Kebodohan pertama di 2016
adalah bangun siang dan menyadari bahwa pesta kembang api semalam sudah usai.
Kebodohan berlanjut karena anda akan kembali merapatkan selimut meski jam di
ponsel keparat anda menunjukkan angka 8.30. Tetapi persetan, 30 menit kemudian
anda akan bangun. Mendapat sedikit geleng-geleng kepala dari ibunda tercinta—oh
anakku segeralah mandi ataukah sarapan, ini hari sudah siang dan dikau baru
bangun—dan anda belum juga sepenuhnya sadar sampai segelas susu coklat panas
(fuck you Hilo love you Milo) mendarat di mulut anda. Melumerkan sisa-sisa
bakteri di mulut, hasil fermentasi pembusukan dari indomie iga penyetan dan ayam
bakar-bakaran kemarin malam. Dan 2016 resmi dimulai di pukul 9.30—seusai anda
onani dan mandi. Kemudian anda akan mengambil nasi goreng dan telur ceplok di
meja makan, mengunyahnya pelan dengan kerupuk udang oleh-oleh dari nenek anda. Nasi goreng anda akan sedikit terasa keasinan—karena ibunda tercinta
tergopoh-gopoh memasaknya, sudah terlalu lelah karena di malam tahun baru ia
masih menikmati liburan di Banyuwangi, dan baru sampai rumah beberapa
jam lalu. Ibunda tercinta sudah tertidur karena kelelahan. Dan ayahanda yang
biasanya menemani anda makan di depan televisi juga sudah balik bekerja—meski
malam tahun baru kemarin juga lembur karena tamu hotel sedang ramai-ramainya; risiko
orang yang kerja di bidang pariwisata. Yang tersisa hanyalah adik anda, yang
ternyata sudah hilang entah kemana. Warnet game online tidak pernah libur
bahkan saat tanggal merah. Tibalah saatnya anda sarapan sendirian, dan
untungnya ada Warkop DKI yang disiarkan televisi swasta—meski mungkin sudah ribuan
kali diputar—dan anda bisa terbahak-bahak sendiri meski sudah hafal semua adegannya.
Penyesalan pertama di 2016 terjadi. Mengapa anda belum menemukan jawaban
siapakah yang lebih lucu: Dono, Kasino, atau Indro, karena ketiganya pernah
membuat anda tertawa. Jika ada mitos yang berkata bahwa pelawak yang mati
duluan adalah yang paling lucu, maka Kasino-lah pemenangnya. Tetapi Dono-pun
lucu. Indro juga. Perdebatan yang tak pernah usai ini membawa anda pada
penyesalan kedua di 2016: mengapa dulu tak mencomot buku Warkop: Main-main Jadi
Bukan Main saat mampir di Gramedia. Buku yang anda anggap main-main itu
ternyata bagus nian isinya. Dan anda masih sering menyesal karena Gramedia yang
anda kunjungi malah makin banyak memajang lego Avengers—dan bukannya buku-buku
bagus terbitan agak lama. Tapi penyesalan itu lenyap tanpa perlu lama-lama saat
anda menyendokkan nasi goreng bersama potongan telur ke mulut anda. Jangan
lupa, anda juga telah menambahkan saus tomat sebagai penawar keasinan. Alhasil,
itu adalah nasi pertama yang masuk perut anda di 2016. Dan baiklah, akui saja.
Anda belum benar-benar mandi. 7 menit di kamar mandi anda tidak menggosokkan
sabun dan kemudian mengguyurkan air seperti mandi konvensional pada umumnya.
Semua orang malas mandi di hari libur, tentu anda juga. Dan dari 7 menit itu 6
menit anda gunakan di closet dan melakukan hal paling menjijikkan pertama di
2016. Anda tidak lupa cebok karena setelah itu anda memencet wadah
Garnier—sabun muka pria urban Indonesia yang penuh polusi udara—dan inilah,
cuci muka pertama di 2016. Wajah anda terlihat lebih segar dari tahun lalu. Anda
siap memulai tahun yang baru dengan gempita.
Anda kemudian membuka
laptop, membaca ucapan-ucapan happy new yeah dari 98% pengguna sosial media.
Juga hal konyol pertama yang anda baca di 2016: perdebatan bahwa merayakan
tahun baru itu haram, beserta dalil-dalil dan sekelompok orang ‘kilafah’ yang
menghujat perayaan malam tahun baru kemarin. Anda ingin tertawa tetapi tidak
jadi. Pacar anda sudah lebih dulu mengagetkan anda dengan ucapan tahun baru.
Hal yang lebih penting dibanding memikirkan perkataan Al-Mokarrom Utadzku Felix
Siauw. Anda kemudian mulai sadar bahwa anda harus membuat resolusi. Jika di
tahun 2015 kemarin resolusi anda untuk vakansi sudah terwujud sebagian, maka di
2016 ini anda mungkin sudah sebegitu cueknya sampai tidak kepikiran soal
resolusi. Hidup no future ala Sex Pistols sepertinya sedang anda terapkan.
Tetapi anda tidak mau berlarut-larut. Bahwasanya di lubuk hati anda terdapat
kata mutiara yang berkata bahwa hidup musti punya tujuan biar terarah. Alhasil
anda—yang tahun 2015 lalu sempat militan menjadi haters para motivator dan
sering berkata bahwa urip ga segampang cocote Mario Teguh—pun kembali mencoba
menyusun harapan-harapan hidup anda sendiri. Bahwa persetan motivator, anda
tidak pernah membutuhkannya. Karena untuk sukses anda hanya butuh diri anda
sendiri, dan bukan motivator. Anda pun kemudian menuliskan apa-apa saja yang
anda inginkan di 2016 ini. Anda menyadari bahwa anda masih terikat orang tua
dan bangku kuliah, jadi harapan untuk segera menikah, keliling dunia, memborong
mobil sport ataupun melunasi cicilan rumah masih terlalu dini untuk anda. Anda
akhirnya menyusun harapan-harapan realistis untuk tahun ini saja. Dan disaat
tahun baru 2017, anda akan menepuk dada anda, tersenyum dan berbangga: beberapa
harapan sudah mewujud.
1.
Menulis buku
Anda
sudah bertahun-tahun menulis tentang ketidakjelasan di sebuah blog pribadi yang
anda sendiripun tidak tahu anda menuliskan apa. Sumpah serapah, ketololan hidup
atau uneg-uneg curhatan anda-lah yang banyak terposting tanpa anda peduli mau
dibaca orang atau tidak. Anda juga betah nulis di webzine musik yang berjuang
menegakkan skena kota rantau anda, dan anda tidak pernah sepeserpun dibayar
untuk hal itu—kecuali album dan tiket gratis. Dan tahun ini adalah tahun
kebangkitan anda setelah sekian lama. Anda baru menyadari bahwa hal paling
puncak dari seorang penulis bukanlah blog atau webzine atau zine, melainkan
sebuah buku. Buku yang tercetak dan ada nama anda di covernya. Buku yang
membuat anda menjadi bagian kecil literasi yang digemborkan manusia-manusia sok
bahasa di kampus anda. Buku yang dituliskan sebagai karya yang bisa dibaca
kawan-kawan anda, ataukah orang-orang lain, untuk kemudian mereka merasa
terinspirasi, atau setidaknya terhibur terhadap karya anda. Meski anda tidak
mengetahui sedikitpun seluk-beluk perbukuan, penerbitan, atau bahkan karya apa
yang akan anda susun, tetapi anda percaya, dewa buku selalu menyertai penulis
abal-abal yang kebingungan. Dan meski terdengar bak pungguk yang
merindukan bulan, anda berharap buku anda diterbitkan penerbit besar dan
diedarkan dalam skala nasional. Tapi bila tak seperti itu, cukuplah buku indie,
dan karya anda juga bisa dinikmati siapa saja. Ataukah karya anda akan jadi
cult—tidak banyak yang tahu tapi dari yang tahu itulah justru yang paling
militan dan menunggu buku-buku anda selanjutnya. Sudahlah, anda tidak pernah
tahu buku anda akan jadi seperti apa jika belum memulai halaman pertama dan
menuliskannya.
2.
Kembali mengumpulkan mainan
Anda
menyadari sepenuhnya bahwa kebahagiaan hakiki dari hidup anda ada di masa saat
anda masih betah menyusun kepingan lego, atau menubrukkan action figure
superhero satu sama lain. Anda adalah kolektor mainan sekoper yang tak dikenal.
Anda adalah bocah lelaki beruntung karena mulai bayi sampai usia anda SD, anda
tidak pernah berhenti mendapat kiriman mainan dari tante anda yang kaya-kaya.
Pun juga uang saku anda yang selalu disisihkan, pergi ke toko mainan untuk
sekedar beli yoyo atau gasing. Kini anda sudah menginjak dewasa. Kesumpekan
hidup tak ayal membawa anda pada hal-hal yang menolak bahagia. Tapi pacar anda
adalah perempuan paling pengertian. Dia memberi hadiah lego superhero di ulang
tahun anda—sesuatu yang belum pernah anda bayangkan sebelumnya. Dan inilah yang
memicu anda untuk kembali mengumpulkan mainan apapun di masa kecil anda, dan
kemudian memainkannya kembali, pelan-pelan, dan anda akan kembali ke usia 5
tahun lagi, sewaktu kamar anda masih berada di rumah nenek, ataukah kembali ke
tahun-tahun sebelumnya, saat anda masih berada di Malang dengan dikelilingi
manusia-manusia rasa yang tak kenal hal lain selain memanja.
3.
Mendalami masak-memasak
Anda
adalah calon koki keluarga. Simbah buyut anda adalah juru masak andal. Penemu
resep rawon legendaris. Ataupun ayam kecap dengan rasa yang sempurna. Dan nenek
anda—yang biasa anda panggil Mama—adalah master di dunia per-dapur-an. Nasi
goreng buatannya adalah surga yang hakiki. Indomie yang dimasak di tangannya
serasa anda tidak butuh apa-apa lagi untuk merasakan nikmat duniawi. Tante anda
adalah penemu 78 resep kue yang tak pernah sekalipun memasak sesuatu yang tidak
enak. Oom adalah penikmat masakan Eropa yang tak sungkan memamerkan keahlian
memasak spagetinya, membuat anda betah di rumahnya. Dan kakak anda—dikenal
sebagai Bang Gobes—adalah koki jalanan sejati yang pernah menghabiskan puluhan
tahun hidupnya di sebuah kedai nan ramai yang kini telah roboh tertiup badai.
Dan prestasi tertinggi keluarga anda adalah saudara jauh anda yang mengusai
bisnis restoran ayam dan menjadikan namanya seperti sinonim dengan frasa ayam
bakar. Tetapi apa yang bisa anda sombongkan jikalau anda sendiri mentok hanya bisa
membuat tempe goreng dan telur dadar? Itupun masih jauh dari sempurna hingga
masakan yang benar-benar anda kuasai hanyalah Indomie rebus. Tetapi anda sudah
mencium bakat anda sendiri. Pun ibunda yang awalnya melarang anda—pria jahil
yang hobi rusuh—untuk memasuki dapur, menjadi sering menyuruh anda memasak
untuk makan malam. Anda memang sering berbuat onar di dapur, tetapi anda sudah
biasa dengan penggorengan. Anda sudah tahu fungsi tambahan gula pada telur
dadar. Anda sudah merasa Masterchef walaupun anda masih medioker. Tetapi anda
tidak peduli. Anda suka di dapur. Anda hobi membuat sesuatu. Anda suka makan.
Anda cinta masak-memasak. Anda adalah penerus keluarga besar anda yang jago
membuat lidah bergoyang. Anda harus beralih profesi dari pemasak semua jenis
Indomie—termasuk Indomie My Noodlez untuk adik balita anda—dan beralih ke
tingkatan yang lebih tinggi lagi: Mie Burung Dara. Dan anda sudah harus lebih
jeli memerhatikan koleksi buku resep ibunda anda—biar tidak seperti beliau yang
banyak teori masak tapi sedikit prakteknya.
4.
Main drum lagi, masuk studio lagi
Tidak
pernah ada tahun sesepi tahun kemarin dalam hidup anda. Meski puluhan gigs
telah anda datangi dan anda cukup apresiatif. Persetan juga polisi skena. Anda
sungguh mengidolakan Hasief Ardiasyah apapun yang terjadi. Tetapi kesepian
tentu saja bukan karena anda berjoget atau tidak saat konser berlangsung, tapi karena
band itu, bukannya anda, yang berada di panggung, memainkan musik. Padahal anda
adalah drummer paling abal-abal yang pernah ada di semesta. Penggemar John
Bonham dan hobi mukul bangku di sekolah. Meski begitu anda meyakini satu hal:
fuck skill, rock and roll! Dan di tahun ini anda ingin membuang perasaan
kesepian itu dengan lebih banyak masuk studio, dan memuntahkan semua kegilaan
dan dendam akan hidup. Fuck sikil!
5.
Vakansi
Anda
cukup sadar untuk secepatnya berhenti menuliskan hal ini karena anda—dan manusia-manusia
pejalan tanpa alasan lainnya—pasti akan kalah dengan bocah yang hobi majang
foto gunung di Instagram dan kemudian memperbanyak tagar #mytripadventure. Anda
sudah seharusnya berhenti menuliskan ini sebelum menjadi manusia yang merasa
paling keren sendiri dari orang lain hanya karena memakai baju Natgeo dan
kemudian memamerkan berbagai pose dengan label #trip. Dan karena perjalanan
menjadi semakin kekinian dan kehilangan esensinya, anda tidak perlu menggunakan
kata travelling—karena anda sudah muak mendengarkannya.
6. Berbagi
Anda
sadar bahwa hidup tidak akan selamanya. Anda juga semakin mengerti bahwa hidup
tidak untuk dinikmati sendiri. Dan karena itu anda sudah seharusnya berbagi di
2016 ini. Berbagi untuk membantu, bukan untuk eksistensi. Berbagi bukan untuk
balasan, tapi sebagai bentuk kepedulian. Dan saat ini anda tidak perlu memberi
tahu anda akan membagikan apa-kepada siapa karena anda merasa itu semua tidak
perlu digembar-gemborkan.
Anda
menuliskan resolusi ini begitu saja, tanpa pikir panjang. Tentu anda tidak
hanya bergantung pada langit: langkah kaki anda sendirilah yang akan menentukan
sejauh mana semua ini bisa terwujud. Kecuali tentu saja mainan yang ingin anda
koleksi ulang. Anda musti bergantung pada uang jajan tambahan dari orangtua
anda.