Ini
tidak bisa dibiarkan. Mau sampai kapan isi dompet kita dikoyak segala
pernak-pernik musik?
Mungkin
ada frase ‘jajan rock’—sebagai istilah belanja musik entah itu tape, CD, plat,
sampai kaus band. Kamu tidak harus mengerti frase itu buat njajan. Apapun
motivasinya, musik mungkin sudah jadi semacam candu yang terlalu seru untuk
tidak diusahakan. Kamu butuh, tidak hanya ingin. Hasrat yang menggebu-gebu
untuk tidak beli vinyl Rajasinga atau Taring-nya Seringai edisi splatter vinyl,
bisa disesali seumur hidup kalau tidak dituruti. Kamu ingin benar-benar
menikmatinya secara maksimal, dengan pemutar musik terbaik. Kaus juga harus
original merchandise, tidak boleh premium murah. Pengorbanan bukan hanya
sebagai bentuk dukungan pada musik dan musisi. Tapi lebih pada kenikmatan
pribadi.
Beberapa
orang bertanya ‘ngapain beli tiket konser mahal-mahal, pakai kaus band cotton
30’s mahal, beli vinyl di eBay, bla-bla-bla, sebenarnya mencari apa sih?
Karena
sesungguhnya manusia tidak pernah puas. Dan kepuasan dari musik, selalu harus
diperjuangkan.
Kaus
Band
Banyak
band di Surabaya sudah mulai produksi kausnya sendiri. Ada yang jadi barang
buruan seperti kaus Si Pelanggannya Silampukau. Atau kaus Timeless dengan font
album Beetwen And Beyond. Beberapa merasa ini perlu dibeli untuk mendukung
eksistensi band. Tapi lebih dari itu semua, ini juga bukti betapa cintanya kita
pada musik. Musik tidak hanya nempel di kuping, tapi juga di badan dan kulit.
Kurang cinta apalagi coba? Kita serahkan jiwa raga kita pada musik, karena kita
sadar begitu banyak peran musik di hidup kita.
Plat
Plat
bukan hanya untuk orang-orang berdoku dan tua. Ini masalah kualitas dan kamu
lebih baik kembali ke klasik. Lebih baik menabung tidak apa-apa, beli plat dulu
turntable-nya menyusul. Mungkin event Record Store Day bisa jadi awal yang
bagus. Ya beli plat-plat empat ratus ribuan dari album-album top 40’s yang
keren boleh juga dicoba. Lalu sesudah kamu mengerti ada banyak ‘suara lainnya’
yang bisa terdengar lewat layer-layer tersembunyi dalam lagu, kamu akan semakin
mengerti bedanya headset 18 ribuan dengan turntable. Plat punya perbandingan
1:2 dengan rekaman di studio. Turntable mahal ya? Pikir ulang dulu rencana
nikah pakai resepsi di gedung, lebih baik buat beli turntable, sisanya buat
beli mobil sport. Boleh jugalah.
CD/Tape
Tape
dulu baru kemudian CD. Tape menurut banyak orang lebih romantis, tapi beberapa
orang lebih memuja CD. Semuanya tergantung selera masing-masing—dan di zaman
apa kita bertumbuh. Sebagai genarasi mp3 mungkin memuja Spotify tidak kalah
romantis. Apapunlah buat konsumsi musik. Kita tidak tahu mau jadi apa umat
manusia kalau tidak ada benda bernama album. Mau jadi apa malam gelap gulita
tanpa Mellon Collie and Infinite Sadness? Mau jadi apa anak-anak muda yang
terasing di kelas tanpa Nevermind dan In Utero. Kebanyakan—atau mungkin semua
orang punya utang budi pada tape atau CD. Termasuk audio mobil butut ayahmu
yang doyan memutar sealbum penuh Sgt. Pepper-nya The Beatles dalam perjalanan
mengantarmu ke sekolah.
Buku
Ini
tidak kalah pentingnya, dan mungkin perlu diusahakan. Beberapa dari kalian
mungkin bingung cari dimana buku rilisan Continuum: 33 1/3 karangan Mike
McGonigal. Buku itu membahas semua album yang mungkin pernah masuk kuping
kalian, secara berkelas. Kalau lewat eBay atau Amazon terlalu asing dicoba dan
Bahasa Inggris kalian tidak bagus-bagus amat, mending mulai baca Setelah
Boombox Usai Menyalak karya Herry Sutresna, atau Nice Boys Don’t Write Rock And
Roll-nya Nuran Wibisono yang rilis tahun ini. Seperti kata Erie Setiawan
musikolog Jogja: teks musik membantu lagu atau album, mengatakan apa yang tidak
bisa dikatakan lagu dan lirik. Bacalah!
Tiket
Konser
Karena
musik gratisan berarti tidak segmented dan akan ada banyak penonton
non-penggemar yang nonton hanya untuk eksis belaka. Pernahkah kalian merasakan
sensasi teriak koor massal saat intro bas lagu I Wanna Be Adored dimulai? Kalau belum, buka website The Stone Roses,
cari kemungkinan kapan mereka Reuni lagi, segera booking tiket. Ya, semoga
harganya tidak separuh gaji kalian ya, wahai kelas menengah.
Naskah nan slebor ini pernah dimuat di Majalah SCG.