Monday, August 28, 2017

Fungsi Libur: Perbaiki Badan Ringsek

Bagaimana kabar kalian? Apakah baik-baik saja?

Hidup begitu naik turun akhir-akhir ini. Seperti rollercoaster. Sama-sama menjerit, tentu saja. Naik jerit, turun jerit. Upayakan kandung kemih ditahan biar ompol tidak muncrat. Saya sendiri sudah menahan-nahan dari kemarin, ya tapi akhirnya muncrat juga, tidak kuat. Naik turunnya seperti cuaca dan hawa Surabaya, panas menyengat lalu tiba-tiba berangin. Tidak ekstrem tapi membunuh pelan-pelan. Kata Awing, pegiat teater telanjang saat nonton Ikrab Teater Institut bareng saya kemarin, 

"Cuacanya enggak enak, dingin tapi panas, panas tapi dingin, anginya kenceng. Ada arak nggak di belakang?"

Kopi seperti tidak mampu redam cuaca yang entah sudah akan masuk pancaroba atau belum. Badan jadi amburadul. Meliuk-liuk seperti daun di kantor yang berputar terkena angin, ataukah ini efek Badai Harvey di Texas? Semoga jangan. Tujuh hari dalam seminggu, dan saya tidak libur sama sekali! Luar biasa, kawan! Hari pertama bekerja badan dalam kondisi fit sekali, meskipun angin perlahan-lahan menusuk, mempreteli kebugaran fisik saya. Tergoda Glico Wings di kantin koperasi kantor, saya ambil beberapa batang, selama beberapa hari. Lalu terjadilah muncratan itu, squirt itu, dari hidung. Awalnya saya merasa cukup prima, sampai Esa (seorang murid McGregor), mengajak saya ke warung untuk beli wedang jahe hangat. Saya cuek saja sambil terus bermain hape.

"Aku batuk pilek, ayo beli jahe panas."

Saya menyumpah serapah Esa sebagai makhluk yang lemah, dilahirkan dalam keadaan cacat imun, brengsek penyakitan yang tidak bakal hidup lama, jika hidup lama, pasti sengsara dan tubuhnya ditumbuhi penyakit yang akan muncul saban detik--tentu saja semua dalam konteks bercanda biasa. Lalu seketika SROP!

Jancok.

Tiba-tiba hidung saya keluar lendir brengsek itu. Cairan seperti sperma bening, encer, membuat hidung terasa becek, basah. Keparat. Saya berdoa moga-moga saja tidak pilek, soalnya jika pilek pasti berefek di batuk, dan lalu... serak. Ini  ganggu pekerjaan saja. Besoknya saya membeli seperangkat Tolak Angin dan Enervon untuk melawan gangguan imun ini, manjur, saya berasa sehat. Tapi kembali ringsek di malam hari. Waktu banyak saya pergunakan untuk tidur. Saya juga beli Bodrex Flu di apotek. Sedikit mendingan, walaupun masih srop, setidaknya tidak sampai parah. Dan mumpung besok libur kerja, ya sekalian saja saya pulang ke rumah, pulihkan badan, istirahat banyak, dan sedikit lari-lari pagi biar fit.

Kabar paling buruk dari semuanya: bobot saya nambah tiga kilo dalam upaya menanggulangi turunnya imun ini. Nafsu makan saya tidak terbendung. Tiap ada kesempatan selalu makan. Biar tubuh kuat, dan cepat pulih. Persetan gendut deh, yang penting saya sehat dulu, nanti dikurusin lagi. Gampang. Bukankah hidup seperti rollercoaster, kadang gendut kadang kurus.

Eh tapi pengecualian buat Si Devi. Dia diapain juga bakal tetap gendut sih.

Monday, August 14, 2017

Nganggur: A Daily Activities

Sekarang hari-hari saya begitu santai, terlalu santai malah. Jika definisi santai adalah bangun tidur siangan, menolak jadi morning person, lalu melakukan daily activity yang produktif tapi dengan nuansa woles, saya malah lebih dari itu, terlalu santai. Bangun rada sorean, menolak jadi jenis persona apapun, lalu melakukan daily activity non-produktif dengan leha-leha di kasur. Ditambah melupakan mandi pagi, atau kadang sore, dan leluasa untuk ngaplo dan berbuat apa saja. Terlalu santai itu keterlaluan bukan?

Jika lapar saya tinggal ke dapur (yang jarang ada makanan yang berguna karena ibu sendiri masak alakadarnya atau kadang tidak sama sekali), lalu mempersiapkan teflon, membuka kulkas, dan merasa jadi chef sendiri, masak dengan pakai kolor. Lalu saya bayangkan Chef Marinka sedang mengajari saya memasak dari belakang. Oh, men... Tapi ya, mungkin hanya ngelindur saja. Masak apapun dari kulkas terlalu ribet. Selalu ada tahu, tempe, jamur, atau jenis ikan-ikanan yang saya tidak mau menyentuh karena amis. Alhasil karena sudah kelaparan dan orang-orang pada kerja, saya mau tak mau harus sendirian menghasilkan brunch (breakfast lunch!). Mungkin akan makan banyak waktu jika mengolah dari dasar lemari es, akhirnya pilihan lagi-lagi jatuh pada Indomie Goreng. Satu-satunya makanan terbaik di alam semesta, dengan telor dadar tanpa MSG yang saya masak setengah matang. Satu bungkus tidak pernah cukup. Selalu dua. Dan saya adalah tipe-tipe orang yang tidak kudu makan nasi buat syarat.

Mie terus bikin usus melilit (saya kira usus memang sudah melilit dari sononya deh), maka dari itu untuk menyeimbangkan terkadang saya harus menyalakan mesin motor, pergi ke Indomaret. Hanya sesuatu yang instan yang akan kita dapatkan di dalam. Tapi beberapa rombong gorengan atau martabak atau pisang keju selalu nongol di depannya. Jadi saya parkir Indomaret tapi membeli jajanan di luarnya. Hebatnya di sini free parkir jadi saya tidak harus sedia recehan dari rumah. Lalu setelah mengganjal perut tersebut saya selalu bingung harus melakukan apa. Teman-teman sudah pasti kerja. Saya yang beberapa kali akan berkunjung ke rumah teman, Luthfi misalnya, selalu tidak jadi karena dia sibuk. Dia yang belum lulus kuliah sudah mengajar di SMK dekat rumahnya, pulang jam tiga sore, dan kadang mengambil jadwal ekstra, malam sudah terlalu lelah dan tidur pukul sembilan. Sementara Jay, kawan saya yang lain, agak sulit ditemukan kontaknya. Janjian ngopi sedari zaman Orde Baru sampai sekarang tidak pernah terealisasi. Jay pun terkadang juga membantu ibunya berjualan jika malam, dan molor di pagi hari. Sementara itu, golongan bajingan macam Biadab ataupun Keparat (samaran) mungkin sudah melenceng terlalu jauh dari orbit. Mereka doyan mengajak saya having-fun dalam artian sesungguhnya. Tiada hari tanpa botolan. Tiada hari tanpa nongkrong di Gg. Sono (alumni Gg. Dolly kebanyakan sekarang di sini). Saya bukannya menolak kodrat sebagai anak yang tinggal di daerah prostitusi, tapi sedari dulu, keluarga saya sudah dipandang agamis dan terhormat (bapak saya dipanggil kaji di sini), saya tentu berpikir ulang untuk mengiyakan ajakan mereka.

Alhasil, sembari menunggu panggilan dari HRD (saya sudah lolos sebuah tes dengan saya kandidat satu-satunya untuk sebuah newsroom), saya melakukan aktivitas-aktivitas super selow. Kebanyakan aktivitas ini sudah saya rencanakan sejak lama, namun selalu kelupaan atau tidak jadi karena kesibukan tahi kucing saat kuliah ataupun kerja. Ini adalah saatnya balas dendam: hidup sesantai-santainya, melakukan apa yang sedari dulu tertunda. Tentu saja tidak jauh-jauh dengan pop culture yang memang masih jadi hal paling menarik di mata saya sampai detik ini. Ya sambil membunuh rasa-rasa nggateli karena pacar lagi jauh juga.

Menamatkan Seri Game Of Thrones?
Oke baiklah yang ini ternyata berhenti pada eps. 1 season 2, yang itupun masih sampai pertengahan. Saya hanya sempat menamatkan season 1, dan ada banyak keengganan untuk melanjutkan. Tapi beberapa akun Instagram membuat saya penasaran lagi seperti apa kelanjutannya. Apalagi sekarang season 7 sedang on going. Saya sih tidak punya beban sosial apa-apa meskipun masih cupu tentang Game Of Thrones, toh lingkungan pergaulan saya juga seringnya tidak tahu apa itu GoT. Teman-teman saya waktu di Zetizen saja mungkin ya, yang mengamati serial ini. Seperti Mbak Grace, salah satu editor yang sempat menanyakan tentang siapa yang mati di Season 6 lalu. Wah saya Season 2 aja sudah tidak betah, mbak. Apalagi yang bikin saya muak kalau bukan Joffrey yang sok (tapi di spoilernya raja songong ini akhirnya mati juga di season selanjutnya, syukurlah). Saya menghentikan GoT sampai di tengah ya karena ada King Joffrey ini, pusing melihatnya. Sementara agak sedikit ketar-ketir juga dengan jagoan saya dari awal Arya Stark yang bisa saja tiba-tiba dipenggal seperti bapaknya. Ah tapi sudahlah, tidak perlu dipaksakan nonton. Buat yang senasib dengan saya, ditambah dengan dilema sosial karena takut dianggap cupu di pergaulan, bisa baca tips dari VICE berikut.

Meneruskan Silicon Valley
Alhasil saya memilih menonton serial lain yang memang sudah saya ikuti sejak awal. Jika Breaking Bad sudah kelar dan tamat sampai Season 5 dan saya sedih mampus menonton episode terakhirnya, maka Silicon Valley ini statusnya masih on-going. Saya belum tahu apakah ada episode lagi setelah Eps. 10 (sepertinya sih sudah usai). Silicon Valley kali ini sudah sampai Season 4. Serial ini sudah saya tonton semenjak SMA dan mungkin serial kedua favorit saya setelah Breaking Bad. Silicon Valley adalah kisah tentang startup bernama Pied Piper, yang di dalamnya berisi CEO Richard Hendriks, bersama programmer andalan Dinesh yang berasal dari Pakistan dan selalu bertingkah amat norak, dan Gillfoyle, jenius penyembah setan yang punya tato salib terbalik di tubuhnya. Ditemani oleh orang pemasaran, Jared, yang bertingkah bak seorang nerd yang selalu mengusahakan agar semuanya lurus. Dan bajingan tengik pemilik saham dan tukang lobby bernama Erlich Bachman. Ditambah seorang asal China yang bermuka dan berperilaku menyebalkan bernama Jian-Yang, yang tidak lain adalah mantan pembantu Erlich. Mereka semua berkumpul dalam satu rumah, di mana selalu ada saja masalah bagi Pied Piper. Silicon Valley adalah cerita tentang bagaimana mereka mengatasi semua masalah itu, demi membuat Pied Piper menjadi perusahaan bernilai milyaran dollar. Dengan kumpulan karakter macam itu, tentu saja akan terjadi banyak hal tolol, dengan dialog-dialog yang sarkastis, misoginis dan kadang rasis. Serta adanya twist yang membelokkan plot secara tidak terduga. Di Season 4 ini Pied Piper harus menghadapi tantangan baru, di mana arah Richard benar-benar berubah. Masih diselingi dengan antagonis lama semisal Gavin Belson, juga Laurie, bos dari Raviga. Dan... sebelum saya semakin doyan untuk cerewet dan membocorkan spoiler, ada baiknya kalian lihat sendiri saja. Hehe.




Terjebak Di YouTube dan Menjadi Receh
Berikut daftar yang saya tonton:
- Mukbang Indomie
Ini adalah hal paling tidak penting dalam nganggur saya: melihat mukbang, atau orang lagi makan dengan porsi besar, menantang dirinya sendiri untuk menghabiskannya, sambil cerewet depan kamera. Tapi entah kenapa, saya hanya gemar nonton yang Indomie saja. Mukbang Challenge Indomie ini ternyata tidak hanya ada di Indonesia, tapi banyak juga di luaran sana. Orang Amerika yang saya tonton kemarin makan lima bungkus sekaligus, ada juga yang sampai enam. Tapi masih kalah sih dengan Indonesia yang makan lima belas bungkus sekaligus. Nekat amat. Tapi sebagai penggemar mie produksi Indofood ini, melihat orang menyuapkan Indomie ke mulutnya secara rakus dan cepat (pakai sumpit!) membuat ngiler jadi berlipat-lipat. Terkadang di waktu menjelang subuh dan perut saya kembali lapar, melihat Mukbang beginian membuat saya ingin nekat saja ke dapur dan menjereng air. Tapi tidak jadi karena diwanti-wanti ibuk untuk tidak bikin Indomie tiap hari. Jadilah saya ngiler-ngiler sendiri, dan saat rumah sepi, melakukan aksi balas dendam itu. Ya semoga saja saya tidak gendut. Masih 65 kilo. Aman.


Bajingan!
- Lifehack
Ya, masih bermanfaat melihat yang beginian. Kebanyakan memang memanfaatkan barang yang sudah ada untuk memudahkan suatu pekerjaan. Ada lifehack yang sulit dipraktekkan, misal membuat sound system dengan kaleng bekas. Ada juga yang mudah, lifehack balon untuk kondom hape, misalnya. Ada banyak channel bagus, baik luar ataupun lokal yang memberi lifehack-lifehack keren. Tapi hati-hati terjebak di hal-hal receh, seperti lifehack tisu, sebagai pembatas buku. Semua orang sudah tahu lah yang begitu. Salah satu yang bagus adalah Channel Mr. Grue. Channel lokal dan sangat kreatif dalam mengolah benda-benda. Gampang ditiru dan tidak sulit-sulit amat. Setidaknya nganggur saya tidak melulu menonton hal yang tidak berfaedah.
- Cak Nun
Saya tidak pernah nemu ustad, atau tukang ceramah, atau kyai, atau apapun itu namanya yang sreg di hati. Apalagi Armand Maulana yang sempat ceramah kultum jelang buka puasa di NET. Apalagi Ustad Maulana (situ ustad?). Atau Mamah Dedeh ataupun Mamah-mamah yang ceramah di acaranya Uya Kuya yang selalu jeleknya amit-amit itu. Tapi Cak Nun beda. Spirit kebudayaannya terasa. Tidak mendorong umat untuk mengikuti arab, atau pakai jihad taruhan nyawa segala. Orangnya tetap orang Jawa, nggak lali jowone. Apalagi keluarga saya juga NU, dan mbah-mbah buyut juga ada yang beragama Jawa, jadi saya merasa sreg dan pas. Toleransinya, kemudian logikanya, hanya Cak Nun yang bisa saya pahami dan terima. Cak Nun tidak sama sekali mengajarkan kebencian. Atau harus memusuhi orang yang berbeda. Cak Nun malah menyuruh kita berpikir terbuka, kritis, tidak kaku. Beragama, menurut Cak Nun, baiknya harus menyentuh sisi sosial dan psikologi. Bukan sisi surga-neraka tok. Intinya adalah rahmatan lil 'alamin. Cak Nun, menurut hemat saya bahkan lebih teduh dan enak didengar, dibanding adu pintar ala Zakir Naik. 
- Tutorial Masak
Weits, ketahuan deh saya sedang cari ide untuk mengolah makanan di kulkas. Biar tidak Indomie melulu. Sejauh ini saya sudah paham cara masak tahu bulat dan tempe krispi, tinggal menunggu wahyu berupa kemauan ini datang saja untuk bisa memasaknya. Eh tapi resep Indomie Pizza-nya boleh juga tuh buat dicoba.


Telur ceplok bersama Chef Marinka
Penyakit Kambuhan: Unduh Illegal
Isi dompet sedang kering, nganggur pula, tidak ada pemasukan, sementara banyak album bagus di luaran sana baru rilis. Betapa menyedihkannya. Tapi, sungguh, maafkan saya. Dengan sedikit keyword dan menjelajahi mesin pencari, album itu sudah bisa didengarkan, dengan MP3 320 pula. Tidak jauh beda dengan CD-nya. Hm. Tapi membajak tentu saja tetap salah. Maafkan saya. Saya hanya ingin preview lagunya saja. Eh tapi, jadi keterusan. Sialan. Tidak hanya album bagus terbaru yang rilis, beberapa album lama yang luarbiasa bagus juga menarik untuk dikulik. Brengsek, setelah mendapat album-album legenda tersebut, saya kemudian malah tertarik mengunduh album-album obscure super underrated, yang bahkan masih jarang yang mendengarkan. Dan, band-band shoegaze seperti My Bloody Valentine-lah yang membuat saya benar-benar terobsesi. Saya bolak-balik mengunduh album Loveless, di berbagai situs, mencari kualitas sound terbak. Bahkan sekarang saya punya tiga album Loveless; rilisan pertama, rilisan kedua versi remastered, dan rilisan final versi remastered. Lagunya sama saja: dibuka oleh Only Shallow ditutup oleh Soon. Asal tahu saja, My Bloody Valentine merilis debut pertamanya Loveless di tahun 1991, dan album keduanya bertajuk MBV di tahun 2013. Betapa diperlukan jarak sampai 20 tahun lamanya, bagi empunya band ini, Kevin Shields (alaihisalam), untuk berperang dengan writers block, dan menghasilkan karya paripurna. Tapi memang anjing sekali, semua track punya daya bius. Inilah kekuatan indie pop dicampur post rock dicampur zat-zat adiktif, noise, depresi, kesedihan, kekalutan, dan lain sebagainya. Inilah apa yang disebut shoegaze (dengan turunan baru bernama Blackgaze, black metal plus shoegaze, yang dipopulerkan oleh band metal idola saya, Deafheaven). Inilah musik yang membuat saya merasa tidak sekarat sendirian. My Bloody Valentine kemudian membuat saya terus menggali, sampai dasar, di mana saya menemukan banyak sekali mini album mereka, single-single yang tercecer, dan instrumentalia gila dengan semburan gitar fuzz dan berat dari Shields. Kurang ajar. Percaya atau tidak, saya bahkan nemu album band ini sedang berkolaborasi dengan jenius gila macam Thom Yorke! Tentu saja saya mungkin tidak akan pernah paham indahnya racikan sound mereka karena jelas kapasitas otak saya masih belum mencapai spiritualitas itu. Hanya saja karena memang benar-benar terobesesi, ya mau bagaimana lagi. Satu-satunya band yang dapat menyamai obsesi saya terhadap My Bloody Valentine adalah Sonic Youth. Dan desahan Kim Gordon tahun 1989. 

Saya juga mengunduh semua album indie lokalyang baru-baru saja rilis walaupun kebanyakan langsung saya buang setelah sekali dengar. Contoh: eleventwelf, Fourtwenty, Senar Senja, dan band-band yang super kacangan lainnya. Kacrutnya minta ampun. Mending dengar Asal Kau Bahagia dari The Bagindas saja. Tapi ada juga yang bagus, seperti Gaung misalnya. Selain itu ada pula band-band lain yang bikin penasaran tapi tidak sampai atau belum membuat saya terobsesi untuk download. Solusinya: ada Spotify yang walaupun kita tidak punya musik dalam file penyimpanan, setidaknya sebagai preview bagus atau tidaknya. Kalau bagus, kudu punya albumnya fisik, atau minimal MP3-nya. Huhuhehe.

Baca Ulang Sastrawan Sableng Indonesia
Diantaranya Yusi Avianto Pareanom, Sabda Armandio dan Dea Anugrah. Saya kok merasa mereka bertiga punya kemiripan: ceritanya sama-sama ngawur dan nyeleneh, tapi diceritakan dengan teknik luwes dan kadang lempeng, tapi bikin misuh-misuh karena banyak punch-line yang aduhai. Sungguh biadab.

Terakhir, Mampir Yuk Ke Bitterhear!
Proyek blog fiksi saya akhirnya terealisasi. Dengan alamat bitterhear.wordpress.com, setidaknya saya bisa benar-benar menumpahkan seluruh energi cerita super kacau saya dalam satu tempat khusus. Konsep Bitterhear sendiri adalah tanpa konsep, peduli setan. Saya hanya mau bercerita. Atau bolehlah dibilang fiksi murahan atau pulp fiction. Di sini akan banyak ditemui cerita-cerita pendek yang murahan, receh, dan mungkin pantas dimasukkan lubang pantat penghuni neraka paling bawah. Jika musik, mungkin ini bisa diibaratkan punk yang seperti GG Allin. Rusuh, dan tidak teratur. Terserah saja. Intinya, jangan bosan buat berkunjung, dan lalu caci maki saya karena ini kemungkinan besar akan sering update. Hehe. Bitterhear tidak memberi kalian faedah atau nilai moral apapun, tapi setidaknya saya senang karena bisa berbagi isi otak fiksi saya, alter ego menyebalkan saya, dalam blog ini. Mampir ya!

Saya juga sedang menggodok konsep Bitterhear Podcast (radio internet), berisi siaran rekaman suara tidak penting saya menyuarakan uneg-uneg. Kemungkinan besar akan mengudara di Soundcloud setelah benar-benar terkonsep. 

Hm oke deh, ada usul aktivitas lain?