Mimpi apa band ini bisa
bertahan dari paceklik jatidiri dan kemudian menelurkan satu lagi hal yang
membuat kita sulit untuk melupakan mereka—lagipula selain itu siapa pula yang
bisa melupakan kharisma Oli Sykes sebrengsek apapun dia. Terserah Alternative Press
dan webzine-webzine alternatif lain yang
memberi nilai sempurna (atau hampir!) pada album ini. That’s The Spirit tidak
sesempurna itu, tapi juga tidak secacat Sempiternal. Ada dua kemungkinan bagi
kalian dua tipe pendengar musik: yang berpikiran fanatik dan yang cenderung
berpikiran terbuka—dan diantara keduanya tidak ada yang paling benar. Fanatik
deathcore/hardcore punk akan segera mencaci album ini. Pengkhianat scene. Tidak
konsisten. Buruk. Melacur pop. Dan segala komentar nyinyir lainnya. Sementara
kalian penikmat musik yang tidak pernah terlalu mempermasalahkan siapa band
yang bermain tetapi apa yang mereka mainkan akan menganggap ini adalah hal
baru. Segar. Segar sekali. secara kualitas bisa dibilang jempolan. BMTH lebih
kurang berhasil. Dan pantas mendapat tepuk tangan yang paling kencang. Juga ada
dua kemungkinan lain bagi dua tipe penggemar BMTH: penggemar sejak awal dan
penggemar baru. Penggemar sejak awal yang cinta mati death metal, gagah dan
masih bertahan dengan musik geraman, bisa dipastikan sudah melupakan band ini
karena mereka berhenti mendengarkannya bahkan mulai album busuk Sempiternal.
Tapi bagi penggemar baru, sudahlah. Ini adalah hal termetal yang pernah
didengar. Terlepas dari metal yang maknanya sendiripun semakin lama semakin kabur
(dan untuk itu lepaskan saja stigma kalian tentang metal yang baik dan benar ke
tong sampah), kami sendiri sepakat untuk berpikir seterbuka mungkin tentang
salah satu album paling menarik tahun ini: That’s The Spirit. Tanpa berusaha
mempedulikan dan kemudian membandingkan dengan BMTH-BMTH zaman dulu karena dulu
dan sekarang sudah berjarak terlalu jauh bagai pucuk langit dan inti bumi.
Benang merah That’s The
Spirit seperti kita ketahui bersama, masih dipegang oleh Oli Sykes. Dengan gaya
vokal khas dan lirik yang berusaha sekalam mungkin. Oleh karena itu jangan
heran bila Oli hengkang nasib BMTH tidak akan selamat. Tidak masalah gitaris Jona
Weinhofen memilih pulang ke Australia dan bermain di I Killed A Prom Queen.
Jordan Fish masuk sebagai keyboardis, mengubah semuanya. Memegang peranan sebagai
produser, dia juga berperan menambah unsur-unsur elektronika yang membuat
That’s The Spirit menjadi benar-benar lepas dari belenggu album-album terdahulu.
Untuk track Doomed, kita semua benci lagu itu. Apa lagi yang paling menjengkelkan
selain mendengar lagu yang seolah duet Justin Bieber dan Skrillex. Tapi
selanjutnya ada Happy Song yang membuat kita kembali optimis. Kalian akan
menganggukan kepala saat suara bocah-bocah kecil berteriak lantang:
S-P-I-R-I-T! Dan memang jantung album ini terletak pada lagu ini. Pukulan drum
memang kencang tetapi tidak sekencang bayangan kalian (untuk itu dengar
albumnya jangan hanya baca!). Ada kontrol pada lagu ini. Ada yang ditahan. Tapi
seketika itu pula terjadi pelepasan. Tipe-tipe rock stadium yang mampu membuat
ribuan orang melonjak bersama.
Baiklah jujur saja kita
akan membenci banyak lagu lagi di album ini. Lagu yang kadang terlalu membingungkan
seperti Blasphemy—terkesan seperti memaksakan untuk elegan—dan Follow You—terdengar
seperti Maroon V dengan Adam Levine yang kehilangan kemampuan untuk ceria.
Dengarkan saja Throne yang bagus. Ada semangat modern rock ala 30 Second To
Mars di lagu ini. Dua puluh langkah lebih maju pula dibanding Linkin Park (ini
untuk kalian yang menganggap BMTH masa kini adalah jelmaan Linkin Park!). Nu
Metal sudah jadi sampah dan tentu saja BMTH tidak memainkan renik-renik lama.
Jadi bisa dibilang ini adalah evolusi rock generasi Z yang cukup segar didengar
telinga. Throne cocok sebagai pemancing kerusuhan di konser-konser langganan
mereka—Reading Festival, atau konser puluhan ribu manusia di Wembley Stadium.
Terakhir adalah Drown.
Meluncur sebagai single dan sudah dipastikan lagu ini akan disukai semua
golongan—terlepas dari VEVO mereka yang terlalu melucu dengan surealis dimana
drummer berubah jadi manusia kera dan darah yang mengucur berwarna hijau. Drown
memakai formula baru yang tidak pernah dipakai di Count Your Blessings (2006),
Suicide Season (2008), There Is A Hell (2010)... dan Sempiternal (2013). Suara
Oli yang terdengar lebih alami tanpa paksaan ataupun teriakkan omong kosong.
Dari segi musik BMTH sudah jadi sedemikian matang. Kharisma Oli Sykes justru
semakin kuat dalam format seperti ini. Menarik minat bocah-bocah belasan yang
harus tahu bahwa ada banyak band rock bagus di luar sana. Meskipun semua orang fanatik
bilang cemen, barbie, rendah, tai kucing, dan sejenisnya tapi kami percaya
bahwa BMTH akan terus bereksplorasi sampai menemukan pakemnya yang benar-benar
epik. Tetapi meski begitu, kami berani menjamin bahwa di tahun-tahun mendatang BMTH
tidak akan pernah berevolusi menjadi One Direction.
sila buka www.ronascent.biz untuk membaca versi editnya. juga ada banyak review dan cacimaki band-band terbaru.