Tuesday, August 18, 2015

Konsumsi Puasa Selain Fanta Merah

Ini adalah beberapa benda bertuah yang jadi konsumsi saya selama puasa kemarin. Saya share disini sebelum emak marah lagi karena meja ruang tamu lantai dua dipenuhi benda-benda ini—dengan kondisi gak rapi blas. Setelah itu baru saya ringkes-ringkes.

Rolling Stone Indonesia (Edisi 122 Juni 2015)
Kurt Cobain sebagai cover sampul (lagi). Patut dibaca bagi siapupun umat flannel kumal dan jeans belel yang tersisa. Sisi lain tuhan kalian diungkap langsung oleh putri kandungnya, Frances Bean Cobain dengan sangat hangat. Ada pula feature panjang tentang ISIS, yang tentunya lebih mencerahkan dibanding website PKS Piyungan.

Tabloid Rock (All Issues 1-34)
Bacaan adiktif bagi pemuja musik berisik kumur-kumur. Log Zhellebour—promotor rock hasil didikan arek-arek Suroboyo—dan Wenz Rawk—kini jadi jurnalis metal majalah Rolling Stone—adalah beberapa orang dibalik tabloid berumur pendek ini. Menemukan seluruh isu tabloid lawas era 2000-an ini di gudang secara tidak sengaja adalah berkah ramadan yang menjadikan puasa lebih heavy varokah.

Esquire (Anniversary Issues, Maret 2015)
Esquire pertama saya. Memuat a must have items pria dewasa yang juwancuk mahalnya—dan nggak penting-penting juga. Kurang memenuhi ekspekstasi. Pertama: tidak ada feature seperti Playboy. Kedua: model-model wanitanya kurang ngena—dengan pengecualian mbak Sigi Wimala: you’re always the badass!

Unfold Zine 2015
Zine untuk korporasi Bakrie tai. Jerit hati korban lumpur disuarakan lepas di zine anak-anak Porong, Sidoarjo ini. Sebagai dukungan saya berhenti nonton TvOne, atau Tv O’on—penyiarnya nggak cakep sih nggak kaya Metro—dan memilih setia dengan Youtube (dan Jav68).

10 Dosa Besar Soeharto
Kemungkinan besar buku ini tidak dijual bebas. Hanya dimiliki orang-orang tertentu saja. Saya nemu buku ini di lemari oom dan langsung mencomotnya gitu aja. Kesimpulannya sih cukup masuk akal bila ada jutaan orang yang ingin menggantung Pak Harto hidup-hidup (sayangnya udah meninggal duluan). Saya suka gaya provokasi di buku ini. Urat marah cepet kebakar. Yang diungkap pun juga fakta dan dari sumber-sumber yang sangat bisa dipercaya. Untuk itu, tidak ada ide lain yang lebih gegabah selain menjadikan Harto pahlawan nasional.

Selain menikmati majalah dan buku, puasa juga menjadikan saya pendengar musik yang lebih khusyuk.

Keane – The Best Of Keane
Cukup dengan mengganti gitar dengan piano dan memainkannya seemosional mungkin, jadilah rock era baru yang lebih cocok didengarkan sambil merangkul pacar. The Best Of Keane memuat kurang lebih tiga puluh lagu terbaik mereka. Percayalah, tidak hanya Coldplay yang pandai meramu musik sendu secara jenius. Keane juga patut diperhitungkan.

Alice - Konsorsium Humaniora (EP)
Alice (atau A.L.I.C.E) adalah band baru asal Bandung yang dalam sebuah wawancara berkeinginan jadi band cult – dan untuk itu rela mengeksplorasi hardcore, memadunya dengan stoner sampai melodic death metal. Untuk jadi cult saya rasa masih belum, eits tapi tunggu dulu, ini baru rilisan EP perdana. Akan lain pendapat mungkin jika nanti menyimak rilisan selanjutnya.

Chunk! No, Captain Chunk! – Get Lost, Find Yourself
Judul album setengik slogan acara travelling konyol itu. Tidak bagus-bagus amat, yang melekat hanya track pertama (lupa judulnya juga) dan lagu yang berjudul sama dengan album – satu-satunya lagu berformat akustik. Pop punk yang jadi agak berat karena dicampur unsur breakdown – hardcore (terdengar amat sangat di-pak-sa-kan dan itu nggak ma-suk). Tapi vokalis Chunk! Kayaknya lebih cocok menggantikan Tom DeLonge di Blink, cempreng-cempreng nikmat.

Black Sabbath – Paranoid
“Yang nyiptain metal padahal bukan Metallica, tapi Black Sabbath, ini patut diluruskan biar arek-arek yang baru ngerti metal nggak sok!” Mas Bison dari rombongan GRIBS saat berbincang santai di backstage jelang perform mereka. Dengan itu sepertinya tidak ada lagi alasan bagi kalian untuk tidak mendengar Sabbath, khususnya di album-album awal.

Buku dan musik. Kurang lengkap bila tak ditambah satu lagi: film/serial TV.

Silicon Valley (Season 1)
Serial HBO paling konyol. Bahwa jenius dan bodoh itu beda tipis. Menceritakan kumpulan programmer Silicon Valley yang bekerja untuk aplikasi yang diberi nama Pied Piper. Dibalut kata-kata sarkastis, cabul, rusuh, tak bermoral, tapi cerdas dan membuat terpingkal (saya sampe cegukan). Cocok bagi kalian yang muak dengan sitkom Tetangga Kok Gitu.

Silicon Valley (Season 2)
Melanjutkan kebodohan season pertama. Menjadi semakin serius karena Pied Piper sudah berharga jutaan dollar. Tapi tentu saja semakin serius serial komedi, semakin tolol pula adegan dan dialog yang terjadi.

Kurt Cobain: Montage Of Heck
Dokumenter rock terpenting tahun ini. Tidak berlebihan bahkan saat menceritakan sisi kegemilangan atau kejatuhan Cobain sekalipun—emosi yang ditampilkan pun cukup konstan. Dengan tambahan animasi visual yang seolah menyatu dengan dokumen-dokumen Cobain (khusunya diary atau catatan), kita diajak untuk memahami sisi manusiawi Cobain secara utuh dan mendalam. Saya resmi berhenti menganggap Cobain tuhan setelah menonton dokumenter ini. Ternyata dia manusia.

All Ages Party
Dokumenter hardcore ibukota mulai dari era 90-an. Menyenangkan: di dalamnya banyak berisi rekaman-rekaman gigs lawas dan hardcore kids yang nyanyi bareng, selain wawancara tokoh-tokoh legendaris di subgenre metal paling bergengsi ini. Jika kalian penasaran kenapa scene hardcore tak pernah mati, sebaiknya tonton dokumenter penting ini. 

Thursday, August 13, 2015

Dengar Dan Kecewa

Hobi mendengarkan musik ternyata tak semenyenangkan yang kalian kira. Beberapa band beserta lagunya dibawah ini cukup membuat saya kecewa. Tidak berlebihan karena mereka cukup jauh dari ekspekstasi awal. Intinya mereka gagal memenuhi harapan kuping saya untuk memberikan lebih. Alhasil, saya gagal eargasm dan bahkan jadi ilfeel dengan bandnya--ini khusus untuk BMTH. Sedangkan yang lain kebanyakan saya hanya kecewa karena lagu yang diaransemen ulang tidak jauh lebih baik dari versi lawas, atau cenderung melenceng dan mengurangi feel. Berikut daftar singkatnya.

cover yang mengilustrasikan 'di bangku taman'
1. Pure Saturday “Di Bangku Taman” (Time For A Change, Time To Move On, 2007)
Bandingkan dengan versi album Utopia (1999). Sebenarnya tak ada perbedaan mencolok yang membuat saya harus repot-repot menuliskan ini (kecuali tentu saja instrumen yang lebih segar dan lebih jelas karena direkam ulang).  Tapi simak kira-kira semenit terakhir menjelang lagu usai; sungguh keterlaluan Pure Saturday menghilangkan outro surga berisi melodi yang sempat membuat saya menitikkan air mata dan menggantinya dengan iringan khas akhir lagu yang standar. Entah apa yang ada di benak mereka padahal salah satu kekuatan “Di Bangku Taman” justru terletak pada outronya yang magis. Biasanya saya akan terenyuh dan meneteskan air mata di awal atau pertengahan lagu, tapi di lagu ini perasaan terenyuh yang nyes itu baru hadir di semenit terakhir; sebuah outro yang sentimentil. Dengan rekam ulang yang lebih baik serta musikalitas PS yang makin dewasa di album kompilasi ini, ekspesktasi saya pada “Di Bangku Taman” versi baru cukup tinggi. Setelah track pertama “Elora” yang cukup memuaskan, saya langsung terbuai pada “Di Bangku Taman” yang penuh perenungan, tapi jelang semenit lagu saya hanya bisa bilang ‘lho kok?!’ Ini adalah kesalahan terbesar PS di kompilasi ini.

2. Bring Me The Horizon “Shadow Moses” (Sempiternal, 2013)
Cukup jauh dari ekspekstasi. Saya berharap Sempiternal akan menjadi sekuel dari There Is A Hell—album puncak dari eksplorasi BMTH di dua album sebelumnya. BMTH sudah menemukan pakem yang pas di There Is A Hell: hawa yang gelap, murung, lirik yang dalam, dengan balutan hardcore yang berpadu dengan melodic death metal. Tapi “Shadow Moses” sebagai single pertama Sempiternal sudah menunjukkan tanda-tanda kekalahan. BMTH ibarat sudah jadi penis yang habis pipis; lunak dan empuk. Sementara BMTH yang saya kenal adalah penis konsumsi ginseng yang tegang, alot, keras; siap untuk melewati ronde pertama. Ironisnya lagu ini malah bisa merangkul penggemar-penggemar baru yang bahkan masih bau kencur dan baru mengenal musik pipis macam Asking Aleksanderia. Penggemar lama dikorbankan; BMTH gagal jadi band yang konsisten. Gagal jadi band harapan kita bersama. Gagal jadi band penis keras. Boikot saja BMTH dari gigs-gigs metal—sebelum mengkonsumsi Hormoviton dan siap tempur kembali.

3. Green Day “Oh Love” (iUno!, 2012)
Green Day adalah band tanpa cacat. Seluruh katalog lagunya sudah saya lahap habis mulai dari kelas tujuh SMP, beberangan dengan masa dimulainya nonton bokep pertama. Album puncak mereka menurut saya bukan Dookie, yang meskipun bagus sekali tapi saya masih dalam kandungan saat album tersebut menetas. 21st Century Breakdown adalah puncaknya, yang dirilis kira-kira saat saya hampir memasuki kelas 9. Covernya mengajari saya bagaimana ciuman terlihat cukup rock and roll—hingga akhirnya kepingin. Musiknya keras. Mengambil pakem dari Dookie yang masih berlandaskan fuckin’ three chord dan skill urakan itu dengan kedewasaan mereka sendiri yang mencoba menjelajah, memainkan opera rock fantastis yang belum pernah dicoba sebelumnya—menjadikan album ini begitu istimewa. Rock kelas stadium dengan penonton lebih dari 50 ribu. Kemudian mereka vakum, berhenti sejenak kira-kira sampai lima tahun dan terdengar kabar mereka kembali merekam album baru. Tidak tanggung-tanggung: trilogi! Tapi yang mengecewakan, single pertama dari trilogi ini “Oh Love” cukup jauh sekali dari ekspekstasi kuping. Padahal mereka dalam sebuah wawancara sempat berkata bahwa di ketiga album baru ini kami akan kembali ke masa-masa sebelum Dookie. Pikir saya ini akan terdengar bengal dan brengsek, tapi lewat "Oh Love" saya meyakini satu hal: saat sudah dewasa kita tidak bisa seenak udel kembali ke masa remaja dan memolesnya semirip mungkin; hasilnya akan aneh. Saya tidak menemukan kegaharan Green Day lagi disini—kecuali lagu “Dirty Rotten Bastard”, yang walaupun masih kurang ngena tapi tetap yang terbaik dari semua lagu di trilogi Uno, Dos, dan Tres!

4. Slank “Ku Tak Bisa” (I Slank U, 2012)
Saya mengapresiasi puisi-puisi ‘cinta itu...’ yang dibacakan king Bimbim (kayaknya) di awal tiap lagu dalam mini album yang bekerja sama dengan restoran ayam ini. Tapi versi asli “Ku Tak Bisa” dengan melodi gitar Abdee Negara yang merintih sekali itu sejuta kali lebih bagus dari versi ini: yang cenderung renyah, ringan--super ringan bahkan--dan tanpa penghayatan. Saya berasumsi seperti ini karena “Foto Dalam Dompetmu” versi I Slank You bisa sangat bagus, jauh melebihi versi awalnya. "Foto Dalam Dompetmu" lebih cocok dibawakan dalam versi I Slank U: bahkan ini terdengar seperti lagu baru, punya nyawa sendiri, feelnya bisa lain—hingga seringkali saya menitikkan air mata cengeng. Lain halnya dengan “Ku Tak Bisa” yang terkesan dipaksakan. Versi  yang ini memang cocok sekali untuk dibawakan di acara akustikan live, tapi tidak untuk direkam dalam versi baru dan masuk dalam katalog Slank. Silahkan tidak setuju dengan saya.

Sebenarnya masih banyak kekecewaan yang saya sempat saya rasakan, cuman karena lupa lagu apa saja yang bikin kecewa itu jadi hanya empat ini dulu yang bisa ditulis. Kemungkinan besar kekecewaan yang lain akan berlanjut. 

Tuesday, August 11, 2015

Sakit Sendiri

dua minggu lalu tiba-tiba saja pak dokter secara dadakan tanpa banyak cincong langsung menyarankan operasi.

"operasi nanti pukul setengah delapan."

alkisah lambung saya terkena infeksi atau luka atau apapun itu. itu berpengaruh pada kelenjar getah bening yang terdapat di sekitar leher. alhasil leher saya sedikit memar, atau bengkak sedikit karena pengaruh infeksi tersebut. diagnosis ini sebenarnya sudah lama dan saya hanya disarankan untuk menjalani pola hidup teratur (makan, istirahat, olahraga) juga mengkonsumsi obat dan rutin check up. tapi entah kondisi saya yang lagi buruk-buruknya atau drop, kemarin saya langsung opname dan menjalani sesi operasi. ini yang ketiga kalinya bagi saya (keempat kalinya jika khitan juga masuk hitungan). momen-momen operasi adalah momen yang sebaiknya kalian hindari. jaga kesehatan kalian sebelum menyesal nantinya masuk ke ruangan lima kali lima meter tersebut sendirian, berjibaku dengan gunting, perban, bius, lampu sorot dan tentunya maut. semakin dewasa kalian, semakin besar kalian akan merasakan ketakutan. seperti saya.

kecelakaan sewaktu SD sempat membuat saya operasi. awalnya di rumah salah satu dokter langganan bapak--yang juga teman baiknya--dan beliau tidak mampu mengatasinya. disana saya cukup sadar dan masih mengingat persis jika saya muntah, perihnya ditusuk jarum suntik, sakitnya pendarahan dan rasa-rasa yang lain yang begitu menyiksa. kemudian saya dirujuk ke salah satu rumah sakit terbesar di surabaya. berasa terbang sekaligus aneh dengan bius. untuk kemudian dioperasi tanpa merasakan apa-apa: bius total.

untuk yang kedua kecelakaan motor sewaktu SMP. ini adalah kejadian yang super traumatis. membuat saya takut mati. takut jalan raya. takut ngebut. untuk kecelakaan parah yang mengharuskan saya opname seminggu di malang dan sempat mengalami koma ini, saya cukup sadar saat didorong masuk melalui ruang operasi. prosedur operasi kepala adalah tidak boleh menggunakan bius total karena dikhawatirkan akan kebablasan--secara langsung mempengaruhi syaraf otak. maka dari itu saya hanya dibius lokal. saya sudah tidak bisa bercerita banyak bagaimana rasanya, atau lebih tepatnya, sakit yang saya rasakan. perasaan super berantakan. intinya bagi saya ini adalah siksaan. satu momen yang dapat saya ungkap adalah bagaimana kemudian--mungkin pengaruh bius juga--saya merasa melihat lorong berwarna orange dengan sekeliling hitam. berputar-putar. kemungkinan besar itu adalah lampu sorot--kemungkinan besar. tapi setelah itu saya seperti didorong masuk kesana. sangat kuat. kuat sekali. setelah itu saya melihat banyak sekali tokoh kartun. jujur waktu itu saya sangat suka menonton kartun. dan serasa amat riang disana. ada taman yang dominan berwarna hijau. saya ingat betul. seolah saya sedang berada di dunia fantasi. setelah sadar pun--walaupun bius lokal tapi masih membuat saya tidak sadarkan diri--perasaan itu masih membayang. ibuk yang menemani saya usai kurang lebih tiga jam lamanya operasi berkata bahwa kata pertama yang saya sebut sewaktu siuman adalah "Taro", itupun saya juga tidak ingat. mungkin mengingau. yang saya maksud mungkin adalah kartun jepang Taro yang gemar sekali saya tonton waktu itu. dan kesalahpahaman terjadi saat ibuk mulai bercerita ke keluarga besar bahwa saya mengucap Taro. seketika itu juga mulai dari kakek, paman, mbak dan mas membeli banyak sekali Snack Taro besar dengan berbagai macam rasa dan ditaruh di kamar saya. Tapi anehnya snack itu lenyap begitu saya pulang, entah ibuk mungkin membagikannya kepada para perawat. dan legenda Taro ini berlanjut karena hampir semua yang menjenguk saya yang sudah pulang ke rumah, selalu membawa Snack Taro.

"ini ya Tit, Taro Keju. biar cepet sembuh. ada rasa rumput laut sama berbeque juga kok di plastik.

gile aje.

tapi untuk operasi dadakan kemarin, saya sempat menangis saat berada di ruang isolasi (atau apa itu namanya tempat pasien didiamkan sebentar sembari diinfus sebelum dioperasi). saya kembali terbayang operasi-operasi beberapa tahun sebelumnya. bukan apa-apa, saya takut mati. apalagi ini rasa-rasanya tidak menyangka gitu. memasuki ruang operasi seperti biasa dokter selalu mampu mencairkan suasana.

"biar ndang sembuh ya le, ndang dioperasi bentar lagi."
"oh enggeh pak. mumpung libur panjang pisan ini kebetulan."
"wah ya pas itu, jadi ndak kebeban sama pekerjaan."
"kulo kuliah, pak."

cukuplah dokter hanya sotoy di bagian itu saja karena bisa bahaya kalau sotoy saat operasi bayi prematur.

"baik dok, kita angkat bayinya."
"sebentar, kamu ini ndak bisa, masih magang, biar saya saja!"
"loh-loh dok, mau apa! loh dok kok itu yang diambil!"
"lah, sampeyan ini gimana, ini udah tak ambil bayinya!"
"matamu dok, itu usus dua belas jari!"

setelah basa-basi sedemikian rupa dan melucuti saya sampai tinggal celana dalam saja (untung saya pakai cd bermerek mahal), beliau langsung cengengesan sendiri di samping infus. ada kira-kira lima sampai enam orang yang mengililingi saya. dengan sorotan lampu yang diarahkan cukup terang pada saya. saya masih cukup sadar--sangat sadar sekali bahkan--tapi si cengengesan itu terlihat menyuntikkan sesuatu melalui infus. nadi saya agak berdenyut. kaki saya gemetar. tiba-tiba langsung amblas. saya tak sadarkan diri.

yang saya ingat kemudian hanyalah suara gunting dan ketegangan dokter, juga suara ramai-ramai, tapi semua terlihat seperti batman. serasa seperti kota gotham. mencekam. saya kembali tidak sadar. setelah itu berada di bukit. bersama siapa lagi kalau bukan kartun. kartun lagi. yang ini versi gelap. cukup menyeramkan. absurd. magic. hiperbolis. psychedelic, mengawang-awang. inilah tokoh kartun kesayangan anak-anak indonesia dalam versi otak yang sedang operasi: spongebob squarepants dan patrick star. ye! otak saya masih tak jauh-jauh dari beginian.

setelah itu saya sadar sewaktu didorong menuju kamar. ibuk sebenarnya mau kamar yang bagus tapi karena sudah penuh jadilah saya dibawa ke kamar yang standard. 

"nde endi aku?"
"nde kamar kak, ibuk maeng wis pesen kamar sing apik tapi penuh, ya terpaksa nde sini, gapapa ya, sabar ya."

tapi tidak jadi masalah besar karena besoknya, sekitar pukul lima sore saya sudah boleh pulang. rumah sakit sih sebagus apapun kamarnya tetap tak enak, namanya juga sakit. makanya jaga kesehatan itu penting, tapi tidak terlalu ekstrem-ekstrem juga sih. pak dokter aja ngisep marlboro putih dulu sambil tangannya ada bekas darah dan agak gemeter gitu di ruang kecil depan toilet pas saya kebelit pipis lima menit sebelum operasi. tegang mungkin dia habis operasi ibu hamil. haha.


tulisan ini didedikasikan untuk pak dokter dan mbak perawat yang mirip cita citata. judul dicomot dari salah satu lagu band indie pop kenamaan asal jakarta yang kebetulan bernama rumahsakit.