaan lama (‘Djakarta’), dan sepertinya kami langsung tahu bahwa akronim DWP terasa lebih anggun, berkelas dan bertaraf Ibiza dibandingkan JWP—ini pemikiran iseng kami sendiri. DWP yang kini sudah menjadi agenda tahunan rutin untuk para pencinta rave sejati atau hanya sekedar muda-mudi sok eksis yang bahkan baru mengenal Zedd akan diadakan kembali di Djakarta (bukan di Soerabaja atau Djember) pada 11-12 Desember mendatang—bayangkan dua hari jadi ratu pesta! Cukup seru untuk mengetahui siapa saja bintang pesta penuh gemerlap ini untuk selanjutnya bisa kalian bagikan di twitter dan menjadi yang paling tahu diantara teman-teman dan handai taulan. Mulai dari Axwell, DJ Snake, Jamie Jones, Kaskade, Major lazer, Oliver Heldens, Porter Robinson, R3hab, Mad Decent sampai Tiesto. Jelas ini hari raya party goers seluruh Asia Tenggara (mengingat DWP adalah aksi terbesar di regional ini). Cukup mampu menandingi Skrillex dan DJ Bone—headliner tahun lalu—karena hadirnya sang raja Tiesto, dan bahkan Axwell yang merupakan mantan anggota Swedish House Mafia—bolehlah kita berharap lebih. Berdoa saja semoga tenant bir masih dijual di area dan kita akan berjingkrakan ria disana sembari menyesap Bintang Radler. Jelas ini seribu dua ratus kali lebih heboh dan meriah dibanding lari-lari yang disemprot cat warna-warni. Jauh lebih menggelegar dibanding Guetta yang kalian putar sembrono di sound system kos hanya untuk pamer hasil download kemarin sore. Meski line-up favorit kami Deadmau5 dan Daft Punk belum hadir, tapi itu tidak pernah jadi masalah yang terlalu serius selama masih ada gadis-gadis yang dengan bangga memakai hotpants dan saling menubrukkan tubuhnya. Jika disana kalian melihat orang aneh pakai kemeja Hawaii dan kacamata bling-bling, maklumi saja karena itu mungkin adalah kami yang kelebihan dosis obat-obatan. Dan untuk itu segera kunjungi djakartawarehouse.com/tickets untuk pemesanan tiket online. Terakhir, jangan lagi anggap DJ tak ubahnya pemusik cuci piring atau tukang pencet tombol!

*tulisan dibuang sayang; daripada nggak dimuat editor mending dimuat disini. alasan kedua; profesi kakak saya selain guru TK kebetulan menjadi DJ part time. alasan ketiga; banyak manusia yang secara ajaib tiba-tiba saja jadi demen musik ajeb-ajeb, terkena demam DWP. c'mon, jangan malu-maluin ah!:))

Saturday, July 11, 2015

Memfiksikan Mencret, Memencretkan The Strokes

Berjalan cepat-cepat tanpa mempedulikan sandal jepit yang keropos, inilah aku yang sedang mencret. Terburu-buru menuju warung, terbatuk-batuk menahan bakteri yang bergejolak di silit, demi membeli entrostop—si obat diare—dimana aku yakin dengan meminumnya, satu atau dua kali eek ku akan kembali jadi seperti batu: keras, panjang dan kecoklatan (padahal batu adalah berwarna hitam tapi tidak mengapa). Setelah meminumnya dengan air kran sesungguhnya belum ada efek apa-apa. Bahkan aku masih takut kentut karena bisa-bisa benteng pertahanan belakangku jebol dan jadilah aku eek di celana. Tinggal menunggu beberapa jam. Atau mungkin dalam hitungan menit, zat-zat busuk yang menghuni perutku akan takluk.

Fak yeah!

Oke akhir-akhir ini saya jadi tertarik nulis fiksi, meskipun hasilnya jadi cukup tolol seperti diatas tapi tak mengapa namanya juga iseng-iseng bosku. Semua keisengan ini terjadi setelah saya membaca cerpen dari Yusi Avianto Pareanom yang judulnya lupa, tapi itu tercantum dalam buku kumpulan cerpen Rumah Kopi Singa Tertawa, rilisan tahun 2011 atau 2010 kalau tidak salah. Saya tertarik ketika cerpen yang saya baca itu terasa ringan, dan kena banget. Saya belum punya bukunya padahal dan hanya nemu secara tidak sengaja ketika blogwalking. Tapi tidak heran karena Yus Arianto sendiri—setelah googling tentunya—ternyata adalah penulis yang cemerlang. Entah kebetulan atau tidak saya coba bongkar-bongkar kembali majalah Rolling Stone lama edisi spesial The Big 100. Dalam kategori Best Book saya nemu itu judul kumcer: Rumah Kopi Singa Tertawa. Awalnya saya pesimis ah kebetulan nih tapi setelah lihat yang nulis WG alias mbak Wening Gitomartoyo saya jadi yakin untuk memburu kumcer ini. Wening sendiri adalah editor senior di Roliing Stone yang karekteristik tulisannya cerdas, dan dia adalah penggemar buku-buku fiksi. Jadi cukup mempunyai kapasitas lah. Seperti Ricky Siahaan ataupun Wendi yang kapasitasnya ada di tulisan musik-musik keras/metal/underground. Saya jadi ngeh kalau menulis itu ada hubungan langsung sama kesenangan. Semakin senang kita pada suatu hal maka semakin baik kita menuliskannya. Contoh yang nyata adalah ketika Reno Nismara, editor baru Rolling Stone menulis tentang konser Dream Theater, karena dia sebenarnya tidak interest-interest amat dengan bandnya jadi tulisannya cenderung mojokin DT, dia bilang gini: DT adalah band cover dari Metallica dan Pink Floyd yang buruk, dan itu langsung membuat banyak orang, termasuk Agung Rahmadsyah, salah seorang kontributor RS gerah dan sampai bikin tulisan sendiri di blognya, mantap kali kan! Oh ya btw karena sekarang saya lagi seneng sama seseorang jadi saya kudu menuliskannya sebaik mungkin.

Dia menatap aku. Tapi tatapannya tak lewat bola mata, tak lewat bayangan visual yang membuatku bisa bermain mata, juga tak secara langsung dan mengizinkanku bertatap muka. Dia menatap aku lewat awan yang kini beriringan, membentuk muka babi: mulai dari telinga, mata dan yang paling ikonik hidungnya yang besar. Tapi darimana aku bisa merasa kalau dia menatapku? jauh di mata namun dekat di hati, kata RAN. Dan kini lewat line telepon aku sedang menahan gejolak rindu, dan gejolak mencret pada silitku.

Huahaha!

Sebuah tulisan yang membingungkan. Sebenanrnya ini tidak menjelaskan ‘menatap’ secara harfiah, tapi namanya juga LDR, jadi bisalah menatap dimaknai apa saja. Baik saya sepertinya kurang baik menelaah pelajaran semiotik jadi masih amburadul sekali dalam mengolah karya sastra. Tapi sudahlah siapa yang peduli akan hal itu. Yang lebih penting untuk saat ini adalah istirahat dengan tenang, meninggalkan jamaah terawih, menyusun playlist pereda mencret dan menuliskannya di blog tanpa ada ketakutan bahwa ini akan mengakibatkan puasa batal. 

Berikut playlist kala mencret yang kini terputar gagah di GOMAudio.

“Is This It”
Lagu pembuka album bertajuk sama. Ketukan drum malas sekali, sumpah malaaaas sekali. Suara vokalis malas sekali, malaaaas sekali sumpah. Saya teler mendengarkannya. The Strokes nama bandnya.

“The Modern Age”
Yang ini agak lebih ngebeat, tapi ketukan drum dan raungan gitar sungguh amat sangat primitif. Monoton dan kaku. Lagu terbaik The Strokes sih kalau menurut saya.

“Soma”
Yang menyenangkan adalah hentakan yang terus meningkat dari awal sampai akhirnya klimaks di akhir. Simak suara Casablancas dan ketukan drum Johny (saya lupa nama drummernya sih), yang menggila menuju akhir. Bangsat.

“Barely Legal”
Versi ini masih lebih sopan dibanding versi Lost Treasures yang raw, mentah, dan kasar. Tempo juga agak sedikit lebih pelan. Kata adik saya lagu ini pernah jadi soundtrack iklan Mizone tapi WTF-lah.

“Someday”
Video clip dengan Heineken dan Marlboro. Muka berminyak dan jaket kulit. Baju mepet dan Converse lusuh. The Strokes dengan cepat menempati posisi band penting dalam hidup.

“Alone, Together”
Judul paling paradoks sekaligus paling menarik: sendirian bersama-sama/bersama-sama sendirian. Saya apal liriknya tapi bingung maksudnya. Instrumennya juga katanya saling berlawanan tapi bisa ketemu jadi harmoni yang bagus. Paradoks memang ditakdirkan untuk lagu The Strokes yang ini.

“Last Nite”
Versi sampah pernah dibawakan Mirza si gondrong cemen anak Indonesian Idol. Versi suangar dibawakan dalam video clip—yang hebatnya dimainkan live. Albert Hammond Jr. Si kribo menyenggol microphone drum, sampai drummer akhirnya terpaksa merobohkan cymbal. Jules yang mabuk, melempar microphone, menyenggol personil lain tanpa kesopanan sedikitpun. Bener-bener rock and fucking roll.

“Hard To Explain”
Saya sukaaaaaaaaa sekali sama lagu ini. Susah untuk menjelaskan kenapa saya suka. Hard to explain memang.  Mengalir rasanya seperti naik Mustang tahun 60-an, atau ikut terbang Neil Armstrong, atau melihat rok Marlyin Monroe yang terbuka dari bawah. Atau melihat pilot jet tempur memakai helm vespa bolak-balik di angkasa. Yes akhirnya saya bisa menjelaskannya.

“New York City Cops”
Menceritakan NYC Cops yang ain’t too smart. Fucking strange. Lagu pertama The Strokes yang saya suka. Di set konser Bonnaroo si Albert mengotak-atik efek dan gitarnya sampai terdengar seperti sirine polisi sebelum begajulan ini memulai lagunya. Stop! Dan inilah yang paling ditinggu karena setelah Jules mengucap Stop, maka segala instrumen terhenti kecuali hentakan solo drum selama beberapa detik. Lupa tapi nama drummernya.

“Trying Your Luck”
Lagu paling santai, suaaantaaaiii di Is This It. Sampai-sampai saya juga ikutan santai untuk tidak memberikan deskripsi banyak-banyak.

“Take It Or Leave It”
Dicover Arctic Monkeys. Dan setelah itu saya jadi pingin mendengar lagu AM yang lain tapi sampai sekarang masih belum bener-bener sreg sama lagu-lagunya (yang saya agak pahami hanya album Whatever People Say). Lagu ini ya, di YouTube konser-konsernya The Strokes selalu dijadikan penutup. Enak sih. Punk-punk primitif 60-an gimana gitu.


pantat mulus. mencret
Yaaaaaa! Semuanya diatas dicomot dari album Is This It-nya Thhhe Strrrokeees!  Berhasil bikin saya mencret seketika.

Jebol. Ya, jebol. WC yang dibuat tahun 2000 itu retak. Eek eek dari dalam septic-tank menyembur. Mengenai langit-langit toilet. Sabun lifeboy, odol formula, loreal, garnier, conditioner dove, tre semme, dan barang-barang mandi milik kami semuanya terkena eek. Ompol, upil, bolot dan jutaan molekul mengenai bathubku dan meracuni air—karena eek seseptic-tank rusak air sebelangga. Tapi aku senang power rangers mainanku yang hilang pas aku SD akhirnya ketemu. Ternyata dulu ia nyemplung WC dan sekarang ikut keluar beserta tisu-tisu berlendir yang baru kemarin kubuang dengan sengaja.

Huekekekek!

Maafkan segala bentuk ketidakjelasan ini. 

Wednesday, July 8, 2015

Devin Paquesy Calingga (1995 - 2015)

seolah aku masih melihatmu, pin. menggelindingkan bola bak nomor punggung 10. rambutmu tak pernah beranjak tumbuh--dan hanya segitu-gitu terus--sampai-sampai semilir angin di lapangan kecamatan tak bisa buatnya mencuat. selopmu, atau sepatumu masih membayang pin. kecil, hitam. ia lincah. teratur melewati halang-rintang pak guru, gesit meloncati taman, dan untuk kemudian berlarian ke halaman menghindari kakak kelas yang mengejarmu--dan juga aku serta semua sahabat-sahabat kita--dalam permainan adu tangkap. lemparan buah mangga muda kecilmu pin. mengajak perang. aku ingat aku kubu tengah, kamu kubu selatan. mengumpulkan mangga yang masih pentil, dan kita memulai perang dunia antar gang. kehangatanmu pin, dan senyummu yang tak putus-putus. mungkin kamu hanya terdiam dan sedih sesaat saat terungkit ayahmu pin. tapi setelah itu, gigi mentimunmu selalu muncul kembali. seperti kelinci tapi tanpa dua gigi yang menonjol. seakan mamamu saja sudah lebih dari cukup pin. mama yang aku ingat selalu kau peluk manja di angkot setelah pulang sekolah. mama yang selalu menyiapkan punggung pegalnya untuk menggendongmu dari ujung gang karena ia tahu hanya kamu yang ia miliki. dan rasa itu tak pernah main-main, bahkan hingga detik terakhir setelah kau diterkam keberingasan jalanan, hanya dia yang terus kau sebut: mama, mama, berulang kali sampai kau pergi. seolah aku masih menantimu pin. dengan seragam kekecilan kumalku, atau dengan tas yang kutaruh seenaknya di bangku, kamu harus datang pin, atau aku akan duduk sendirian tanpa teman sebangku. tapi kamu tak pernah jauh-jauh dari pukul tujuh, setengah menit sebelum lonceng itu. seolah aku masih melihatmu pin, duduk sambil menerawang buku sejarah. aku tahu itu bukan favoritmu pin. kamu tak bisa jauh-jauh dari bola. pin, aku--dan sahabat-sahabat kita--sempat menyesal pin. kenapa kamu tak pernah kami ajak main bola di lapangan villa yang sepi itu. hingga kamu akhirnya selalu bermain bola entah berdua atau bertiga di lapangan dekat hotel. kita bisa bermain ramai-ramai pin. kita bisa bermain berdelapan dengan kakiku yang kidal. kenapa juga dulu aku harus takut berhadapan dengan bu guru, yang menyalahkanku karena kita terus-terusan bekerja sama sewaktu ulangan. tapi maaf pin, aku sudah jarang bersamamu semenjak naik kelas dan membentuk geng baru. tapi aku akan selalu ingat. kamu depin; bekas teman sebangkuku. kamu depin; yang tak pernah alpa menyapaku. kamu depin; yang selalu menghampiriku di tepi lapangan dengan seplastik jas jus jambu. kamu depin; yang berkunjung ke rumah bersama rombongan gengmu hanya untuk menantang taruhan tepuk kartu. kamu depin; yang terus ada terus tersenyum di sela-sela kesibukan kita saat bertumbuh. sempat aku dengar kabarmu berlatih motor bersama tukang ojek langgananmu. sempat pula aku dengar kamu punya bapak baru. sempat kita berjalan bersama di suatu hajatan untuk kemudian terpisah. sempat kita bertemu di lorong masjid, saling berjabat tangan, saling menanya kabar, dan ku ingat betul, saat itu usia kita sudah jauh dari saat dulu kita sama-sama suka bola. sempat kamu merangkul pundakku dan berpesan: jangan pernah sombong, sementara setelah itu aku tak pernah menjumpaimu. dan setelah salat jumat itu, seolah aku ingin selalu melihatmu pin. menggelindingkan bola seperti yang sudah-sudah. berteriak sekeras mungkin menyanyikan hymne sahur kita. ini aku dan kamu, sama-sama sudah dewasa. dan salat jumat terakhir kita: kamu masih tak memakai peci. beberapa waktu dan ya, seolah aku masih melihatmu pin. menggelindingkan bola dan jutaan tawa dalam pusara.

selamat jalan pin. dari aku, teman sebangkumu
dan sahabat-sahabat yang kau tinggal tepat tiga hari sebelum ulang tahunmu.

Sunday, July 5, 2015

Congrats Idiot!

"When I Grow Up"
Oleh: Billie Joe Armstrong

Ketika aku tumbuh, aku ingin memiliki band yang bermain rock and roll. Kita akan memulainya pada umur 15 tahun. Kemudian band itu akan semakin besar dan semakin besar. Ketika umur 20 kita akan memiliki ampifier yang besar dan banyak gitar. Ketika umur 29 kita semakin besar. Kita akan bermain untuk banyak orang. Dan kemudian kita akan memiliki band besar yang akan benar-benar dicintai. Dan kemudian bermain lebih banyak lagi. Kita akan membuat banyak orang bahagia. Dan kita akan memiliki banyak uang. Tapi jika aku tidak memiliki band, maka aku akan melakukan hal lain. Mungkin aku akan menjadi pemain football? Aku akan menjadi itu. Kita akan melakukan perjalanan kemana saja. Para pemain akan memenangkan semua pertandingan. Dan kita akan jadi juara. Tapi jika aku tidak bermain football, aku tidak tahu akan hadi apa. (Tapi) aku tahu aku akan menjadi sesuatu...


atas: Green Day at Gilman Street, medio 1989-1990. 
bawah: Induction Rock And Roll Hall Of Fame 2015
Cukup mengharukan sekaligus membahagiakan. April lalu band paling penting yang pernah ada dalam hidup akhirnya menerima penghargaan Rock And Roll Hall Of Fame. Green Day, trio punk rock rusuh yang berawal dari penampilan ugal-ugalan di Gilman Street yang kumuh dengan sedikit penonton, berevolusi menjadi penampil punk terbesar di dunia yang bermain di gelanggang-gelanggang dengan jutaan penonton. Tidak ada yang salah jika kita menganggap Green Day ada di tingkatan yang sama dengan U2 ataupun Madonna karena dalam performance maupun tata panggung mereka sudah sedemikian megah dan berkelas. Rock And Roll Hall Of Fame sendiri adalah penghargaan tertinggi bagi band/rockstar atas konsistensinya pada rock and roll selama puluhan tahun dan memberikan pengaruh yang signifikan bagi perkembangan musik dunia. Jadi, tidak semua band bisa dengan mudah menerima penghargaan ini. Dengan di inducte oleh Fall Out Boy, Green Day tidak sendiri. Sederet bintang rock and roll dunia juga turut menerima penghargaan ini. Joan Jett, Ringo Starr sampai Lou Reed adalah beberapa diantaranya. Mari menyimak Induction Speech Billie Joe saat pelantikan: "Soon as I opened my eyes and took my first breath, I'm a fan. And that's the one thing that I'm going to close with is that I love rock & roll."; Benar, saat rock and roll mulai memasuki hidupmu, saat itulah hidupmu tak akan pernah sama lagi.

Tulisan "When I Grow Up" diatas diterjemahkan oleh @IdiotClubINA, akun berisi bocah-bocah penggemar berat Green Day di Indonesia. Cukup mengejutkan karena ini ditulis Billie sewaktu masih anak-anak dan kini setelah puluhan tahun tulisan tersebut dipajang di Hall Of Fame. Saat membacanya, saya tiba-tiba teringat tulisan bodoh saya di notes sewaktu SMA: "Mungkin setelah melihat secara langsung 'Time Of Your Life' dibawakan Armstrong sebagai penutup konser Green Day, mimpi saya hanya tinggal menghajikan ibuk-bapak."