tag:blogger.com,1999:blog-90901570926136483282024-02-21T23:06:28.367+07:00Tito Hilmawan RedityaTito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.comBlogger119125tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-7250131188342250662020-07-19T20:38:00.001+07:002020-07-19T20:39:30.954+07:00Sambil Selonjoran<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sudah lamaaa sekali tidak menulis di sini. Rindu tak terkira. Tapi saya kira, blog ini memang sudah sepantasnya dimuseumkan. Terlalu banyak kisah, baik yang berdarah-darah, sampai banjir air mata. Anggap saja blog ini merekam semuanya. Sebagai pengingat yang bisa dibuka baca kembali demi nostalgia. Kini, saatnya memulai hal baru.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya punya satu halaman Tumblr yang sudah lama sekali, yang mungkin kalian pernah menemukannya. Update daily sambat, diary ecek-ecek tanpa makna seringkali saya bagikan di situ. Tapi untuk blog yang lebih spesifik tentang buku, film, musik, series, dan lain sebagainya, kalian bisalah mampir-mampir di:</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<a href="http://sambilselonjoran.wordpress.com/"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">sambilselonjoran.wordpress.com</span></a><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Gitu aja ya. Dadah Blogger. . .</span><br />
<br />Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-40404972094087619882018-08-17T21:18:00.001+07:002018-08-17T21:26:34.271+07:008 Lagu Padi Paling Ajaib<b style="font-family: "trebuchet ms", sans-serif; text-align: justify;"><i>Di suatu masa, musik Indonesia pernah berada pada satu
puncak keajaiban. Padi--salah satu yang memicunya.</i></b><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Riwayat tape rongsokan punya kakak perempuan saya tidak bisa
diceritakan tanpa album Save My Soul punya Padi. Tape seringkali memutar lirih
satu album ini tanpa jeda, di kamar si mbak yang berjendela terbuka dan penuh
poster Simple Plan. Itu masih 2003, saya masih kelas tiga SD.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tapi kaset bercover lukisan surealis ini
seolah menandai sebuah era penting dalam hidup saya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Mendengarkan Padi dari masa sebelum saya baligh jelas
membawa memori tersendiri. Sebelum industri musik menjadi kacang pasca viralnya
3gp Ariel-Luna Maya-Cut Tari, Padi berada di satu kontingen bersama Dewa 19,
Sheila On 7, dan Naif. Padi jelas menempati posisi tertinggi. Tape yang
diulang-ulang dalam rumah, menggema di ingatan setiap waktu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Pertanyaan yang mungkin relevan sekarang: apa sih lagu Padi
yang paling ajaib? Saya berusaha menjawabnya sambil membongkar-ulang katalog
lama dari semua album mereka.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>8. "Terbakar Cemburu" (Tak Hanya Diam, 2007)</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Liukan maut Piyu di "Terbakar Cemburu" benar-benar
membakar. Membuat saya cemburu buta pada Fender Stratocaster-nya. Lagu tentang
cemburu selama ini adalah yang dinyanyikan Once dengan marah-marah. Milik Padi
lebih romantis.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Membuat perasaan cemburu
lebih berkesan. Pujaan hati dibonceng orang lain? Sambil berpelukan?
Mendengarkan lagu ini jauh lebih berkelas daripada merencanakan duel
satu-lawan-satu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/dHb55tZ7Cz0/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/dHb55tZ7Cz0?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>7. "Patah" (Save My Soul, 2003)</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Mungkin solo Piyu di awal lagu ini mengingatkan kita pada
kejayaan rock 90-an akhir yang sopan dan romantis. "Memelukmu kuingin,
menyentuhmu kuingin, dan mengucapkan sepatah kata... "; Lirik yang kalau
didengarkan sekarang berpotensi membuat saya mengucek-ucek mata yang agak perih,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sambil melihat riwayat chat yang penuh
emoticon bunga dan ciuman.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/Upni2Sv32ng/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/Upni2Sv32ng?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>6. "Kasih Tak Sampai" (Sesuatu Yang Tertunda,
2001)</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Kasih Tak Sampai" mungkin jadi penghiburan
kegalauan muda-muda era 2000-an, bahkan sebelum kata galau jadi booming.
Petikan gitarnya hanya berfungsi menambah deras air mata. Kalau lagu ini rilis
di masa remaja saya, mungkin saya akan menjadi lebih cengeng saat berada di
fase hampir menenggak Baygon cair pasca putus cinta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/v9SvqaLIGmU/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/v9SvqaLIGmU?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>5. "Harmoni" (Tak Hanya Diam, 2007)</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Terputar sendu dengan vocal Piyu. Jangan lupakan choir yang
parah sekali bagusnya menjelang lagu usai. Kontemplasi yang disudahi dengan
semakin kencangnya gebukan Yoyo. Lagu yang paling doyan wara-wiri di MTV Ampuh
pukul sebelas siang saat VJ kesayangan kita Marissa Nasution masih fresh
graduate. Ehm, Tahukah kalian kalau Ernest Prakasa yang jadi model di video
klip lagu ini?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/bQFr9djFyEg/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/bQFr9djFyEg?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>4. "Jangan Datang Malam Ini" (Tak Hanya Diam,
2007)</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Jangan Datang Malam Ini" justru malah membuat
saya ingin mendatangi sekali lagi pengalaman pertama<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menonton klip lagu ini via Inbox SCTV.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Video klip yang mungkin jika dirilis sekarang
akan jadi bahan perdebatan sengit warganet yang seenak udel. Sheila Marcia<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sebagai bintang klip,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ditampilkan punya affair dengan sesama
jenisnya. Dengan musik minimalis nan segar, Padi membuktikan kalau kekuatan pop
sebenarnya terletak pada kesederhanaanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/dGKPYK61tqA/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/dGKPYK61tqA?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>3. "Tak Hanya Diam" (Padi, 2005)</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Track ini sebenarnya masih amat dingin. Tambah lagi gebukan
drum yang monoton, tidak seperti kebiasaan Yoyo. Penyelamatnya: pertama,
pemakaian organ hammond atau synthetizer. Kedua, siulan Fadly yang syahdu benar.
Ketiga, dari lagu ini kita bisa tahu definisi terbaik dari cinta adalah cinta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/pfvLJViemds/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/pfvLJViemds?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>2. "Hitam" (Save My Soul, 2003)</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Hitam" adalah wahana urakan Padi. Berisi tonjokan
tanpa ampun dari Yoyo si mesin tempur kelas kakap yang doyan membuang tenaganya
demi menggetarkan drum sekalap mungkin. Soundtrack sinetron setan di RCTI
puluhan tahun lalu. Tapi masih menyeramkan dan ngeri didengar sekarang. Di sini
kita bisa mengakui kalau Padi adalah supergrup keren tanpa ampun. Simak
progresi jelang akhir lagu saat musik mulai beralih jadi ajang pamer kegilaan
para alumnus Universitas Airlangga ini. Hasilnya? Desah panjang tanda orgasme.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/MEwAmGKzu-I/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/MEwAmGKzu-I?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>1. "Ternyata Cinta" (Padi, 2005)</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sebenarnya semua daftar di atas hanyalah kedok dan alibi
belaka untuk menuliskan tentang lagu ini. "Ternyata Cinta" adalah
satu lagu yang membuat saya menyadari kalau Padi adalah keajaiban, kalau musik
adalah keajaiban, kalau cinta adalah keajaiban. Sejauh ini, "Ternyata
Cinta" adalah lagu terbaik Padi. Salah satu alasannya? Saya tidak bisa
melupakan intronya yang aduhai brengseknya. Alasan lain? Tidak ada. Lagu ini
terlalu sempurna.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/6QSSHa-E5Oc/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/6QSSHa-E5Oc?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>Ditulis untuk Kolaborasik. Bisa juga dibaca <a href="http://kolaborasik.com/artikel/8-lagu-padi-paling-ajaib-109" target="_blank">disini.</a></i></span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-83394254824131340502018-07-19T21:18:00.001+07:002018-08-16T21:25:37.439+07:00Menyembah YouTube<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Pertanyaan pertama, mengapa manusia harus bekerja. Pertanyaan kedua, mengapa saya mempertanyakan pertanyaan macam pertanyaan pertama. Pertanyaan ketiga, bisakah saya berhenti ngedumel?</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ringkas saja. Ini hari jelang pukul sembilan malam. Saya masih di kantor dan terkepung entah apa itu namanya yang lebih bajingan dari kebosanan. Brengsek. Tapi tahukah Anda bahwa internet selalu menyediakan caranya sendiri untuk menyelamatkan hidup. Tahu-tahu saya sudah berada di YouTube--dengan mungkin milyaran orang yang juga mengakses situs yang sama. Bahkan mungkin pencarian yang sama. Lebih ekstrem lagi, video yang sama!</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Luar biasa. Kita semua ternyata terkoneksi secara tidak langsung dengan YouTube! </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ngomong-ngomong, gerakan self-healing di lingkungan pekerjaan yang membuat kita jadi batu, bisa dilakukan secara sederhana. Sesederhana membuka tab baru, mengetikkan platform video-sharing kesayangan, dan mulailah berselancar sampai mabuk.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tapi apa guna link kalau tidak dibagi? Apa guna fungsi teknologi bernama hyperlink? Apa guna selera manusia kalau tidak dipamerkan? Maka dari itu saya berkenan membagikan sejumlah video yang saya putar random dan berurutan, dan saya harap kalian juga berkenan mengontak saya, membagikan video yang sekiranya bisa menyelamatkan hari-hari saya dari kondisi ekstra boring.</span><br />
<h1 class="title style-scope ytd-video-primary-info-renderer" style="background: rgb(255, 255, 255); border: 0px; color: var(--ytd-video-primary-info-renderer-title-color, var(--yt-primary-text-color)); line-height: 2.4rem; margin: 0px; max-height: 4.8rem; overflow: hidden; padding: 0px; text-shadow: var(--ytd-video-primary-info-renderer-title-text-shadow, none); transform: var(--ytd-video-primary-info-renderer-title-transform, none);">
<yt-formatted-string class="style-scope ytd-video-primary-info-renderer" style="--yt-endpoint-color: hsl(206.1, 79.3%, 52.7%);"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: small;">Deafheaven - "You Without End" (Full Album Stream<span style="font-weight: 400;">)</span></span></yt-formatted-string></h1>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/ITgslYJhfx0/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/ITgslYJhfx0?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya sedang berada tepat di samping editor musik kenamaan Surabaya saat memamerkan track ini kemarin malam. Dalam posisi rebah di waktu jelang hampir subuh hari dengan kondisi badan yang payah dan tenggorokan yang sengak kebanyakan nikotin, mendengarkan album baru Deafheaven adalah keindahan tiada tara. Kata Yang Mulia Editor: "Gini ini black metal? Yang bener?" Saya menanggapinya dengan semakin mengencangkan volume. Kemudian mengulang-ulang satu album Ordinary Corrupt Human Love di Spotify semenjak tadi siang, dan kembali mendengarkannya lagi di YouTube dengan komputer kantor yang sepertinya sudah sangat lelah. Satu pendapat saya: bagaimana mungkin sebuah album metal--ehm, black metal--bisa membuat perasaan saya perih dan tiba-tiba ingin menitikkan air mata? Jawabannya: pemakaian kadar bumbu post-rock, emotive hardcore, dan shoegaze yang begitu proporsional. YouTube hanya selingan. Anda harus mendengarkan albumnya via pemutar yang lebih jernih.</span><br />
<h1 class="title style-scope ytd-video-primary-info-renderer" style="background: rgb(255, 255, 255); border: 0px; color: var(--ytd-video-primary-info-renderer-title-color, var(--yt-primary-text-color)); line-height: 2.4rem; margin: 0px; max-height: 4.8rem; overflow: hidden; padding: 0px; text-shadow: var(--ytd-video-primary-info-renderer-title-text-shadow, none); transform: var(--ytd-video-primary-info-renderer-title-transform, none);">
<yt-formatted-string class="style-scope ytd-video-primary-info-renderer" style="--yt-endpoint-color: hsl(206.1, 79.3%, 52.7%);"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: small;">PENDAKIAN GUNUNG KERINCI Part I - What's in My Bag #DindaDimana</span></yt-formatted-string></h1>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/x44YFCx8xMo/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/x44YFCx8xMo?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/ndfLY7eiQ-4/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/ndfLY7eiQ-4?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>"She's so cute i'm gonna die!"</i> - tulis salah satu komentar di vlog perdananya mbak ini. Bener juga sih. Saking tidak fokusnya, saya bahkan enggak tahu Adinda Thomas ngomong dan menjelaskan apa saja, tahu-tahu video kelar. <i>"Kak terbuat dari apa kok manis banget?"</i> - komen selanjutnya yang saya baca--yang walaupun rada anjing tetap saya amini juga.</span><br />
<span style="background-color: white; font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="background-color: white; font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>rumahsakit - Hilang - Lirik</b></span><br />
<span style="background-color: white; font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><br /></b></span>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/cx8scS9etgA/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/cx8scS9etgA?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Adinda Thomas mungkin adalah penggemar Rumahsakit garis keras karena menampilkan dua lagunya--satu lagu lama yang luar biasa mahadahsyat sampai level menyembah-nyembah, dan satu lagu barunya yang biasa-biasa saja--dalam vlog imut-imutnya di atas. Siapa bisa menahan godaan Dinda? Akhirnya saya menyerah dan mengikuti alur selera Dinda. Dan lagu </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">luar biasa mahadahsyat sampai level menyembah-nyembah dan punya lirik yang beneran ikonik ini akhirnya terputar juga.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>jangan biarkan aku jangan hilang, Mbak Dinda... </i></span>Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-85799927571710877262018-07-13T18:19:00.001+07:002018-07-19T20:37:47.244+07:00Saat Pure Saturday Jadi Band Cover Nan Mengecewakan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxB2EooM3cjaWAu0Ub7kxAPnaRA4z4gkzrChMSJiGLZFJK8n2VquffTDD5sAPDcaU2eRC2KfNNVEtV84Nrazrnp7f4afhjW3QON2okLToIwSPCyoHumZp4EHdhg5Sxp8GtlzVeomkuubZ-/s1600/WhatsApp+Image+2018-07-13+at+18.08.37.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="720" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxB2EooM3cjaWAu0Ub7kxAPnaRA4z4gkzrChMSJiGLZFJK8n2VquffTDD5sAPDcaU2eRC2KfNNVEtV84Nrazrnp7f4afhjW3QON2okLToIwSPCyoHumZp4EHdhg5Sxp8GtlzVeomkuubZ-/s640/WhatsApp+Image+2018-07-13+at+18.08.37.jpeg" width="360" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Gigs kemarin memang jadi perjumpaan perdana saya dengan Pure Saturday. Band yang hanya menyisakan tiga personil asli ini (dengan tambahan Iyo yang sudah mengisi vokal di album Elora), punya tempat tersendiri dalam ingatan. Pasca patah hati luar biasa beberapa tahun ke belakang, album Grey jadi penyelamat dan salah satu pendorong saya untuk bisa menentukan sikap. Bahkan, tanpa tendensi berlebihan, Grey jadi pemicu saya untuk hidup kembali dan kembali hidup. Sayang seribu sayang, tidak ada satupun dari album Grey yang dibawakan di acara yang disponsori merek bir hitam ternama itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Bercerita Grey akan panjang dan mungkin bisa diceritakan lain waktu. Tapi saya ingin menekankan kalau penggemar PS pasti punya satu album favorit, dan mungkin itu bukanlah Grey. Penggemar era lawas mungkin mencintai Utopia, Elora, atau Time For A Change. Semuanya bagus dan berkesan. Tapi di Grey, PS memainkan musik yang berbeda; melebur indie-pop dengan prog-rock. Analoginya; indie pop bisa dianggap musik kebun bunga yang indah mewangi, tapi prog-rock adalah hamparan langit yang gelap, panjang dan berliku. Seperti itulah Grey. Keputusan untuk tidak memainkannya membuat saya kecewa.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya datang di acara seorang diri. Siapapun yang saya ajak sebelumnya kemungkinan tidak mengetahui PS, dan saya mungkin hanya melakukan pemaksaan untuk sekadar menemani. Beruntung di sana saya bertemu Abraham Herdyanto dari Anti Warna Zine dan Ricky Mahardika dari unit space rock Dopest Dope. Mereka datang dengan alasan yang sama: PS punya tempat penting dalam perjalanan mereka menggilai musik. Pun juga saya yang selain ingin menggenapi gigs dari band yang belum sempat saya tonton, juga demi menjaga kenangan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Jancok sepi cok!" Kata Abraham sambil terus berjalan ngalor-ngidul kesana-kemari dengan rambutnya yang tergerai. Sementara Ricky lebih kalem. Frontman Dopest Dope ini sesekali mengangguk mengikuti tata suara sound yang lumayan bagus.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dua sampai tiga lagu pertama PS adalah katalog lama. Katalog nostalgia. Mungkin diambil dari album Utopia. Selanjutnya saya hanya mencatat Pagi, Elora, dan Pathetic Waltz (porsi dengar saya pada lagu-lagu ini lumayan intens). Sekali lagi lagu dalam Grey tidak ada yang dimainkan. Padahal saya menantikannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Crowd yang sepi dan kurang apresiatif mungkin akhirnya membuat PS berinisiatif. Iyo membawa stand khusus tempat kertas lirik. Kemudian mulai membawakan kejutan--demi membuat orang-orang yang asyik sendiri menyesap bir sambil main PS di tengah gigs PS.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Main Play Station sambil diiringi Pure Saturday. PS, diiringi PS." Ujar saya pada Abraham.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Ya, ya. Lumayan lucu." Ujar si skeptis Abraham. Lalu dia menimpali.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Sebenarnya PS ini influence-nya siapa sih!"</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"The Cure." Jawab saya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Abraham melotot. "Mosok?"</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Lalu PS terdengar memainkan intro yang familiar. Oasis dengan Don't Go Away. Anjing, saat cover lagu orang, crowd malah terlihat menikmati. Mungkin karena tahu lagunya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Karena crowd makin terlihat apresiatif saat cover song, PS sepertinya semakin tahu diri. Saya yang dalam hati berharap PS memainkan katalognya sendiri, dibalas intro lagu lain yang memang mungkin sudah diketahui khalayak. The Cure dengan Friday I'm In Love. Disusul intro sejuta umat yang sudah pasti membuat crowd bir hitam bergairah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Ini siapa sih? Lali aku." Tanya Abraham.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"The Killers." Jawab saya. Dan Mr. Brightside yang legendaris itu berkumandang. Saya hampir putus asa karena PS memainkan lagu cover berturut-turut. Tapi di lagu cover terakhir, sedikit membuat saya salut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Eh! Iki opo iki opo? Lali aku." Tanya Abraham lagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Regrets. New Order." Saya menjawabnya dengan hati agak sedikit senang karena lagu ini lumayan asoy geboy, meskipun dibawakan PS.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Abraham kemudian pamit kencing sementara saya dan Ricky sedikit bercakap-cakap.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya kemudian tahu gigs ini akan segera berakhir saat Kosong dimainkan. Ini jadi hits awal PS dan masih dijagokan sampai hari ini. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Secara keseluruhan, saya belum puas. Apalagi ini gigs PS perdana saya. Kemungkinan PS juga baru pertama kali ini manggung di Surabaya. Meskipun pernyataan ini dibantah Abraham, dengan keraguan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Kayaknya pernah dulu buanget maen di sini. Kayaknya."</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Masak sih? Rumahsakit mungkin?" Jawab saya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Eh enggak ya! Rumahsakit 'kan main di Sunday Market pertama. 2013."</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Iyo. Vokalisnya masih Si Lemes. Sakjane nggak usah diganti yo Bram." </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Yoi. Lemes enggak tergantikan."</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Walaupun ancur-ancuran dan fals nemen ya. Haha."</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Pure Saturday, Rumahsakit, Themilo, semuanya grup indie-pop yang punya tempat tersendiri di hati saya. Meskipun mengecewakan, tapi gigs perdana PS saya akhirnya keturutan. Yang belum sekarang hanya tinggal Themilo dan Rumahsakit--meskipun vokalisnya sekarang sudah bisa bernyanyi.</span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-30706323591727999692018-07-07T14:51:00.000+07:002018-07-13T18:10:52.729+07:00Tuan Marah: "Pekerjaan Ini Membuatku Alami Keterbelakangan Mental!"<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>"Di tengah hiruk-pikuk Piala Dunia yang membuat bumi seolah melambat dan lebih santai karena para manusia bisa asyik memantengi televisi sampai jelang subuh padahal besok kerja, aku terpuruk dan seolah berada di ambang batas kebosanan. Menonton pertandingan apapun--kecuali Spanyol lawan Rusia kemarin--belum ada yang membuatku berteriak wow dan melupakan gelapnya jiwa. Ah, aku memang Si Raja Sambat. Tapi apa kegunaan kau, sahabatku, kalau tak kugunakan menampung rewelan dan cerewetanku, tanpa perlu proses dan sok menasehati untuk bersyukur dan bersabar. Semua tukang ceramah adalah tai anjing ngentot babi yang tidak tahu apa yang sebenanya kualami. Semuanya tidak jauh lebih baik dari gorong-gorong... ah sudahlah. Kenapa aku jadi semakin melantur dan mengata-ngatai orang begini. Kenapa juga orang-orang tidak ada yang mengerti aku. Melarangku sambat seolah-olah Mario Teguh hidup kembali dan memasuki pembuluh darah vena orang itu via dubur. Ah bangsat. Mengapa aku mengoceh. Mengapa aku ngotot. Mengapa aku jadi bangkai di tempat kerja yang hidup hanya demi perut dengan mata panas dan lelah, dingin AC goblok dan deru mesin ketik yang membuatku tertahan delapan jam sehari dengan alokasi 70 persen waktu berpikiran untuk terbang seperti burung, lepas ke alam bebas, melupakan hidup penjara yang no life dan anjing-anjing aturan yang mengharuskan kita untuk bersedih-sedih dahulu bersenang-senang kemudian. Goblok. Ini semua membuatku sedikit demi sedikit, alami keterbelakangan mental!"</i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><br /></i></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">***</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Itu tadi adalah tulisan kawan saya, yang harus saya samarkan nama terangnya di sini dan bisa dipanggil Tuan Marah saja. Dia menuliskannya via WhatsApp--lagi-lagi dengan panjang sekali. Saya juga terpaksa memotong, mengedit, dan memperhalus beberapa bagian tulisan ini yang menyebut nama, instansi, atau kata-kata yang terlampau kasar. Pemuatan tulisan ini dalam blog ini murni karena apa yang dialami Tuan Marah ini, agak identik dengan apa yang saya dan ribuan pekerja lain rasakan. Saya berjanji pada Tuan Marah untuk membalas tulisannya ini di blog. Tapi karena kebingungan membalas dengan apalagi--jujur stok cacian dan umpatan saya untuk bumbu tulisan seperti tenggelam ditelan kejemuan pekerjaan. Jadi saya akan bagikan saja materi berat yang berpotensi membuat hidup makin ruwet dan semakin alami mental-breakdown. Atau bisa juga malah bisa melepaskan hormon kelegaan dari dalam diri kita; manusia-manusia pemalas yang diperas korporat sampai keluar ampas dan akhirnya melupakan diri sendiri karena harus melulu palsu di tempat kerja.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Materi berat yang saya maksud langsung teringat begitu saja saat Tuan Marah menuliskan 'keterbelakangan'. Segera saja saya mencari-cari album yang saya simpan di Spotify dan menemukan Tyranation, satu lagi mahakarya dari unit death metal bintang lima Deadsquad. Jujur akhir-akhir ini saya jarang mendengar lagu metal baru. Apalagi yang serapat death metal. Tapi Deadsquad memang punya pesona sendiri. Materinya sejak Horror Vision dilanjutkan Profanatik, selalu saya simpan dan putar. Tidak ketinggalan album baru Tyranation, yang digarap bersama musisi-musisi ternama, seperti Dewa Budjana, Andra Ramadhan, Coki Bollemeyer, bahkan Sudjiwo Tedjo untuk track pembuka berjudul "Jancuk." </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Album ini epik dan menggambarkan dunia pasca-apokaliptik yang tanpa harapan, gelap, dan kotor. Diksi Daniel Mardhany si lirikus sekaligus yang menggeramkannya memang tidak jauh berbeda dari lagu-lagu lain. Penuh benci, kesumat, dan kesakitan. Sangat relevan dengan kondisi Tuan Marah. Karena itu saya membalas gundah-gulana Tuan Marah tadi dengan "The Comfort Of Retardation"; track iblis mati yang mau tidak mau harus nyaman di dunia yang busuk dan alami keterbelakangan. Daniel menggeram: </span><br />
<span style="background-color: white; color: #2c3e50; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="background-color: white; color: #2c3e50; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>We still need an education</b></i></span></span><br />
<span style="background-color: white; color: #2c3e50; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>Teach us how to sold the world
Teach us how to erase your soul
Teach us how to kiss the fear!</b></i></span></span><br />
<div>
<span style="background-color: white; color: #2c3e50; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; color: #2c3e50; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Anjing Setan!</span></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; color: #2c3e50; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/lhu5KUtlCtE/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/lhu5KUtlCtE?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div>
<span style="background-color: white; color: #2c3e50; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-8765623563095910932018-06-07T19:30:00.002+07:002018-07-19T20:35:35.487+07:00Cerita Dewasa Untuk Pemula: Sebuah Pengantar<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>Oleh Bili Sayuti*</i></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjLiZpOYRwvueXBkkr_bM3HunCJ8X-UVh1UDSViPlz4WGIm-3xJ3PFBGzu2ovwNqL8uk-QzhCaFOWxq-5JdutKFQ-tqM08_fu4MhTpeHgzZzldDKRPHsRY-ZMYI_zypSKB84Qj7NPPGnfR/s1600/elisa+morgan%2527s.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="800" data-original-width="512" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjLiZpOYRwvueXBkkr_bM3HunCJ8X-UVh1UDSViPlz4WGIm-3xJ3PFBGzu2ovwNqL8uk-QzhCaFOWxq-5JdutKFQ-tqM08_fu4MhTpeHgzZzldDKRPHsRY-ZMYI_zypSKB84Qj7NPPGnfR/s400/elisa+morgan%2527s.jpg" width="255" /></a></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya pernah punya pengalaman menjijikkan. Sebenarnya tidak etis diceritakan di sini, karena itu saya hanya akan melempar pertanyaan ini saja: pernahkah Anda-anda semua, terutama yang mengaku sebagai moralis tulen, suci tak ternoda, pendukung keras boikot pornographic, ke-gap orang tua anda saat melakukan hal-hal yang kurang senonoh?</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Jika belum, sebaiknya Anda membaca cerita bersambung karya mahasiswa sableng saya ini. Atau kalau Anda memang punya pengalaman ke-gap serupa, Anda juga bisa menyimak dalam-dalam esensi cerita nir-faedah ini dan membandingkannya dengan hidup anda yang tidak kalah absurd. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ini untuk kesekian kalinya saya disuruh membuat kata pengantar untuk proyekan fiksi mahasiswa saya yang sangat kurang ajar ini. Bagaimana tidak? Cerita ini, lagi-lagi dibagikan gratis di sebuah platform digital, dan terang-terangan mendokumentasikan kisah amoral nan jujur soal bagaimana sensasi menonton bokep pertama, atau pengalaman nyabun pertama di toilet sekolah karena tidak betah melihat bu guru magang yang aduhai tampilannya.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Karena itu, Anda direkomendasikan untuk menggantung moral Anda di balik pintu, dan mulai membaca bacaan senggang yang mengingatkan pada kejayaan Enny Arrow dan Freddy S. ini. Gaya penulisan Tito dalam ceritanya kali ini amat ringan, tidak berbelit-belit melilit seperti karyanya terdahulu. Juga tidak terlalu frontal dari segi pemilihan bahasa, meskipun tema yang diangkat terang-terangan berputar pada blue film, onani, dan seks pertama. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sebagai pamungkas saya ingin bertanya satu hal lagi pada Anda: pernahkah Anda onani pakai balsem? Saran saya jangan. Teman saya pernah bermain yang begini ini, lalu tidak sadarkan diri selama dua setengah jam di ruang UKS. Panas.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>Rekomendasi Pak Bili bisa dibaca gratis di <a href="https://www.storial.co/book/cerita-dewasa-untuk-pemula" target="_blank">sini</a>.</i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: x-small;"><i>*Pak Bili Sayuti, mantan dosen saya. Sekarang fokus menjadi slackers di rumahnya. Pasca menamatkan Breaking Bad rekomendasi saya, beliau kecanduan Netflix sampai hari ini.</i></span>Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-687038132839123512018-05-16T19:41:00.000+07:002018-05-16T21:42:57.103+07:00Bagaimana Jajan Rock Mempengaruhi Hidup Kita?<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-align: justify;">Lebih
bernilai mana kaus Joy Division atau My Bloody Valentine? Tape Utopia dari Pure
Saturday atau Rumahsakit? Plat Badai Pasti Berlalu atau Guruh Gipsy? CD album
terbaru Taylor Swift atau Coldplay? Susah kalau perkara selera. Apalagi hasrat
untuk jadi hipster kadang membuat selera jadi terkotak: harus cult, indie,
menyimpang: apapun yang disuka arus utama, kita sebisa mungkin harus
menghindarinya. Mau tidak mau ini berpengaruh pada hasrat belanja. Tapi musik
memang sebegitunya. Memaksa kita keluarkan duit tidak hanya untuk nada dan
irama: kaset dan sejenisnya. Musik juga bisa dipakai, dalam pernak-pernik
merchandise: kaus, bracelet, sampai gantungan kunci. Beberapa tahun terakhir
ini, beberapa penerbit juga mulai rilis buku-buku musik. Musik bisa dibaca.
Elevation Records, label milik Taufiq Rahman penulis musik kesayangan kita
semua—meluncurkan divisi ‘usaha kecil menengah’ bernama Elevation Books. Jadi
gebrakan lewat kumpulan esai musik karya Taufiq, disusul kumpulan tulisan Herry
Sutresna aka. Morgue Vanguard aka. Ucok Homicide – legenda hip hop yang doyan
menuliskan musik secara personal. Apalagi layanan musik streaming seperti
Spotify, yang harus dipaksa premium supaya bebas iklan. 50 ribu terlalu mahal
untuk sealbum penuh A Moon Shaped Pool plus jutaan lagu streaming lain? Atau
bagaimana dengan tiket konser—yang kini makin mudah karena bisa dipesan
virtual. DWP sudah jadi rutinitas, gigs-gigs kampus pakai band lokal juga sudah
ada ticketing, apalagi tur dari band-band rilisan Kolibri atau label-label luar
kota yang ajaib.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ini
tidak bisa dibiarkan. Mau sampai kapan isi dompet kita dikoyak segala
pernak-pernik musik?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Mungkin
ada frase ‘jajan rock’—sebagai istilah belanja musik entah itu tape, CD, plat,
sampai kaus band. Kamu tidak harus mengerti frase itu buat njajan. Apapun
motivasinya, musik mungkin sudah jadi semacam candu yang terlalu seru untuk
tidak diusahakan. Kamu butuh, tidak hanya ingin. Hasrat yang menggebu-gebu
untuk tidak beli vinyl Rajasinga atau Taring-nya Seringai edisi splatter vinyl,
bisa disesali seumur hidup kalau tidak dituruti. Kamu ingin benar-benar
menikmatinya secara maksimal, dengan pemutar musik terbaik. Kaus juga harus
original merchandise, tidak boleh premium murah. Pengorbanan bukan hanya
sebagai bentuk dukungan pada musik dan musisi. Tapi lebih pada kenikmatan
pribadi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Beberapa
orang bertanya ‘ngapain beli tiket konser mahal-mahal, pakai kaus band cotton
30’s mahal, beli vinyl di eBay, bla-bla-bla, sebenarnya mencari apa sih?<o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Karena
sesungguhnya manusia tidak pernah puas. Dan kepuasan dari musik, selalu harus
diperjuangkan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><b><br /></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><b>Kaus
Band</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Banyak
band di Surabaya sudah mulai produksi kausnya sendiri. Ada yang jadi barang
buruan seperti kaus Si Pelanggannya Silampukau. Atau kaus Timeless dengan font
album Beetwen And Beyond. Beberapa merasa ini perlu dibeli untuk mendukung
eksistensi band. Tapi lebih dari itu semua, ini juga bukti betapa cintanya kita
pada musik. Musik tidak hanya nempel di kuping, tapi juga di badan dan kulit.
Kurang cinta apalagi coba? Kita serahkan jiwa raga kita pada musik, karena kita
sadar begitu banyak peran musik di hidup kita.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><b>Plat</b></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Plat
bukan hanya untuk orang-orang berdoku dan tua. Ini masalah kualitas dan kamu
lebih baik kembali ke klasik. Lebih baik menabung tidak apa-apa, beli plat dulu
turntable-nya menyusul. Mungkin event Record Store Day bisa jadi awal yang
bagus. Ya beli plat-plat empat ratus ribuan dari album-album top 40’s yang
keren boleh juga dicoba. Lalu sesudah kamu mengerti ada banyak ‘suara lainnya’
yang bisa terdengar lewat layer-layer tersembunyi dalam lagu, kamu akan semakin
mengerti bedanya headset 18 ribuan dengan turntable. Plat punya perbandingan
1:2 dengan rekaman di studio. Turntable mahal ya? Pikir ulang dulu rencana
nikah pakai resepsi di gedung, lebih baik buat beli turntable, sisanya buat
beli mobil sport. Boleh jugalah.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; line-height: normal;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;">CD/Tape</span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tape
dulu baru kemudian CD. Tape menurut banyak orang lebih romantis, tapi beberapa
orang lebih memuja CD. Semuanya tergantung selera masing-masing—dan di zaman
apa kita bertumbuh. Sebagai genarasi mp3 mungkin memuja Spotify tidak kalah
romantis. Apapunlah buat konsumsi musik. Kita tidak tahu mau jadi apa umat
manusia kalau tidak ada benda bernama album. Mau jadi apa malam gelap gulita
tanpa Mellon Collie and Infinite Sadness? Mau jadi apa anak-anak muda yang
terasing di kelas tanpa Nevermind dan In Utero. Kebanyakan—atau mungkin semua
orang punya utang budi pada tape atau CD. Termasuk audio mobil butut ayahmu
yang doyan memutar sealbum penuh Sgt. Pepper-nya The Beatles dalam perjalanan
mengantarmu ke sekolah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><b><br /></b></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><b>Buku</b></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ini
tidak kalah pentingnya, dan mungkin perlu diusahakan. Beberapa dari kalian
mungkin bingung cari dimana buku rilisan Continuum: 33 1/3 karangan Mike
McGonigal. Buku itu membahas semua album yang mungkin pernah masuk kuping
kalian, secara berkelas. Kalau lewat eBay atau Amazon terlalu asing dicoba dan
Bahasa Inggris kalian tidak bagus-bagus amat, mending mulai baca Setelah
Boombox Usai Menyalak karya Herry Sutresna, atau Nice Boys Don’t Write Rock And
Roll-nya Nuran Wibisono yang rilis tahun ini. Seperti kata Erie Setiawan
musikolog Jogja: teks musik membantu lagu atau album, mengatakan apa yang tidak
bisa dikatakan lagu dan lirik. Bacalah!</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><br /></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-indent: -0.25in;"><b>Tiket
Konser</b></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Karena
musik gratisan berarti tidak segmented dan akan ada banyak penonton
non-penggemar yang nonton hanya untuk eksis belaka. Pernahkah kalian merasakan
sensasi teriak koor massal saat intro bas lagu I Wanna Be Adored dimulai?<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kalau belum, buka website The Stone Roses,
cari kemungkinan kapan mereka Reuni lagi, segera booking tiket. Ya, semoga
harganya tidak separuh gaji kalian ya, wahai kelas menengah.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>Naskah nan slebor ini pernah dimuat di <a href="https://www.instagram.com/majalahscg/?hl=id" target="_blank">Majalah SCG</a>.</i></span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-6378224837306002872018-05-16T19:34:00.001+07:002018-05-16T19:34:07.006+07:00Deathwords – Abandon The Truth: Jenuh dan Terasing Dalam Buram Hitam Putih<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe width="320" height="266" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/rRW6uJtRiH0/0.jpg" src="https://www.youtube.com/embed/rRW6uJtRiH0?feature=player_embedded" frameborder="0" allowfullscreen></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kita sering merasa
terasing tanpa tahu apa itu keterasingan; Marx menjelaskannya dengan agak
bertele-tele dan mungkin bagi saya yang berotak di bawah rata-rata ini cukup
membingungkan: manusia terasing dari dirinya sendiri, akibat dari sistem
kapitalis yang membuat manusia bekerja agar tidak kelaparan. Bla-bla-bla
selengkapnya bisa baca Manifesto--atau sekalian Das Kapital. Tapi kamu bisa
sedikit-sedikit belajar soal keterasingan dalam video klip baru Deathwords;
unit brutal stoner (begitu saya menyebutnya), berisi sobat-sobat SMA saya yang
sejak dulu jadi begundal. Kita digiring di situasi hitam putih: buram dan agak
sedikit menyeramkan. Kota Malang, tempat klip itu diambil, terasa seperti
Norwegia, atau kota di negara Eropa yang jadi tempat kelahiran Black Metal.
Padahal hanya menyorot sisi paling remeh dari Pasar Besar Malang, sampai daerah
Kayu Tangan. Keterasingan dalam klip bisa dilihat dari kusamnya Converse punya
Iqbal--si vokalis dengan geraman mematikan--lalu angan kita secara otomatis
memasuki situasi nihil. Bocah bahagia bermain ayunan tampak kelabu; mendung dan
melankoli. Jerit-jerit Iqbal yang ditampilkan berjalan di trotoar pertokoan
menunjukkan sisi muram kota. Busuk dan tidak indah. Bagaimana Iqbal menyiksa
pita suaranya diiringi berat knalpot distorsi Riki; membuat rasa tertohok dan
meradang dalam satu paket. Malang kota hujan, tampak ortodoks dan ragu. Denging
Tomi Iommi menekankan pengaruh Sabbath yang kuat. Klip mulai menggelinding
menyorot aspal keras, dan jalan yang mulai penuh dengan hal-hal yang
menggelisahkan. Meskipun sederhana, pikiranmu perlahan akan penuh deru. Seolah
ada asap dalam hisap Marlboro yang tertelan dan masuk ke otak. Linu dan pegal,
saya akui, tapi Deathwords sedang membangun nuansa. Split underground dengan
Band Singapura tampak perlu digembar-gembor sebagai hal yang luar biasa; hanya
saling berbagi keterasingan, kemuraman, kegelisahan--yang selalu ada di
gang-gang kotor penuh kecoak, asbak yang selalu pekat terisi, got penuh kadal
dan tikus coro: sudut suburb sebuah kota yang meskipun brengseknya minta ampun,
tetap nyaman untuk ditinggali. Terbiasa dengan keterasingan, lalu
sedikit-demi-sedikit mencicil kejenuhan dan lambat laun mencapai titik didih
keputus-asaan. Mengutip Nietzsche: aku bukan manusia, aku dinamit. Lamat-lamat
kita akan meledak sendiri. Meledek dan mengumpat pada hidup. Siaga pada
kesedihan yang bisa datang dalam hitungan menit. Segaring Indomie yang kita
makan mentah. Absurd, kosong, sekaligus renyah dan beracun. Mungkin
keterasingan tiada peduli situasi apapun: ia bersemayam dalam pikir bawah
sadar. Sistem pendingin dalam tubuh kita tidak berfungsi; seperti Malang yang
semakin penuh, sesak, dan tidak bisa dinginkan panas kotanya sendiri.
Deathwords menggambarkanya dalam klip berbudget rendah, tapi dengan kemasan
yang mengena.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i>Tulisan sebelumnya dimuat di <a href="https://waywardmagazine.wordpress.com/2018/02/13/deathwords-abandon-the-truth-jenuh-dan-terasing-dalam-buram-hitam-putih/" target="_blank">Wayward Online Magz.</a></i></span></span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-17935369656800266272018-05-05T16:24:00.002+07:002018-07-06T18:10:19.216+07:00Merayakan May the Fourth Be With You<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimXk5IrX_ZUSXyJXbROrqeX5Lt-NuPo1PnyevfamwFEXaFp5g42TKX0kHN63ufOgFctEadPHSBCA_gUsrPxVNKWRZKZIB-8qmA8-S5dTjHwBX6NPNyG7PKuTg6_pRhTVBSMBCwABiNtzDX/s1600/maythe%252Bfourth.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="455" data-original-width="810" height="223" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimXk5IrX_ZUSXyJXbROrqeX5Lt-NuPo1PnyevfamwFEXaFp5g42TKX0kHN63ufOgFctEadPHSBCA_gUsrPxVNKWRZKZIB-8qmA8-S5dTjHwBX6NPNyG7PKuTg6_pRhTVBSMBCwABiNtzDX/s400/maythe%252Bfourth.png" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">source: wilx.com</span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Demi memperingati empat Mei alias Star Wars Day, saya baru saja mengkhatamkan The Last Jedi via situs streaming gratisan. Saya memang bukan penggemar Star Wars yang taat, malah kadang sering lupa jalan cerita dan nama tokohnya. Tapi secara garis besarnya, saya tentu ingat karena sejak usia dini sudah dicekoki hal macam beginian via VCD rental. Star Wars Episode IV sampai VI sudah pernah saya tonton kira-kira di usia sebelum sekolah dasar. Membuat saya sempat trauma dan ketakutan pada sosok Darth Maul yang muncul di Phantom Menace. Sekuel selanjutnya, I sampai III sempat saya tonton di ANTV di hari-hari kecil saya. Meskipun sempat lupa dan harus menontonnya kembali saat kuliah; khusunya di 2015 akhir saat Star Wars Episode VII The Force Awakens membuat ramai jagad raya. Saya yang sudah lama menimbun memori perang bintang mau tidak mau harus menggalinya lagi. Alhasil, saya sudah menemukan titik terang dan jalan cerita yang jelas, seiring kedewasaan pikiran. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Star Wars memang menarik dan pantas ditonton meskipun saya bukanlah fans yang terlampau fanatik. Tapi memang manusia yang belum pernah menonton Star Wars seumur hidupnya sama saja seperti mengkhianati budaya pop; keterlaluan, kemana saja kalian selama ini? Lalu tibalah saatnya saat trailer The Last Jedi meluncur dan saya sungguh tidak sabar menunggu natal tahun lalu, saat film diputar serentak di seluruh bioskop kesayangan Anda. Tapi nyatanya hidup adalah sekumpulan tai kucing yang menyebar di jalanan; bisa terinjak tanpa diduga. Adaptasi dengan waktu kerja dan ketidaksesuaian agenda dengan pacar--rekan nonton waktu itu--membuat saya menunda-nunda terus menonton pemutaran The Last Jedi ini. Alhasil saat niatan untuk menonton mulai terlupakan karena banyaknya kesumpekan hidup, termasuk bertengkar dengan pacar dan remeknya badan di awal bekerja, The Last Jedi sudah hilang dari peredaran. Saya menggoblok-goblokkan diri karena menonton Star Wars memang punya kesenangan tersendiri; terutama saat bersama dengan fanatik Star Wars yang kebetulan menonton. Ada hawa-hawa nostalgik saat soundtrack John Williams berkumandang di pembuka; ada rasa haru, ingatan kolektif masa kecil. Seperti saat saya menyaksikan langsung saat pemutaran The Force Awakens--film Star Wars pertama sesudah sekitar sepuluh tahun penantian. Kemunculan Han Solo dari Millenium Falcon disambut riuh penonton, bahkan ada yang bertepuk tangan. Momen seperti ini sangat jarang, meskipun kadang bisa dijumpai di film yang punya banyak massa; seperti sekuel Marvel atau DC. Tapi saya tidak bisa merasakan momen itu di The Last Jedi, yang kabarnya jadi sekuel terakhir Star Wars. Dan saat perayaan May the Fourth inilah saya seperti diingatkan kembali untuk menamatkan Star Wars. Hasilnya adalah streaming via komputer kantor selama dua jam setengah, lalu teka-teki serta rasa penasaran saya hilang sudah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Walaupun sangat telat, izinkan saya bercerita sejenak. The Last Jedi dibuka dengan adegan di luar angkasa; baku hantam antara First Order dan Pemberontak. Aksi sudah dimulai sedemikian dini. Tidak ada nafas yang terbuang sia-sia karena ketegangan di film ini bisa muncul di adegan hening sekalipun; saat Rey bertemu Luke Skywalker di suatu tempat indah nan antah berantah. Banyak spekulasi bermunculan yang akhirnya berbelok tajam; semacam twist yang tidak akan terduga oleh penebak manapun. Teka-teki siapakah Rey akhirnya terjawab. Alasan Luke memilih sembunyi juga bisa diterima nalar. Selebihnya adalah hal-hal mengejutkan lain yang berpotensi jadi spoiler saat saya ocehkan di sini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tapi toh mungkin semua sudah nonton The Last Jedi, jadi istilah spoiler tadi sepertinya tidak relevan. Intinya yang paling menarik adalah pertemuan Rey dan Kylo Ren (Ben Solo) via Force, yang saling melempar pengaruh dan kekuatan. Juga pertemuan sekaligus duel terakhir antara Luke Skywalker, ksatria Jedi terakhir, dengan Kylo Ren, anak cucu Darth Vader. Nafas dibuat berhenti saat menyaksikan film yang katanya jadi akhir dari Star Wars. Meskipun kita semua tahu pada akhirnya kalau tiga sekuel lanjutan akan segera diproduksi. Ini berarti The Last Jedi bukanlah sekuel terakhir. Tebakan kalian salah semua. Tapi masih mending daripada saya yang telat menonton dan baru bisa menjawab semuanya, saat dunia mulai disibukkan dengan spoiler Infinity War. Karena itu saya ingin membagi satu spoiler penting kalau di The Last Jedi, Jenderal Snoke, pak tua pimpinan First Order, tewas dibantai Rey, dan nasib Luke Skywalker... silahkan tebak sendiri.</span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-6620903006148046782018-04-20T19:23:00.003+07:002018-04-20T19:23:29.237+07:00Menyetujui Rejeki<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Manusia memang doyan sambat. Sedikit-sedikit menyalahkan keadaan, ngedumel dan ngomel sendiri. Walaupun tahu dan sadar kalau semua tidak akan bisa membalik keadaan. Manusia gudangnya ngomel, dan parahnya isi omelan dan sumpah serapahnya tidak habis-habis. Kemarin saat obrolan via chat dengan Mas Rona, saya seperti kembali diingatkan untuk tidak terus merengek-rengek akan nasib. Rona sebagai jurnalis musik paling berpengaruh di Surabaya (sejauh mata memandang), banyak memakai kata rejeki dalam chat. Inilah yang membuat saya tiba-tiba sadar kalau saya tidak pernah memakai kata ini. Rejeki atau rezeki dalam versi baku KBBI, memang kata yang ajaib. Tidak heran kalau para orang tua banyak menyelipkan kata <i>rizki </i>untuk nama anak mereka. Selama ini saya belum sadar kalau sudah diberi rejeki yang melimpah ruah. Tidak pernah kekurangan uang untuk ngopi, selalu bisa makan cukup, dan membeli tetek bengek remeh temeh yang sebenarnya juga saya tidak butuh-butuh amat. Selama ini saya menganggap kerja adalah kewajiban, <i>just for money.</i> Ini membuat saya berasa seperti robot uang yang bekerja dengan satu motivasi: duit. Tapi tentu saja hati ini rasanya tiap hari gundah gulana. Anjing, pekerjaan gini amat. Tapi terus dipacu demi duit, duit, duit. Dengan mengganti kata duit dengan rejeki, konotasi dan maknanya sepertinya berubah. Jadi bekerja memang tujuannya mencari rejeki. Kalian tahu rejeki menurut versi Ibunda saya itu seperti apa? Rejeki bukan hanya sekadar uang, tapi juga koneksi, pengalaman, dan ilmu yang tidak ternilai. Selama saya bekerja ini, tidak terhitung kenikmatan rejeki yang saya peroleh, dan itu benar-benar priceless. Perenungan saya malam ini akhirnya membawa saya pada berbagai pertanyaan, sebelum akhirnya bingung sendiri dan akhirnya memilih melanjutkan membaca Dilarang Gondrong terbitan Marjin Kiri yang aduhai ciamik itu. Ya, semoga saja tulisan dan perenungan ini ada guna manfaatnya yaa.</span>Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-45354458185048045392018-04-02T15:07:00.003+07:002018-04-02T15:07:51.470+07:0010 Pertanyaan Tak Kunjung Ada Jawabnya<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b><i>1. Kenapa ada orang yang suka Fourtwenty?</i></b></span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Gelombang folk Indonesia menghasilkan sejumlah band dengan tiga tipe; luar biasa bagus, biasa saja, dan buruknya minta ampun. Fourtwenty; tidak termasuk ketiganya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b><i>2. Kenapa harus bangun pagi?</i></b></span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kalau jawabannya buru-buru kerja biar rejeki tidak dipatok ayam, saya menyerah dan tidak akan bertanya lagi.</span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b><i>3. Kenapa harus kerja delapan jam sehari enam kali seminggu (dan di beberapa perusahaan, tanggal merah dan weekend tidak libur)?</i></b></span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Uang? Masa depan? Membedakan diri dari hewan? </span><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Betapa lelahnya.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b><i>4. Kenapa hampir semua orang merasa dirinya benar?</i></b></span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Saya harap saya salah karena sudah mempertanyakan ini.</span><br />
<br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b><i>5. Kenapa outro di lagu "Di Bangku Taman" dihilangkan di album Time For A Change?</i></b></span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hanya Tuhan dan Pure Saturday yang tahu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b><i>6. Kenapa orang harus mempertanyakan sesuatu?</i></b></span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Saya tidak puas dengan quote Phytagoras: pertanyaan yang bagus mendorong hidup Anda semakin progresif.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b><i>7. Kenapa harus nyoblos?</i></b></span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Nyoblos lima menit untuk menentukan lima tahun? Sepertinya ada yang aneh.</span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b><i>8. Kenapa harus menjilat bos dan terlihat baik di mata semua orang?</i></b></span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Opsi pertama: Karena hidup cuman sekali, berpura-puralah. Opsi kedua: be your fucking self like a Kurt Cobain eksistensialism quote.</span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b><i>9. Kenapa dalam setiap pertemuan ada perpisahan?</i></b></span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kecuali karena maut, perpisahan dalam konteks apapun selalu membuat kita penasaran, menduga-duga, lalu berdamai dengan perasaan. Mungkin jawabannya supaya mendidik kita lebih dewasa. Mungkin.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b><i>10. Kenapa kita tidak jadi anak kecil selamanya?</i></b></span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Karena tiap hari bulu-bulu di organ tubuh kita selalu bertumbuh. Tapi saya yakin itu bukan jawabannya.</span>Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-15765417518559030082018-03-31T13:49:00.003+07:002018-03-31T13:49:33.050+07:00Ridho Riblisiandi Putra (1994 - 2018)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgel5pxNn4iJkXCuDc-R0oSFkYyDQbpnwx34F5wkFLkIYhGARiA29L5EtMbwCI8pRr2xA5_YF8MzsfQjTU58525aIx_RVg32JDHDL2HxEl-gv5KatkTKlYP_deHPMRRaPO1Jh29ohJEEef1/s1600/25037524_190249034889219_828680043881299968_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="640" data-original-width="640" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgel5pxNn4iJkXCuDc-R0oSFkYyDQbpnwx34F5wkFLkIYhGARiA29L5EtMbwCI8pRr2xA5_YF8MzsfQjTU58525aIx_RVg32JDHDL2HxEl-gv5KatkTKlYP_deHPMRRaPO1Jh29ohJEEef1/s400/25037524_190249034889219_828680043881299968_n.jpg" width="400" /></a></div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sekali lagi aku menulis obituari, dan berharap ini jadi yang terakhir. Tapi kau tahu, kematian tidak pernah berhenti, selalu mendadak, dan seringkali mengagetkan. Aku tidak tahu kenapa kau meninggalkan kami semua begitu cepat, Mas San. Terlalu banyak ingatan yang meski kubuka saat membuka memori tentangmu. Tentang hidup yang masih polos saat kita sama-sama rajin mengaji di TPQ pukul dua siang, saat kau membimbingku--anak bawang ingusan yang selalu apes dalam permainan kejar-kejaran--untuk menjauhi teman yang kau anggap sengak dan kaku. Atau saat kau begitu mudah membeberkan standar warna favorit--dan saat itu kau masih kelas lima SD--dan yang terlambat aku sadari, bahwa Caroline--cinta pertamamu sewaktu masih di sekolah dasar--benar-benar cantik dan mempesona. Aku langsung mencari-carinya di semua akun media sosial saat kabar kematianmu datang, tapi entah tidak kutemukan--termasuk juga media sosialmu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kita sudah lama, lama sekali tidak bercengkrama. Lebih kurang enam atau tujuh tahun semenjak kau lulus SD dan memilih melanjutkan studi keluar kota. Sementara aku, disini-sini saja, masih dengan bekas nasehat dan kegilaanmu. Aku ingat momen di mana kamu menyobek satu lembar ayat suci, melipatnya jadi 32 bagian dan menambalnya dengan plakban. Kamu namakan itu jimat dan menyuruhku membawanya supaya sakti. Hanya saja aku terlalu polos hingga cerita ini mudah menyebar. Akhirnya kamu sempat kecewa padaku, kekecewaan anak bau kencur yang sehari-dua hari sudah berganti rupa. Kita kembali berkumpul di pos ronda, bermain karambol, kelereng, dan perang lempar-lemparan mangga yang masih bayi dengan anak gang sebelah. Padahal kau anak gang sebelah juga tapi yang aku ingat, kau membela gang kami, dan dengan nyala mata yang penuh kebahagiaan, menyasar wajah Kloneng--tokoh terpandang di gang sebelah--untuk dilempari mangga. Dan saat mangga itu tepat mengenai matanya, kamu seolah jadi anak kecil paling bahagia sedunia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Masa kecil yang indah dan aku tidak pernah tahu cara untuk kembali ke sana. Kamu pergi begitu saja meninggalkan bekas ingatan yang tidak pernah rampung. Bahkan aku harus mengakui ini: kalau di semester kedua kelas empat SD aku sangat mengidolakanmu dan berusaha menyamai kegilaanmu. Hasilnya adalah Bu Tutik yang marah-marah di depan kelas, membuatku dipanggil dan dihardik karena meludahi Yunus--seorang bocah tidak naik kelas yang sebelumnya jadi temanmu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kalau ada satu kenang yang harus aku bawa dan rawat, adalah kegilaan TPQ kita dibawah naungan Ustadzah Ulfa. Bagaimana di suatu hari, kita berlomba mencuri rambutan dan besoknya Ustadzah kesayangan kita itu menangis sejadi-jadinya, lalu membelikan semua pencuri tadi, termasuk aku, kau, Samsul Suhendro, Herlly Prakoso, Diki Diantono, dan semua kawan seangkatan kita, satu plastik rambutan supaya kami tidak mencuri lagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ada sedikit air yang kuusap di sudut mata saat mengingat ini. Terutama Mbak Olin--Caroline--yang ada di lokasi saat kami membuat Ustadzah Ulfa menangis. </span><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Tapi semua ini tentangmu, Mas. Tentang masa kecilku. Tentang begitu cepatnya larimu saat bermain kejar-kejaran. Tentang aku yang selalu kau rangkul dan kau anggap adik sendiri. Menolong aku saat jatuh dari sepeda, membela aku saat dihadang bajingan gendut jelek hitam bernama Djaya, memberi tahuku cara mudah memainkan permainan tazoz Chiki, atau mobil krek-krekan sebelum Hot Wheels booming.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Only good die young, mas. Aku selalu percaya hal itu, dan kau harus tahu, dimanapun dirimu berada, masa kecilku akan terus berlarian bersamamu; dalam ingatan yang akan kubawa dan kuceritakan ke anakku nanti.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i>"Dulu Papa punya sahabat baik, namanya Mas Sandi..."</i></span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-24933773141269347802018-03-31T13:34:00.000+07:002018-05-03T18:43:54.614+07:00Long Weekend Nan Mantap Anjing<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ini adalah hari kesekian saya bekerja di suatu media berita di mana karyawan on air-nya tetap masuk meskipun tanda di kalender menunjukkan tanggal merah. Long weekend dimulai Jumat ini hanya saja saya sebagai pekerja pantang merasakannya. Sesudah dibombardir tugas kantor yang menumpuk sejak pukul sembilan pagi, saya akhirnya bisa rehat selepas pukul lima sore. Sobat saya, Jonip, merencanakan untuk membunuh stres barang sebentar nanti malam. Entah itu memperingati hari film nasional di bioskop terdekat, main ke gereja merayakan Jumat Agung Paskah, atau sekadar ngopi rasan-rasan dengan jutaan rutukan dan luapan perasaan tertekan atas ritme kerja yang membuat kehidupan kaum somplak seperti kami amburadul jaya. Tapi apa daya badan sudah terlalu keras dihantam teks-teks berita. Kepala sudah sedemikian puyeng dan sedang malas dihantam paracetamol. Akhirnya sesudah mengisap bunga saya rebah sejenak, sambil mencoba membuka mulut, melemaskan otot-otot. Saya membayangkan adegan dalam Spongebob Squarepants di mana salah satu tokoh antagonis kesayangan kita, Squidward, sedang berusaha melepaskan diri dari gangguan Si Kuning dan mengafirmasi dirinya dengan berkata "santai, santai, santai." Tapi sesudah membayangkan adegan itu saya malah terbang entah ke mana, mengalami pertempuran luar biasa di alam mimpi, dan bangun dengan bermacam-macam umpatan karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan. Brengsek bajigur. Saya langsung mengecek ponsel dan ada ribuan message dan telfon. Salah satunya dari Jonip yang saya duga sedang marah tidak karuan, menganggap saya seorang terkutuk yang menyalahi janji dan rencana. Dan yang sureal adalah suasana di luar sedang hujan begitu derasnya. Satu hal lagi, kawan baik saya, Mas Nirwana, menyampaikan kesedihan dalam sebuah kiriman share location di WhatsApp. Saya langsung mendadak bodoh karena selepas pulang kerja tadi mengajak Nirwana ini ngopi-ngopi juga di daerah Ketintang. Saya langsung merasa berdosa dan iba tapi tidak mau berlarut-larut. Akhirnya saya kembali menumpuk guling di atas kepala, menikmati badan yang sudah segar sesudah tidur tiga jam, dan ingin merasakan kembali kesyahduan. Mata yang masih sepet begitu asoy dipejam-pejamkan. Hawa yang dingin karena hujan, sungguh mantap anjing karena biasanya Surabaya selalu gerah dan panasnya minta ampun. Terbersit keinginan untuk makan karena perut terakhir kali diisi pentol pukul lima sore tadi. Tapi sedihnya di luar hujan dan saya sedang sedemikian enjoynya menikmati suasana asoy geboy ini.</span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-54790436702377993492018-03-30T13:33:00.002+07:002018-03-30T13:33:26.375+07:00Sebuah Kiriman Kegelisahan Kaum Pekerja<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sepulang kerja (ini pukul setengah dua dini hari), saya mendapat kiriman puisi, atau prosa, atau apalah ini, dari sobat dekat saya. Beberapa waktu sebelumnya saya merekomendasikannya untuk menonton Captain Fantastic, film manusia yang menolak modernitas. Nyatanya dia keterusan dan sedikit nyandu dengan film sejenis. Dilahap pula Into The Wild dan film yang diangkat dari novel Nick Hornby (dia memberi saya tebak-tebakan tapi saya belum tahu judulnya). Bahkan, bocah ini terlalu keterusannya sampai menonton pula George Of The Jungle. Mungkin ini yang membuatnya merasa agak sedikit nge-blank dan menuliskan tulisan ini. Dia mengirimi saya via WhatsApp sesudah telepon selama sekitar limabelas menitan membahas rencana ngopi karena dia sedang butuh cerewet dan curhat; membahas masalah kerjaan yang semakin asu--katanya. Tulisannya saya taruh sini, selain sekadar untuk mengisi blog yang sudah lama tidak terisi, apa yang dia tulis sepertinya sama dengan apa yang saya rasakan sekarang. Anggap saja penulisnya bernama Tuan Marah. <i>Sorry kalau kau membaca prosa penuh amarahmu di blog cihuy kesayanganku. </i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Selamat membaca, handai taulan!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i>Seharusnya, kita punya waktu untuk diri kita sendiri. Sebentar saja, jangan lama-lama. Dua-tiga hari, tanpa harus dihantui suara khas dari keyboard saat dipencet, tetikus yang kita gerakkan kesana-kemari, klik laman, software, folder, mata yang menatap ruang maya dibalik LCD. Tambah lagi dinginnya pendingin ruangan 16 derajat Celcius, televisi berita keparat yang terus menjerit, kursi yang tidak pernah nyaman, tertawa palsu, bodoh dan tidak lucu, sikap sok asyik, sok dekat, sok jaim, sok akrab antar rekan kerja. Profesionalisme kepentingan pribadi, peduli hanya sebagai basa-basi, keuntungan dalam roda bernama industri yang tidak pernah berhenti.</i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i><br /></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i>Kita seharusnya tidak melulu terpenjara waktu semacam ini. Kita seharusnya, seharusnya, seharusnya, membuat peta perjalanan kita sendiri. Kita seharusnya tidak jadi babu, diperas seperti kanebo, sampai kering dan kaku, lalu tua dan dibuang. Kita adalah urat-urat penis yang menegang tanpa pernah merasa puas, tanpa pernah merasa klimaks.</i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i><br /></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i>Kita memenjarakan diri kita sendiri dalam semu kesuksesan omong kosong berbalut rutinitas harian busuk yang sebenarnya membunuh kita dari dalam. Kita menjadi mesin, budak, yang terus menerus mempersenjatai nyawa dengan vitamin, nikotin, kafein, menggenjot produktivitas sekaligus membunuh kreativitas demi rupiah yang tidak seberapa. Kita kuda liar yang dijinakkan gara-gara perut. Kita dikutuk bernasib sial gara-gara semua orang mewacanakan kerja, kerja, kerja, tapi tidak pernah peduli pada arti bahagia. </i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i><br /></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i>Bahagia tidak boleh dicari tapi dirasa tapi apa daya hati sudah sedemikian mati, kelu, menghitam dan dengan sendirinya obatnya hanya alkohol murah yang susah didapat, pemerintah banyak bacot dan aturan, membuat kita yang awam jadi kebingungan.</i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i><br /></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i>Pada siapa kita bergantung selain pada murah hati pemilik modal, yang sialnya hanya ongkang-ongkang kaki. Tidak bisa. Tidak bisa begini. Tidak mau begini. Besok pagi kita tetap bangun pagi dan menunda aktivitas mengoles nutella di roti, karena waktu dan weker sudah mengubah alur hidup kita, jadi kencang dan terburu-buru, mandi terbirit-birit, dikejar telat, dikejar kemarau goblok, umpatan tidak berguna, profesionalisme babi buduk.</i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i><br /></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><i>Anjing!</i></span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-30332834236180173702018-02-15T20:50:00.002+07:002018-05-09T17:41:22.865+07:00Menunggu Kamu di Teras Depan, Menunggu Kamu Pulang ke Rumah<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-align: justify;">Saat sedang ngendon depan kompi yang memutar lagu-lagu dari
Oathbreaker, ada
pertanyaan menarik yang dilempar Rahma, kawan baik saya di Jogja, lewat status
WhatsApp:</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">“Pengguna WhatsApp ada yang suka C’mon Lennon?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Secara impulsif, saya langsung menjawab: 'aku dong!' Lagu Oathbreaker
yang lumayan kencang, mendadak berhenti, otomatis berganti intro “Aku Cinta
J.A.K.A.R.TA” dari C’mon Lennon di dalam pikiran. Sial. Waktu seperti berputar. Pikiran
saya terbang ke laptop tua yang yang berkali-kali sekarat. Tempat saya
mengepulkan banyak rilisan dari rip-CD atau unduh illegal. Dan ada satu folder
dari ratusan album musik yang rutin saya buka. </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">C’mon Lennon dengan </span><i style="font-family: "trebuchet ms", sans-serif;">Ketika Lalala</i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Lalu, lagi-lagi secara impulsif, saya ngobrol dengan
Rahma. Membahas objek favorit anak-anak segerombolan kami. Apalagi selain musik.
Dan C’mon Lennon bisa jadi adalah satu yang tidak boleh dilupakan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">“Punya lagu favorit?” Tanya saya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">“Gadis Bertangan Satu, Adiksi, semuanya. Hehe.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Semuanya di sini adalah 12 track di album <i>Ketika Lalala.</i>
Hanya ini. Satu-satunya rilisan band yang menyandang status <i>criminally
underrated;</i> tapi mungkin jadi band indie terbaik yang pernah ada.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya mencoba mengingat-ingat sejumlah track itu: nyaris
terlupa. Saya memang sempat beberapa kali mendengarkan full-album. Tapi selalu
berhenti, mengulang lagi satu track yang benar-benar tidak bisa lenyap dari
pikiran. Bahkan, hanya lagu ini yang saya putar rutin, saat membuka folder C’mon
Lennon. Tanpa perlu ditanya, saya menyebut satu
lagu sakral yang menurut saya paling berkesan dari C’mon Lennon’.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">“Aku paling suka Kikuk.”</span><br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">***</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sore hari kerumahmu sendiri</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i style="text-align: justify;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Jalan kaki perlahan menuju harapan</span></i></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Awan putih dan layangan di atasku</span></i></span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Jarak ini semakin dekat, tiga langkah.</span></i></span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Di muka rumahmu,
menyapa pintu</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Selamat sore.</span></i></i><br />
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></i></i>
<i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Televisi hitam putih masih menyala</span></i><br />
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tapi kamu telah pergi entah kemana</span></i></i><br />
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dalam kebingungan kucoba menerka</span></i></span></i><br />
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kemana kah kamu pergi di sore ini</span></i></span></i><br />
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Jam berapa ‘kan kembali di hari ini</span></i></span></i><br />
<i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Aku menunggu</span></i><br />
<i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></i>
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Menunggu kamu di teras depan</span></i></i><br />
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Menunggu kamu pulang kerumah</span></i></span></i><br />
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Malam hari kamu pulang</span></i><br />
<i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Bertemu aku</span></i><br />
<i style="text-align: justify;"><i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Aku kikuk</span></i></i><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-align: justify;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-align: justify;">Musik yang menyayat. Lirik yang memikat. Sekarang saya tiba-tiba merasakan kesenduan
itu. Ingatan itu. </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; text-align: justify;">Di teras rumah seorang perempuan, berjabat tangan, dan berucap malu-malu: </span><i style="font-family: "trebuchet ms", sans-serif; text-align: justify;">“Selamat sore.”</i></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><br /></i></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>C'Mon Lennon - Kikuk - Bisa didengar<a href="https://soundcloud.com/kineruku/cmon-lennon-kikuk" target="_blank"> disini.</a></i></span></div>
</div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-55290243245168770602018-02-14T22:53:00.000+07:002018-03-29T21:48:36.949+07:00Guilty Pleasure: Fluktuasi Glukosa<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/sz2SAH8lRDg/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/sz2SAH8lRDg?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Semacam guilty pleasure - sesuatu yang dari lubuk hati terdalam, saya akui tidak penting buat didengar, tapi toh tetap saya dengarkan juga. Saya tidak berani memuji Pee Wee Gaskins. Menurut saya, Pee Wee hanya band beranggotakan anak-anak emo yang meletakkan dasar berpakaian so called dorks, cupu tapi keren, semacam kutu buku (lihat Dochi), tapi trendi dan doyan pakai kaus merek (lihat Dochi). Just that. Semua albumnya menurut saya tidak penting. Hanya pengulangan Blink 182 versi powerpop dengan tambahan bebunyian uwiw uwiw synthetizer yang lucu. Tolong, singkirkan kata punk atau apapun yang mengerucut ke sana kalau membahas soal Pee Wee Gaskins. Saya tidak punya kebencian apapun pada band ini, bahkan ada atau tiadanya band ini pun saya tidak ambil pusing. Album Sophomore atau yang paling baru sekalipun, saya tidak punya alasan untuk mendengarkannya. Saya tidak tahu kenapa dan memang malas sekali mencari tahu. Saya akui lagu-lagunya memang mudah dihafal. Seperti, ah saya lupa judulnya. Pernah nampang di Dahsyat sewaktu saya SMP. Tapi, hanya itu. Tidak ada kesan lain. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Meski begitu saya akui, Pee Wee Gaskins lumayan bisa diperhatikan di track "Sebuah Rahasia". Balada yang tidak terlalu pamer bebunyian ambulan dan tidak terlalu nge-beat. Ini lagu yang lumayan worthed dari Pee Wee Gaskins. Kekuatan Pee Wee Gaskins muncul di lagunya yang mungkin paling ballad. Saya menyimaknya juga dalam versi akustik; sama-sama menarik. Ini guilty pleasure saya pada Pee Wee. Tidak ada alasan untuk bilang "Sebuah Rahasia" sebagai sesuatu yang tidak penting. Saya mencoba meminggirkan fanatik Pee Wee dan anti Pee Wee yang sempat merebak beberapa tahun belakangan. Biarlah. Itu juga lebih tidak penting untuk dibahas.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sampai saya tidak sengaja mendengar "Fluktuasi Glukosa" via Spotify. Ini lumayan crunchy. Saya tidak tahu kenapa bisa doyan konsumsi lagu ini. Saya mencoba memperhatikan apa yang membedakan lagu ini dengan lagu tidak penting di semua album mereka (maafkan saya, saya bisa dikeroyok fans berat Pee Wee kalau begini). Tapi ini berbeda. Saya tidak berani bilang bahwa di lagu ini Pee Wee mulai matang, karena kapasitas saya tidak sampai mengamati seluruh katalog Pee Wee. Tapi saya semakin tidak tahu kenapa lagu ini terngiang-ngiang terus di kepala. Akhirnya saya ada pada satu kesimpulan yang tidak pasti: lagu ini catchy. Catchy as fuck. Ada kenikmatan dalam telinga yang sulit dijelaskan. Mungkin saya sedang jenuh dengan sejumlah band yang saya puja-puji sepanjang masa. Atau kesalahan memang terletak pada telinga saya? Who knows. Tapi, dalam lagu ini saya berani mengakui: Pee Wee, akhirnya kalian keren di mata saya.</span>Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-31056582628695320092018-02-12T15:51:00.000+07:002018-02-12T15:53:35.073+07:00My World Is'nt Dying Enough<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSS-DjGCrBGMohJO1TjMP66k__bd0AQxNMelLk3q1ak6QwWELyGr9z6fL7gLrQTi0AcXXlKnn-L-RgI1fFEiXfimAGQVVhuS-Yd335nSiu7MxzlDBwLX51SiG1RfhU614TNhggvQRkjdb2/s1600/tumblr_p40ztof4r81suhxnto1_1280.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="900" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSS-DjGCrBGMohJO1TjMP66k__bd0AQxNMelLk3q1ak6QwWELyGr9z6fL7gLrQTi0AcXXlKnn-L-RgI1fFEiXfimAGQVVhuS-Yd335nSiu7MxzlDBwLX51SiG1RfhU614TNhggvQRkjdb2/s640/tumblr_p40ztof4r81suhxnto1_1280.jpg" width="360" /></a></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; -webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #444444; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 15px; outline: none 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; -webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #444444; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 15px; outline: none 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">First gigs sesudah sebelumnya hanya bisa ngaplo di tempat kerjaan, meratapi nasib jelek karena berbenturan jadwal. Terhitung sudah hampir dua bulan saya kurang asupan gigs. Kerjaan menbuat saya bodoh temporer: tiap hari layar komputer dan deadline. Atau kalau sedang ada waktu senggang sedikit, pasti tidur atau ketiduran, melewatkan hal-hal indah di luaran sana.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; -webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #444444; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; outline: none 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sebenarnya saya sedang dalam kondisi mood yang benar-benar fluktuatif. Lingkungan kerja membuat pikiran saya buntu, sumpek, dan seperti ingin segera kiamat saja. Beberapa hiburan adalah main PS sampai jelang subuh, dan Tekken 7 benar-benar membuat jari saya kapalan. Susah sekali kalahkan Heihachi bandot sok kuat di Story Level 8. Tapi kalau ketemu lawan yang bisa Versus, pasti cupunya minta ampun sampai-sampai saya harus turunkan kemampuan main Tekken saya.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; -webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #444444; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; outline: none 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Hiburan lain seperti ngopi sudah jadi hal rutin sampai saya tidak perlu anggap itu hiburan. Saya hanya butuh liburan. Ke tempat yang jauh, terasing, dan buat pikiran sedikit terbantu. Rencana ke pantai batal karena saya belum diizinkan cuti. Termasuk di dalamnya: bawa botolan untuk dihabiskan saat remang rembulan di kasar pasir pantai.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; -webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #444444; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; outline: none 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Untuk itu, saya hanya butuh gigs. Bukan band-band jelek murahan yang sering bikin saya tahan napas saking amburadulnya. Untungnya SCALLER, band Jakarta yang saya tonton kemarin, bukan masuk kategori band pemicu muntah berak. Di beberapa lagu yang dimainkan live, ada energi itu: energi yang saya butuhkan untuk jalani hidup yang semakin tengik.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; -webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #444444; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; outline: none 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dan kemarin, solar saya sepertinya sudah terisi lagi. Lapar dahaga saya akan hiburan selalu bisa terpuaskan oleh SCALLER. Tidak pernah mengecewakan. Walau di beberapa lagu, saya kurang begitu suka–-sorry to say, khususnya di lagu yang pakai vokal Rene Karamoy. Hidup tidaklah penting sampai kita menghidupkan hidup. “Live And Do”, “Flair” sampai “The Youth”, buat saya bisa kembali menemukan sesuatu yang lama hilang dalam diri: semangat masa muda.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; -webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #444444; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; outline: none 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Bahwa hidup tidak hanya tentang kerja, kerja, kerja. Singkirkan waktu dan lelah sejenak. Live gigs lebih keren dari Spotify. Meskipun lirik SCALLER di lagu penutup masih tengiang-ngiang. Menandakan saya memang berada di dunia yang batuk-batuk, hampir mati, dan sekarat.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; -webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #444444; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin-top: 15px; min-height: 1px; outline: none 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">“My world, is dying!”</span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-76282716826944972082018-01-24T15:42:00.003+07:002018-01-24T15:43:42.028+07:00Jangan Bajingan Waktu Menyetir<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Jalanan selalu
sumpek. Macet, gerah, panas. Tapi apa daya, ada hidup yang harus disambung.
Walaupun harus berurusan dengan truk ngawur, angkot seenaknya, lampu merah yang
terlalu lama, atau trotoar yang terlalu lebar. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ayolah, kapan
terakhir kali kita bahagia di jalan--kecuali mungkin saat berkendara santai
tengah malam sambil maksimalkan volume di headset.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kita juga kadang
terburu-buru, 60 km per-jam terlalu pelan, tambah lagi, kencangkan lagi. Tanpa
peduli ada orang tua membawa asbes di jalan, anak kecil menyeberang, ibu-ibu
motor matic mengantar les anaknya. Ayolah, apakah jalanan jadi sekejam itu?<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya sering
melamunkan hal di atas sampai akhirnya menemukan salah satu lagu terbaik dari
Bin Idris ini. Bin Idris adalah sosok yang berkali-kali saya tonton, tapi
dengan nama Haikal Azizi--yang tergabung band psychedelic kesayangan kita,
Sigmun. Bin Idris jadi alter ego Haikal, dan melempar album solo yang luar
biasa bagus. Puncaknya ada di lagu "Jalan Bebas Hambatan", yang sudah
bisa kalian nikmati di Spotify. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Mendengarkan
lagunya, saya seperti tersindir sendiri. Sebagai orang yang doyan kesana-kemari
pakai motor, kadang terlalu ngawur di jalan, dan jarang sekali pulang, saya
seperti diingatkan. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/-viHUkdkdCw/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/-viHUkdkdCw?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><u>Jalan Selalu Menuntun Kita Pulang</u></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Berbulan-bulan
kau belum pulang<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Aspal jalanan pun
engkau terjang<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Menuju rumah<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Untuk bertemu
papah dan mamah</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Terlalu mudah
bagi kita melupakan rumah, tapi terlalu sulit untuk melepaskannya. Di jalanan
menuju kerja, kadang kita sering dihantam pertanyaan: kapan pulang? Apalagi
buat kamu kaum urban yang banyak menahan diri untuk tidak pulang kampung,
menunggu sampai sebulan-dua bulan lagi. Ayolah. Saya tidak mau terlalu menye.
Tapi apa salahnya pulang sebentar, toh jalan yang dilewati sama. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Jalan menuju
kerja akan terasa berbeda kalau kita selalu ingat jalan menuju rumah.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><u><b>Sekali Lagi,
Safety Riding Lumayan Penting</b><o:p></o:p></u></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Sinar mentari
silau menikam<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Kau kenakan
kacamata hitam 20 ribu <o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Mereka tak perlu
tau<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Kebut-kebutan
cuma bikin pusing<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Jangan terpejam
nanti terguling<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Ketepian jalan<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Mudah-mudahan
jangan</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Santai saja
engkau menyupir<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Kalau mengantuk
tinggal melipir<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Ke rest area<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Beli gorengan dua
ribu tiga</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Bukan mau
sok-sokan kampanye safety riding, dan jadi cemen karena takut aspal. Tapi
jelas, kebut-kebutan tidak ada fungsinya. Santai sajalah. Toh kalau jatuh yang
sakit ya sikut kamu juga. Tidak hanya itu, jalanan juga berpotensi turunkan
tingkat kegantenganmu sampai 37%. Matahari pukul satu siang bisa bakar kulitmu
pelan-pelan, lalu memicu jerawat, lalu mukamu jadi jelek. Lebih baik pakai
perlengkapan standar. Lupakan knalpot brong. Jangan lupa klik helm. Pakai kaus
kaki, sarung tangan. Buff.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Juga usahakan
tidak mengantuk. Melipir saja ke minimarket, mampir dulu beli kopi dalam
kemasan yang bukan diseduh biar tidak ngantuk. Seng penting slamet--kalau kata
Mbah.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><u>Di Jalan Bukan
Cuman Ada Kamu, Bung</u></b><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Ada ambulance kau
pun menyingkir<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Jangan bajingan
waktu menyetir<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="ES"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Lebih baik sabar<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="ES"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Daripada bar-bar<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Awas ada truk
pasir di depan<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Jangan
dekat-dekat<o:p></o:p></i></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Tidak perlu nekat</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Baiklah, siapa di
sini yang kadang terlalu sok jadi Marquez dan suka membalap ibu-ibu bapak-bapak
yang kadang masih tegang buat nambah kecepatan di jalan? Jalanan yang kamu
lewati bukan Sepang atau Valencia. Memangnya kamu lagi ikut GP?<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tidak perlu
banyak petingkah sirkus tong setan. Kalau memang ingin balapan ya pakai lahan
punya simbahmu saja. Ini jalanan milik bersama cuy. Apalagi, tingkat kecelakaan
kadang dipicu orang-orang nekat. Main terobos. Main hantam. Kendaraanmu bukan
'invisible car' seperti Mermaid Man dan
Bernacle Boy bung. Selow saja kalau lagi jemput untuk kencan, toh pacarmu juga mungkin masih sisiran.</span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: x-small;"><i><br /></i></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: x-small;"><i>*Sejatinya, tulisan ini sudah di-edit sedemikan sopan dan halus. Karena Kolaborasik.com - mainan baru Suara Surabaya Media - tempat saya bekerja, menilai tulisan versi awal terlalu kasar dalam pemakaian bahasa. </i></span></span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-43368500997968477062018-01-24T14:37:00.000+07:002018-05-05T16:33:36.792+07:00Memahami Isi Otak Pencandu Mie Instan<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>Obrolan luar
biasa berfaedah tentang fanatisme mie instan dan jalan hidup seorang ‘Indomie
Snobs’.</b></i><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dalam satu adegan
film 5 cm —diceritakan tokoh Ian yang diperankan Igor Saykoji punya penyakit
kecanduan Indomie. Adegan yang ironis—satu di antara sedikit sekali adegan
memorable selain tatap-menatap canggung
Riani – Zafran di Semeru diiringi lagu Nidji—adalah saat dia kepergok mamanya
sedang masak mie instan tengah malam.<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">“Mau bikin teh,
Ma!” teriak Igor ngeles.<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tapi saat dia
membuka lemari dapur, dia seperti menemukan harta karun yang sudah dipendam
tujuh turunan: berbungkus-bungkus Indomie berbagai rasa. Saya, mungkin juga kamu semua pasti punya
pemikiran sama dengan Ian. Menemukan bungkusan Indomie saat perut keroncongan
tengah malam jelas tidak boleh disia-siakan.<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Selain itu, dunia
mie instan bukan hanya tentang upaya pemadam kelaparan, atau spesialis topping
susu-keju di warung kekinian yang bisa menaikkan harga Indomie sampai lima kali
lipat. Juga bukan hal terlalu serius seperti potensi usus melintir seorang
Indomie Junkie, dari sudut pandang dunia spesialis pencernaan dan ahli gizi.
Kita mungkin perlu membahas hal remeh-temeh seperti sejauh mana air rebusan mie
instan mempengaruhi rasa mie, lebih nikmat mana makan mie pakai sendok, garpu,
atau sumpit. Atau lebih asoy mana
mencampurkan bawang goreng langsung atau menaburkanya saat mie sudah jadi.</span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya akhirnya
memutuskan untuk mewawancarai Pramudita Rah Mukti (Pram), food blogger spesialis mie instan berbagai rasa, junk food
crackers, dan makanan minimarket lainnya. Blognya, <a href="http://sundaldigital.com/" target="_blank">SundalDigital.com</a>, adalah
situs pelipur lara bagi orang-orang yang doyan konsumsi hal receh. Menolak
kredo kalau blog makanan harus selalu mampir di resto mahal dan ternama.<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sundal Digital
malah lebih membahas seperti nikmatnya konsumsi Chitato rasa Indomie
Sate—sebuah rasa yang membingungkan karena menduplikasi rasa yang sudah
di-duplikasi. Tidak ketinggalan, ulasan dan penilaian jujur tentang pengalaman
makan mie instan. Membuat saya dan kamu semua merasa tertantang untuk membuat
Fans Indomie Garis Keras.<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Berikut hasil
perbincangan saya.<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjusTzZeU93E8dODK5qcbYVg1u80v4vacT8NxDhLNQTxrhr7dwEu11RYpEfZLNM5Fh0bQPAGbuiO-6Fx3JZzk_1pUM5_fIWJk7fhPAm8LAw90C4sY6Kgo8HHJFuQCHXZ_96hkkkGL2wyhrh/s1600/2539fd51-b443-4847-a16e-fe9ad1437eac.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="576" data-original-width="768" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjusTzZeU93E8dODK5qcbYVg1u80v4vacT8NxDhLNQTxrhr7dwEu11RYpEfZLNM5Fh0bQPAGbuiO-6Fx3JZzk_1pUM5_fIWJk7fhPAm8LAw90C4sY6Kgo8HHJFuQCHXZ_96hkkkGL2wyhrh/s400/2539fd51-b443-4847-a16e-fe9ad1437eac.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">tanda kiamat dalam keanehan rasa mie instan<br /><i>courtessy: sundal digital</i></span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Saya:
Sebagai konsumen abadi mie instan, kita harus mengakui kalau ada dua jenis
merek ternama di Indonesia, Indomie dan Mie Sedaap. Kamu berada di pihak mana?
#TeamIndomie atau #MieSedaap? Bagaimana kamu menanggapi klub fanatik mie
tertentu yang mengata-ngatai mie lain? Seperti Liverpudlian yang doyan
menjelek-jelekkan Manchunian.</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Pram: Sebagai
kelas menengah berbudaya tentu saja saya masuk dalam #TeamIndomie. Fanatisme
sempit termasuk dalam hal selera memilih merek mie sampai menjelekkan merk lain
seyogyanya harus dihindari.</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"> </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Selera satu
orang dengan orang lain tentu saja beda. Walau menurut saya orang yang gemar makan
mie selain Indomie pasti memiliki selera makan yang buruk.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Lalu, bagaimana
kamu memandang merek lain yang underdog, seperti ABC atau ehem, Mie Burung
Dara?</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Merek lain misal
Mie ABC, Mie Sedaap, atau mie yang sudah punah semacam Salam Mie saya memandangnya
ya biasa saja. Seperti saat kamu memakai pakaian, anggap saja Macbeth, lalu
rekanmu memakai pakaian dengan brand Black-ID atau Skaters. Sama-sama pakaian
tapi tetap terlihat tingkatannya bukan? Tapi, kadang mungkin merek-merek
seperti itu ada dan masih eksis hingga sekarang karena konsumen yang edgy;
bosan dengan rasa mie instan lain yang sudah jelas enak.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Sebagai pencandu
mie instan, tingkatan paling ekstrem apa yang pernah kamu lakukan. Saya
misalnya, pernah tiga minggu berturut-turut konsumsi Indomie.</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tidak terlalu
ekstrem sih, cuma seminggu berturut-turut setiap hari makan mie instan. Pernah
juga saat sahur hampir sebulan penuh makan mie instan.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Apakah kamu
kadang pakai nasi kalau makan Indomie? Tentu pernah dong. Coba ceritakan,
apakah kamu mencampur nasinya dengan mie. Ataukah memisahkannya? Atau nasinya
dimakan dulu baru mie-nya. Atau nyampur random saja?</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Nasi pakai
Indomie adalah suatu keharusan. Terkadang kalau saya makan mie tanpa nasi,
rasanya ingin menangis sambil berpikir "seharusnya ada nasi, pasti mie
yang saya makan lebih enak dan nendang rasanya". Nasi juga tidak selalu
nasi putih, kadang saya sengaja membeli nasi goreng di pinggir jalan, kemudian
memasak mie instan sebagai lauknya. Sering juga menggoreng mie yang sudah
ditiriskan, dicampur dengan nasi. Bumbu-bumbu saya masukkan saja ke wajan,
supaya lezat dan harumnya bisa kunikmati dengan khidmat.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Apakah secara
teknis, kamu memasak mie dalam wajan lalu mencampur bumbunya sekalian. Atau
bumbu ditaruh piring dulu baru dicampur?</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sudah dijawab di
pertanyaan sebelumnya ya. Saya pernah melakukan dua-duanya. Tapi kalau sedang
banyak waktu luang, saya lebih memilih menggoreng mie, meskipun tanpa nasi, dan
langsung mencampur bumbu di wajan. Menurutku cara ini bisa menimbulkan efek
aromatik yang dahsyat. Bumbu bubuk yang bercampur dengan sedikit minyak panas
ditambah bumbu minyak sayur dari mie instan,</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">
</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">akan terasa menguar lebih tajam aromanya jika kena wajan panas.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Saya sering
kurang yakin saat akan mematikan kompor saat memasak mie. Apakah mie
benar-benar matang atau tidak. Saya takut itu masih setengah matang, sekaligus
takut itu akan terlalu matang seperti bubur. Kalau kamu bagaimana?</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Lama waktu
memasak yang sesuai dengan cara memasak di bungkus Indomie. ‘Kan lima menit
tuh. Biasanya ya saya sesuaikan saja, nggak ada pola khusus, misal mie sudah
kekuningan atau mie sudah amburadul dan nggak lengket.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Saya pernah
ditegur Oma gara-gara makan mie keseringan. Mie punya micin yang bikin bodoh,
katanya. Kalau pengalamanmu bagaimana?</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sudah ratusan
kali ditegur oleh orang tua dan saudara. Mie punya micin, semua makanan yang
biasa kita beli di luar juga pakai micin tuh. Gimana dong? Biarkan saja mereka
menggonggong, Indomie tetap seleraku.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Sejauh ini
setelah mencoba beberapa rasa mie, saya belum menemukan rasa mie terbaik selain
Indomie Goreng Original. Menurut kamu sebagai penikmat mie, apa rasa mie
terbaik sepanjang masa?</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Yaaaa, Indomie
Goreng original memang terbaik. Selain itu, saya juga suka Indomie goreng rasa
sate. Untuk merek lain, saya sukanya mie pedas Samyang, Mie Bulnak juga enak
karena kaya minyak alias oily. </span><span lang="ES" style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Selain mie tersebut rata-rata saya biasa saja dan nggak sampai kecanduan. </span><span lang="SV" style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Beberapa kali saya juga membeli mie instan
dari Jepang. Rasanya pun tidak seenak Indomie. Terlalu light. Rasa minyak dan
bumbunya malah cenderung hambar, meskipun di bungkusnya tertera mie pedas.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Ceritakan apa
saja rasa mie instan paling nyeleneh dan unik yang pernah kamu makan. From bad
to worst.</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya bukan
penggemar keju. Bukan tidak bisa makan keju, tapi nggak terlalu suka. Pernah
makan mie instan rebus rasa keju dari Korea, rasanya sukses bikin muntah.
Bumbunya beneran menohok, dan semua kuah yang ada menjadi keju. </span><span lang="ES" style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ini juga saya alami ketika musim mie
instan campur susu. </span><span lang="SV" style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Terjebak
tren, saya ikutan deh. Suapan pertama langsung saya buang mie tersebut. Mie
rebus campur susu totally worst. Core bumbu mie yang enak jadi amburadul ketika
bercampur dengan susu yang manis. Entah kenapa orang-orang yang saya lihat di
internet amat lahap dan bilang mie plus susu adalah paduan yang enak. Yiks.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Saya biasanya
suka makan mie sambil minum kopi susu. Beberapa orang bilang itu bikin susah
nelan. Bagaimana kalau kamu? Apa yang jadi minuman favorit kalau makan mie?</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya sih bukan
peminum kopi. Mungkin hanya sebulan sekali atau sebulan dua kali lah. Karena
lambung gak kuat, termasuk mengkonsumsi cola dan sejenisnya. Ampun. Jadi saya
lebih milih minum teh atau air putih saat makan mie.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><i>Saya juga
biasanya makan mie pas maraton nonton Breaking Bad atau 13 Reasons Why. Katanya
sih itu bisa mengurangi fokus ke serial karena kenikmatan mie. Atau mie akan
jadi kurang nikmat karena pikiran fokus ke serial. Kalau kamu biasanya makan
mie sambil ngapain? Adakah waktu terbaik untuk makan mie?</i></b><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"> </span></span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Makan sambil
nonton TV amat saya hindari. Saya terbiasa makan sambil membaca berita
olahraga, ataupun membaca koran. Membaca dalam artian bukan pure</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"> </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">membaca, karena membaca sambil makan termasuk
‘lauk’ buatku. Sulit menjelaskan, tapi rasanya ada yang aneh kalau makan tidak
sambil membaca sesuatu. Jadi kalau kamu bertemu saya saat lagi makan, 99 persen
pasti saya sedang membaca artikel lewat smartphone atau koran.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>Terakhir, apa
pesan kamu untuk kawan-kawan sekalian yang doyan mie instan di luaran sana?
Mungkin ada tips topping mie, atau trik menggulung mie dengan garpu?</b></i><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">HINDARI makan mie
instan menggunakan sayur! Hahaha. Ada beberapa orang yang merasa "aduh
dosa nih makan mie terus nggak baik buat kesehatan, tambahin sayur ah biar
sehat." BIG NO! Sayur nggak membuat penebusan dosa buatmu setelah makan
mie. Selain itu, bumbu dan minyak mie akan lengket di sayur dan rasanya akan
menjadi lain, tidak standar lagi. Rasa sayur anggap saja sawi atau yang lainnya
juga akan menguar di bumbu rebusan, dan masuk ke dalam mie. Rasa mie jelas akan
berbeda, berubah jauh. Berhentilah makan mie pakai sayur. Biar penikmat mie dan
penikmat sayur happy dengan jalan masing-masing, tak perlu saling mencampuri. </span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">*tulisan saya tentang indomie lainnya, bisa dibaca <a href="https://titohilmawanreditya.blogspot.co.id/2015/04/2015-dan-candu-itu.html" target="_blank">disini.</a></span></div>
</div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com3Jl. Wonokitri Besar No.40C, Pakis, Kec. Sawahan, Kota SBY, Jawa Timur 60256, Indonesia-7.2905852 112.72722069999998-32.8126197 71.418626699999976 18.2314493 154.03581469999997tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-70409851485198079592018-01-10T13:51:00.002+07:002018-01-10T14:00:56.734+07:00Bagaimana Nuran Wibisono Mengutuk Saya Jadi Penulis Musik Amatiran<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1Q6Gc-HeSwLyOMRZ7TcqlFOvW49YEjNUzaO747pl9g_V83znvn0afu3eauxYq0e9LurNzBwnUzVw9iW_Mv6hbjfg6OxbLsC1ZbqcI1IEAvcCFYu8fqbSMT7BkCqC15jJatwUqfM693HVD/s1600/22687995_1619701694746749_1362323268251086482_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="960" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1Q6Gc-HeSwLyOMRZ7TcqlFOvW49YEjNUzaO747pl9g_V83znvn0afu3eauxYq0e9LurNzBwnUzVw9iW_Mv6hbjfg6OxbLsC1ZbqcI1IEAvcCFYu8fqbSMT7BkCqC15jJatwUqfM693HVD/s400/22687995_1619701694746749_1362323268251086482_n.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya baru saja masuk kantor, pukul setengah tiga sore. Shift malam sama brengseknya dengan shift pagi: macetnya, panasnya. Saya rehat sejenak sebelum menatap layar komputer untuk beberapa jam ke depan. Sesudah sebats saya mencomot Cola dari kulkas koperasi. Ya bisa bayar besok atau besoknya lagi. Terima kasih untuk Mbak Yani selalu mau terima kasbon. Saya bawa Cola itu dan bersiap ngendon depan komputer. Saya tidak cek handphone daritadi, saya masukkan saku. Tidak ingin terlalu terdistraksi dengan WhatsApp atau Instagram -- dunia maya bisa ditunda. Saya coba fokus di kerjaan, tapi entah kenapa masih belum konsen betul. Padahal sudah beberapa tegukan Cola mengisi lambung, juga cegukan-cegukan kebahagiaan yang hanya bisa dirasa pencandu soda tingkat akut. Karena masih terbayang busuknya jalanan tadi, saya tidak punya pilihan lagi selain mengeluarkan ponsel. Hidupkan data, dan seperti yang sehari-hari kamu alami: jutaan pesan -- kalau saya boleh sedikit hiperbolis -- beruntun masuk dengan derasnya. WhatsApp selalu begitu. Andai saja chat grup bisa sedikit lebih bermakna. Lalu dari beberapa grup yang saya ikuti, beberapa yang paling berisik adalah grup keluarga. Grup keluarga besar saya ada dua: satu keluarga besar ibuk dan satunya ibuk juga, cuman beda nasab atau garis keturunan. Jadi, beda eyang lah istilahnya. Dari grup-grup ini saya tahu -- kamu pun juga pasti tahu -- kalau bahaya hoax yang dikoar-koarkan orang-orang ternyata memang ada. Hoax yang benar-benar militan. Disebar sama orang yang kamu kenal dekat. Kamu tidak berani untuk menegur, apalagi memberi tahu kebenaran. Bahkan, kapasitasmu sebagai buruh berita di media -- yang terverifikasi dewan pers -- tidak serta-merta bikin nyalimu memuncak untuk bilang: budhe, pakdhe, itu kabar hoax. Kamu lalu hanya diam saja -- bisanya memang begitu demi kesopanan -- dan melihat chat grup lain, yang kadang sama omong kosongnya. Menemukan fitur bisu di grup WhatsApp bisa jadi salah satu penyelamat hidup yang mungkin memang dari sononya sudah sumpek. Saya lalu merasa muak dan mual sendiri, kembali menaruh ponsel di meja. Saat akan mengetik, ponsel saya berbunyi. Ah, mungkin dari pacar. Penasaran sedikit, saya lirik sebentar. Saat melirik itulah mau tidak mau saya langsung fokus 100% pada ponsel, dan sadar tidak sadar mengenyahkan pekerjaan barang sebentar. Tertulis jelas di notifikasi: chat dari Mas Nuran Wibisono.</span></div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kamu tidak salah baca. Ya, Nuran si jurnalis rock and roll -- atau hair metal -- super brengsek itu. Penulis musik ugal-ugalan kebanggaan Jember. Calon duta Guns N' Roses kawasan Asia Tenggara. Propagandis hair metal nomor wahid yang membuat band macam GRIBS, Sangkakala, dan gerombolan hair metal lokal lainnya, tetap percaya pada celana ketat dan rambut gondrong; gerombolan riang gembira yang merasa survive, karena karyanya selalu dicintai seorang Nuran -- penulis dengan kepercayaan diri tinggi pada apa yang disukainya. Ya, benar sekali. Nuran adalah penulis musik idola saya.</span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sesudah bertanya kabar kabari dan lain sebagainya, dan saya balas dengan rasa tidak percaya dan menebak-nebak arah tujuannya, akhirnya Nuran bilang to the point.</span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Kamu mau nggak ngisi bedah buku baruku di c2o?" tanyanya.</span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tenggorokan saya serasa ingin minum air perasan jeruk lemon.</span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Moderatornya Ayos Purwoaji." Nuran menambahkan.</span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya langsung mengambil air mineral di pantry. Lupa kalau di sebelah ada Cola.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">***</span></div>
</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Nuran Wibisono adalah penulis blog yang sudah saya ikuti sejak bandel-bandelnya masa SMA. Kalau tidak ada tulisan beliau, saya tidak akan bisa ikut menulis juga di blog kecil ini. Saya kenal dia waktu tidak sengaja nyasar di portal berita antah-berantah, pada tulisan -- yang kalau tidak salah -- berjudul 'Menulis Musik'. Pembukanya ciamik, mencomot daftar lima pekerjaan impian Rob, tokoh di film -- dan novel -- High Fidelity. Salah satu mimpi Rob: jadi musisi. Selanjutnya: jadi wartawan musik di New Musical Express atau NME. Nuran lalu menggiring saya ke dunia yang belum pernah saya tahu -- mungkin tahu tapi masih kurang dalam: dunia menulis musik. Ini orang keren, pikir saya. Meskipun tulisannya agak sok tahu (mungkin karena waktu itu saya belum tahu apa-apa yang diketahui Nuran). Dari situlah saya paham sebuah profesi yang benar-benar menyenangkan bagi anak band gagal seperti saya: jadi penulis musik atau wartawan musik. Kurang ajar. Tulisan ini secara langsung -- dan tidak langsung -- membuka cakrawala saya yang masih sangat terbatas. Tahu-tahu saya nyasar di blog pribadi Nuran, dan hampir sudah membaca semua tulisannya (saya bahkan pernah baca kaburnya dia ke Gili Trawangan cuman gara-gara putus cinta). Yang saya tahu kemudian, dari Nuran-lah pintu gerbang menuju dunia tulis-menulis musik terbuka. Blog Nuran berisi banyak link ke blog lain. Semuanya seru dan hampir semuanya menulis tentang musik. Sampai saya nyasar di sebuah situs humaniora yang masih hangat: JakartaBeat. Di situs ini, Nuran juga ikut berkontribusi. Selanjutnya, perlahan-lahan kenal dengan tulisan penulis lain seperti Taufiq Rahman, dan Phillips Vermonte. Saya lupa nama penulis lainnya di Jakbeat, tapi tiga orang itulah yang selalu saya baca tulisannya dari awal sampai akhir, dari naskah paling lapuk sampai paling baru. Esai Taufiq Rahman bahkan sudah saya jadikan bahan skrpsi. </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dari aktivitasnya di Jakbeat, Nuran kemudian aktif menulis di Tirto.Id -- sebuah situs berita yang menurut saya jadi yang pertama kali mempopolerkan infografis di Indonesia. Aura bengalnya masih sama; tulisan Nuran renyah dan mengenyangkan. Tapi tidak terlalu berat. Seperti menyantap Paket Panas 1 di McDonalds. Salah satu tulisannya tentang Nike Ardila, benar-benar mengambil sudut pandang baru. Bukan menyoroti sosok Nike sebagai legenda, tapi efek yang ditimbulkan sesudah kematiannya. Fokus pada fans sejati Nike, yang setiap tahun mengadakan ziarah. Kata Nuran: "Ini sudah seperti sebuah agama, dengan ritual wajibnya." Musik -- seperti yang Nuran dan saya yakini -- memang bisa menimbulkan efek sosial yang luar biasa. Kalau kata Taufiq Rahman: "Menulis musik adalah menulis tentang manusia", maka Nuran sudah berhasil meramu sisi humanis dari tulisan bertema musik.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sebelum menulis di media, karya-karya Nuran di masa bengal (mungkin waktu masih gondrong) sangat-sangat menyentuh hati nurani. Nuran tidak memposisikan diri sebagai begundal tengik seperti Rio Tantomo -- ini 'guru' saya yang lain -- tapi cenderung apa adanya. Pernahkah kamu kepikiran untuk membuat tulisan berjudul "30 Lagu yang Membuat Jembutmu Rontok Satu Demi Satu"? Hanya Nuran yang segila itu. Lalu, kekonyolan lain adalah saat semua penulis musik berlomba menulis album terbaik di tahun ini -- seperti ritual media musik pada umumnya -- Nuran malah menjadi 'punk' dan menolak sama. Ia dengan bangga mempersembahkan daftar album terburuk tahun ini, dan siap dimaki-maki semua orang: terutama Ungu Cliquers dan fangirl Sigit Purnomo alias Pasha. Jelas ini tidak pakai teknik-teknikan: nulis ya nulis saja. Super subjektif. Sengak dan songong, tapi sekaligus cerdas. Apa yang kamu pikirkan saat mendengar band bernama 'Asbak Band'? Hanya Nuran yang berani menyarankan band itu untuk ganti nama lebih dulu, sebelum rilis album baru. Saya tidak mengesampingkan karya Nuran yang lain di luar tulisan musik (food writernya tentang warung makan juga keterlaluan biadab bagusnya, apalagi kisah tentang 'on the road' versi Nuran yang doyan backpacker). Tapi karena ini sedang fokus pada tulisan musik, maka saya hanya akan berfokus pada Nuran dan karya tulisan musiknya saja.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Gimana? Mau nggak?" Nuran bertanya lagi. Itu sesudah saya mencoba ruwet, melempar kesana kemari dengan alasan sungkan, kurang pede, kurang kompeten dan lain sebagainya. Saya lalu menelfon Rona Cendera, editor senior Ronascent Webzine.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Wancuk! Terima aja! Kesempatan!" katanya. Entah kenapa harus berteriak-teriak di telfon. Saya lalu mencoba mengopernya pada Mas Rona.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Sek sek" ujarnya. "Moderatornya siapa?"</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Ayos. Ayos Purwoaji." </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Cok! Emoh sungkan! Orang besar itu. Awakmu ae!" </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Bangsat. Saya sebenarnya tidak kenal Ayos, hanya suka mendengar namanya saja. Cukup disegani di ranah seni rupa, dan sempat aktif di dunia kepenulisan. Sebelumnya saya malah sempat mampir ke acara Biennale Jatim, disitu Ayos berperan sebagai kurator. Melihat tindak-tindak Ayos yang punya nama besar, dan Nuran yang hampir setara dengan Rudolf Dethu di kancah propagandis hair metal nusantara, saya jadi agak segan. Tapi ini adalah kesempatan bagus: lagipula saya belum beli bukunya -- masih menabung untuk beli yang hardcover seharga 150 ribuan. Akhirnya saya menyanggupi. Pikiran saya waktu itu: kapan lagi bisa sedekat ini dengan idola. Plus kemungkinan bisa dapat buku gratisan. Saya pikir bukunya lumayan worthed juga untuk dimiliki. Akhirnya saya mengiyakan tawaran Nuran. Saya yang belum baca bukunya, sedikit malu-malu kucing ingin 'membacanya' dulu. Tapi Nuran sepertinya membaca pikiran saya.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Minta alamatnya. Nanti aku kirimin bukunya." </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Oh yes. Alamak di tanggal hampir mendekati tua, dapat kiriman buku gratis. Tapi dengan bodohnya sesudah mengiyakan saya kepikiran hal lain. Otak saya langsung kosong. Brengsek, mau ngobrolin apa nantinya di bedah buku. Cola di meja saya tandaskan. Luar biasa, saya belum mengerti harus bicara apa tapi sudah mengiyakan saja. </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kebuntuan ini terjadi sampai jelang hari H tur buku Nuran di Surabaya. Karena banyak pekerjaan, saya sampai hampir lupa kalau ada bedah buku hari Minggu. Sampai di suatu sore, dengan sepatu saya yang mamel karena hujan di jalan, saya masuk ruangan kantor dengan gontainya. Mbak Maria, salah satu penyiar yang sedang melalukan hobi ceriwisnya di dekat meja makan, menyapa saya sambil sedikit berteriak.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Tit, ada kiriman buat kamu. Kutaruh mejamu, ya."</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dalam hati saya langsung berdenyut 'deg'. Asu. Saya lupa kalau hari Minggu ada bedah buku, dan ini pasti kiriman dari Nuran. Ternyata benar. Tapi dasar otak saya memang sedungu itu, sesudah saya buka paket saya malah keasyikan membaca dari awal bukunya. Membaca tanpa sadar saja tahu-tahu sudah hampir separuh. Kemudian ingat lagi. Asu. Bedah buku Minggu. Lalu sampai di kos saya baca lagi sampai ketiduran, dan lupa lagi esok harinya. Buku saya bawa ke kantor, saya tuntaskan sampai habis. Mau tidak mau saya harus ingat, karena besok acara bedah buku itu sudah dijadwalkan. Saya sudah ditawari Rona untuk cangkruk, membahas materi yang setidaknya bisa saya sampaikan. Tapi Rona hampir belum pernah baca tulisan Nuran, jadi mungkin bisa sharing tentang geliat musik di Surabaya saja -- topik obrolan favorit Rona selain meniduri salah satu personil The Corrs. Alhasil, saya berpikir tidak muluk-muluk: saya akan hadir sebagai penggemar, yang mengapresiasi Nuran, itu saja. Dan inilah jeleknya saya: untuk acara dari penulis sebesar Master Nuran, saya tidak merangkai kata-kata apapun: cul-culan. </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Wis gampang. Lihat besok saja. Nanti aku bantu kalau ada hal yang bikin awakmu kesulitan." ujar Rona.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: center;">
***<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Hari Minggunya, saya harus ke kantor dulu mengisi ruang-ruang berita untuk dibacakan awak gatekeeper. Bedah buku dimulai pukul tujuh, tapi pukul enam kerjaan masih belum kelar. Nuran sudah saya kontak, katanya berangkat ke c2o pukul enam, bersama Ayos. Setelah selesai semuanya, saya sudah siap-siap menjunjung tas, ndilalah di depan pintu ada Mas Iman Dwihartanto -- penyiar legendaris Kelana Kota Suara Surabaya, sekaligus Manager Newsroom. Saya agak sedikit sungkan kalau langsung pamit. Akhirnya saya duduk-duduk dulu dekat Mas Iman. Nah, di sini sepertinya Mas Iman bisa membaca pikiran saya, dan langsung memberi saya sedikit pelajaran tentang 'public speaking'. Padahal beliau tidak tahu sebentar lagi saya akan mengobrol ria di bedah bukunya Nuran.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Keep smile face. Jangan cemberut. Usahakan kamu 'senyum' waktu ngobrol. Itu penting. Mempengaruhi pembawaanmu. Nanti kapan-kapan aku ajari teknik announcing lagi." Mas Iman melihat arloji. "Eh, apa sekarang saja belajarnya di ruang rekaman?" tanyanya. </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya yang memang sedang buru-buru menjawab seadanya: "Next time deh, mas. Buru-buru nih, ada acara."</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Oh, ok, ok. Santai. Mau berangkat sekarang? Hati-hati, loh ya. Lagi hari libur."</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya langsung bergerak cepat ke c2o. Jaraknya hanya seperlemparan batu dari kantor. Tinggal turun sedikit, lewat beberapa lampu merah, lalu sampai. </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sampai di sana, Mbak Yuli dan Charlie--atau siapa nama kucing itu--menyambut saya. </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Mas Nuran lagi di dalem, silahkan silahkan!" ujar Mbak Yuli. Saya tidak sempat menengok buku-buku baru. Lalu sesudah mengasap Black Menthol sebentar di luar (dengan tanpa terasa sudah habis tiga batang di asbak), Nuran lalu WhatsApp saya</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Masuk aja. Ada temen-temen juga nih!" </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya lalu memasuki mini bar di c2o. Ada bercangkir-cangkir kopi hitam di meja, dan puntung rokok yang berceceran. Kharis Junandharu dari Silampukau juga ada di sana, dengan kaus merah lengan panjang yang biasa dipakai pas manggung. Ada juga basis Hi-Mom! yang bergaya cukup flamboyan: menebalkan bulu cambang dan pakai topi ala anak kampus kesenian. Ayos Purwoaji, si moderator kemudian sedikit ngobrol-ngobrol dengan saya. </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Aku belum mbaca bukunya. Nanti tak lempar-lempar saja ya," ujarnya.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya lalu lanjut bercakap dengan Nuran. Untuk pertama kalinya kami berjumpa. Saya melihat Nuran sebagai sosok yang lumayan tambun, tapi gagah. Mungkin berbeda dengan foto-foto yang dipamerkan di blognya saat dia sedang travelling beberapa tahun silam. Nuran sudah punya bini. Jadi mungkin agak terlihat seperti bapak-bapak. Pakai celana 3/4, kamu tidak akan sadar kalau dia adalah penulis jempolan. Tapi saya ragu apakah benar dia propagandis hair metal nomor satu Indonesia, karena dia pakai kaus Seringai. Haha. </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Lalu satu-persatu pengunjung mulai datang. Saya, Nuran dan Ayos berada di depan. Hanya gelar tikar seadanya, dan itu lebih bisa bikin suasana jadi lebih intim dan hangat. Ada sekitar 5-6 orang yang hadir. Dan terus berdatangan kira-kira sampai belasan orang.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Nuran lalu sedikit bercerita tentang bukunya. Hanya gambaran kecil saja. Dulu Nuran sangat doyan dengar Guns N' Roses, lalu bersama Ayos, membuat blog pribadi. Saya sempat membuka blog bernama 'muntah berak' milik Nuran. Isinya sangat raw, personal, ngehek, dan banyak berisi indahnya kenakalan masa muda. Selain tentang musik, blognya juga berisi sumpah serapah, dan perjalanan cintanya bersama beberapa perempuan (khusus yang ini saya khawatir akan terlalu paham kehidupan pribadi Nuran karena ia selalu tulis apa saja di blog).</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kehidupannya berubah sesudah Phillips Vermonte, founder JakartaBeat, mengontak dirinya untuk menulis di website JakBeat yang baru seumur jagung. Ini dibahas tuntas di Kata Pengantar yang ditulis Mas Phillips. Tulisan Nuran begitu 'kotor'. Pemuda brengsek yang tidak sungkan buat tulisan berjudul "30 Lagu yang Membuat Jembutmu Rontok Satu Per Satu" di blognya ini, membuat tulisan brengsek sejenis di JakBeat. Tulisan di awal-awal karir Nuran di JakBeat sih masih bisa dibilang 'lembut' dan 'elegan'--membahas John Mayer. Tapi lama-kelamaan keluar 'aslinya'. Selama dua tahun Nuran membuat tulisan "5 Album Terjelek 2009" dan "5 Album Terbaik 2010". Ini saat media musik lain seperti Rolling Stone sedang asyik menuliskan album terbaik sepanjang tahun. Dasar bajingan, tulisan ini sungguh tidak punya bobot objektivitas. Murni subjektivitas seenak udel Nuran, dan seenak jembutnya mengata-ngatai album dari Asbak Band, Ungu, The Harry Potters, The Bagindaz, dan band lain yang sama menye-nya. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya yang baru berkenalan dengan Rolling Stone kisaran tahun 2011, jadi agak terganggu. Pikir saya, jurnalis atau penulis musik harus muluk-muluk. Harus pintar seperti Hasief Ardiasyah atau Wening Gitomartoyo. Pintar di sini dalam artian terkesan intelek, cenderung snob, dan punya milyaran referensi musik keren seluruh planet. Tapi sesudah baca Nuran di JakBeat, saya pikir penulis musik bisa ngehek juga. Bisa seenaknya juga. Tulisan-tulisan Nuran-lah yang kemudian memicu saya untuk mulai menulis juga. Patokan saya turun drastis. Nuran begitu seenaknya dan peduli setan: semua karya jelek ya jelek, dan dia tidak sungkan untuk menghina (saya bahagia dia mencaci-maki Ungu). Dan itu lebih terasa fun, menyenangkan. Memang kadang Nuran menghasilkan tulisan yang lebih berbobot, misal saat menulis tentang The Doors dan 'hair metal'. Tapi nuansanya sama: ringan dan asyik. Tidak membuat kepala terlalu banyak berpikir, malah ingin segera mencari band atau lagu apa yang menurut Nuran bagus. Bukankah begitu tujuan menulis musik? Saya lalu menyadari satu hal: tulisan Nuran menyenangkan karena dia hanya menulis tentang band-band yang dicintainya. Tulisan musik yang hidup erat kaitannya dengan selera. Dan saya setuju itu. Alhasil, tulisan Nuran di blog-nya atau JakBeat, jadi salah satu pemicu saya untuk membuat zine perdana.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">***</span></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Zine perdana saya adalah kumpulan tulisan anak muda sok pretensius yang sok mahir bermain alat musik dan sok idealis ingin bikin band yang super-duper hipster dan sok menolak selera kampungan macam screamo, tapi akhirnya gagal dan membusuk bersama dua edisi Rolling Stone dan lembaran-lembaran zine milik abang saya yang diperam sejak tahun 2000-an. Zine yang berani-beraninya dan dengan pedenya menjuluki diri sebagai digital rock zine (karena diproduksi pdf), dan total terpengaruh zinemaker asal Bandung Jiwa Singa (produsen Nobody Zine), tapi dengan gaya tulisan yang alamak sok cerdas dan berlipat pedenya. Patokan saya: Nuran Wibisono. Zine bernama Throwzine ini berhasil mewawancarai band lokal, dan seakan-akan dalam pandangan saya sudah jadi zine rock professional yang bisa membuat goyah Jann Wenner. Bangsat, saya terkikik saat mengingat ini. Atas jasa-jasa Nuran-lah saya berani menulis di media sendiri, dan akhirnya memberanikan diri mengirim naskah ke JakartaBeat. Saya kelas tiga SMA waktu itu, dan tiga tulisan tentang Green Day yang saya tulis, yang saya anggap punya kelas seperti Rob Sheffield atau David Fricke di rubrik review Rolling Stone, yang saya pikir akan mengubah dunia, semesta, dan jadi sejarah di jurnalisme musik, ternyata hanyalah seonggok sampah yang mungkin tidak dilirik oleh Phillips dan Taufiq, editor JakartaBeat. Tulisan yang kalau saya baca ulang sekarang, akan terlihat memalukan dan tolol, sok elitis dan sok punya selera musik bagus. Brengsek benar. Saya sudah melangkah terlalu jauh dari apa yang diterapkan Nuran: kesederhanaan dan ringan. Tiga tulisan tadi kemudian masuk di zine saya yang kedua, yang entah apa namanya (saya memutuskan tidak pakai nama Throwzine lagi), tapi tidak lolos kurasi JakBeat membuat saya sedikit sedih dan hampir patah arang. Apa kurangnya? Lalu saya memutuskan berhenti menulis sejenak, dan mengamati gaya-gaya penulisan tabib-tabib jurnalisme rock. Tidak ada yang lain lagi: blog Nuran Wibisono jadi tujuan akhir.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sebelumnya, saya mengamati tulisan Taufiq Rahman yang sangat-sangat bagus, dan saya langsung menyerah. Saya tidak punya kecerdasan kritis macam Taufiq untuk hasilkan tulisan bermutu seperti itu. Otak saya masih sangat kurang. Lalu Ady Renaldi (di saat dia menulis tentang hubungan album Taring Seringai dan dihubungkannya dengan logical phallacy atau apalah), saya malah tidak nyambung. Saya ingin belajar dari pengisi kolom JakBeat tapi mengapa tidak ada yang bisa saya cerna dengan baik. Apalagi Arman Dhani. Saya menyerah dan akhirnya membuka lagi tulisan mahaguru utama saya: arsip tulisan Nuran Wibisono di JakBeat dan blognya saya babat habis--semua tulisan, tanpa kecuali, termasuk puisi lucu-lucuannya. Tanpa disangka, ada satu tulisan yang menginformasikan tentang pemesanan buku. Di situ tertulis nomor rekening Nuran, dan nomor ponselnya.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>Aunnurahman Wibisono - 08xxxxxxxxx</i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Fuck! Tanpa tunggu esok pagi saya langsung SMS si mahaguru. Basa-basi dan akhirnya mengakui: tulisanku nggak diterimo JakBeat, mas. Lalu Nuran menjawab singkat: kenapa kamu kok pengen nulis di Jakarta Beat?</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya tidak tahu. Betul-betul tidak tahu. Nihilisme tulen. Saya merasa hanya menulis karena ikut-ikutan review keren Rolling Stone saja. Padahal saya tahu, jadi keren tidak bisa hanya dengan ikut-ikutan. Sejak hari itu saya mulai berpikir kalau tulisan musik harus punya nyawa. Nuran bisa menulis 'hair metal lebih baik dari grunge' karena dia mungkin kesal atas kehadiran Nirvana yang menggeser dominasi Guns N' Roses. Taufiq mungkin kesal pada Phillips yang menganggap Nevermind The Bollocks sebagai album punk terbaik, bukan Marquee Moon dari Television. Semua penulis punya kekesalannya masing-masing.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya akhirnya merasa tulisan saya kurang satu hal yang amat sangat penting: kegelisahan. Ini membuat tulisan saya kering, kosong, hanya berusaha meng-keren-kerenkan kata, menyamakan rima, mengutip diksi-diksi keren as fuck untuk gambarkan jenis musik. Tidak ada isinya. Hampa tanpa gagasan.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">***</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNghJt3Y9cKFxo2i3EwY82Q9yhia57l_36dE6-XUrpR0bAMFU08BgGdybyzz1WTt3o5VAhcXOMujZr_tfGyBuWIFIU-7ac0XDyRq7CadQ2_8-jFZFFpMBW3VPidrUgJp-lXz_Jo2iLS8We/s1600/22780460_1619701738080078_9073884524238062177_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="960" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNghJt3Y9cKFxo2i3EwY82Q9yhia57l_36dE6-XUrpR0bAMFU08BgGdybyzz1WTt3o5VAhcXOMujZr_tfGyBuWIFIU-7ac0XDyRq7CadQ2_8-jFZFFpMBW3VPidrUgJp-lXz_Jo2iLS8We/s400/22780460_1619701738080078_9073884524238062177_n.jpg" width="400" /></a></div>
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Nuran duduk di sebelah saya. Di sampingnya ada Ayos Purwoaji. Sementara di depan kami ada beberapa orang yang punya minat sama: menulis musik. Salah satunya Kharis Junandharu dari Silampukau. Ini hari Minggu di akhir bulan, di luar mendung. Kopi dan snack disediakan Mbak Yuli penjaga C2o, untuk disambi sembari diskusi. Ini seperti hal yang sureal: kamu duduk di sebelah penulis yang membuatmu ingin menulis musik, dan saat ini kamu dan dia menjadi pembicara untuk diskusi menulis musik. Saya mewakili Ronascent--webzine musik indie lokal tempat saya menghabiskan waktu beberapa tahun terakhir, sementara Nuran membawa buku terbarunya: 'Nice Boys Don't Write Rock N' Roll'. Saya didapuk untuk menanggapi tulisan Nuran, dan sedikit berbagi tentang jurnalisme musik. Saya tidak tahu apa-apa, masih bodoh. Tidak punya draft atau bahan apapun untuk dibawakan. Saya tidak tahu teori menulis musik yang baik dan benar. Selama ini di Ronascent, saya selalu menulis untuk senang-senang: tidak bertendensi apapun. Saya menulis suka-suka belaka. Tanpa tuntutan profesi. Inilah yang jadi bahan bakar saya untuk selalu menghubungkan naskah musik dengan kegelisahan. Ini nikmat. Saya suka mendengarkan musik, dan saya kadang muak dengan dunia. Saya menulis kegelisahan itu, dan hubungannya dengan musik. Saya malas dengar band-band sok pretensius dan jelek seperti Foster The People, dan saya menuliskan semuanya di saat semua orang menganggapnya sebagai jenius tiada tara yang berhasil bla-bla-bla fuckin' psychedelic! Saya bisa bicara bersama Nuran, justru karena membaca tulisan-tulisan Nuran.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya sendiri agak lupa sudah mengobrolkan apa saja, pun juga petuah-petuah Nuran yang malam itu lebih banyak guyonnya. Pembahasan agak melebar ke arah bisnis musik dan era musik digital tapi bisa diantisipasi dengan baik oleh moderator. Satu yang saya ingat: ini adalah malam yang menyenangkan. Sesudah satu jam lebih kami membahas jurnalisme musik dan hal-hal di sekitarnya, Ayos menyudahi diskusi dan mengadakan sesi tanda tangan. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Ke Biennale nggak? Ayok bareng, sama aku, Nuran juga ikut." ujar Ayos. Dia sebenarnya jadi kurator Biennale Jatim tahun ini. Di malam penutupan yang seharusnya dia wajib hadir, sahabatnya, Nuran Wibisono malah mendaulatnya jadi moderator diskusi. Pilihan yang mudah karena tentu saja Ayos memilih acara Nuran. Masih pukul sembilan. Penutupan Biennale mungkin tersisan dua jam lagi. Saya dan awak Ronascent segera meluncur ke Gedung Prabangkara, menyusul Ayos dan Nuran.</span><br />
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
***</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya langsung menghampiri Nuran yang duduk di joglo depan Prabangkara. Ayos hilang entah ke mana, menyusul si Kharis yang berlalu-lalang seenaknya saja tanpa seorang pun tahu dia dedengkot Silampukau. Musik DJ mengalun kencang dan brengsek. Apa-apaan. Kenapa di perayaan penutupan pameran seni ada musik EDM Party kencang bertajuk perform art? Saya tidak mengerti dan sekarang saya hanya ingin mengobrol lagi dengan Nuran. Sambil teriak-teriak karena saking kencangnya suara, saya bertanya beberapa hal. Nuran juga sambil teriak-teriak dan kadang mendekatkan mulutnya ke kuping saya, menjelaskan tentang suatu hal.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Tirto buka lowongan reporter. Coba aja kali aja minat." Ujar Nuran. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya berpikir keras, keluarkan rokok putih dan membakarnya. Saya belum tahu hidup mau dibawa kemana, tapi untuk ke Jakarta, saya rasa belum saatnya. Kami lalu membahas banyak hal lagi, diselingi musik disko yang begitu brengseknya. Bisa apa saya. Lalu datanglah pejabat-pejabat Ronascent: Rona Cendera - editor, dan Ian Darmawan, public relations (ya sebut begitulah biar kelihatan keren dikit). Saat keduanya datang, Nuran langsung menghilang, entah mencari Ayos atau Kharis. Saya dan kru Ronascent langsung menuju kantin di pojokan untuk pesan satu gelas kopi dingin pembunuh kantuk. Saat sedang membicarakan hal-hal remeh-temeh Nuran datang dengan muka kusut: Ayos tidak ketemu. Dia langsung duduk di sebelah saya, dan memesan Indomie. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Oh ini timnya Ronascent?" tanya Nuran. Kami sebagai penulis musik lokal merasa seperti ditanya oleh jurnalis hair metal legendaris. Sambil diselingi kopi, udud, dan gorengan, kami mulai membahas apa saja tentang media musik. Rona dan Ian juga berkali-kali bertanya, mumpung ada pakarnya.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Sekarang susah. Media cetak sudah gulung tikar semua. Kemarin, Trax, HAI..." kata Nuran.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Sayang banget, ya Mas. Trax lumayan keren sih isinya menurutku." ujar saya menanggapi.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Iya, penyeimbang Rolling Stone lah ya."</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Haha, itu Trax langsung tutup habisnya Rio keluar ya."</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Rio? Oh, Rio Tantomo? Kon kenal?"</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Sempet beberapa kali ngobrol. Haha brengsek sih dia. Tapi bagus."</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Aku ndak kenal sih, cuman tau aja. Gonzo dia."</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Iya, nulis Burgerkill pakai ganja pas tur, eh Ebenz dkk protes. Pantes keluar tuh si Rio." saya tertawa.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Lahyo, jarene rock and roll, metal, ditulis ora wani." Nuran juga tertawa sambil mengecap Indomie-nya.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kami lalu membahas industri media lagi, yang makin hari makin ditinggalkan. Semua orang bisa menulis di akunnya masing-masing. Semua orang bisa bikin media sendiri. Di saat seperti itu, kami--yang semuanya jadi buruh media dan budak naskah--harus siap seandainya radio, koran, atau media apapun tempat kami bekerja mendadak tutup. Kelihatannya tidak mungkin, tapi apa salahnya siap-siap. Sejumput rokok kami bakar--kecuali Nuran--untuk membunuh perasaan ini. Kami sudah terjerumus dalam media, wartawan, jurnalis: dan seperti kata Sudjiwo Tejo; sekali kamu jadi jurnalis, kamu tidak bisa meninggalkannya, seumur hidup. Jurnalis itu candu.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Wis rek, mbayare iki ae." ujar Nuran yang berdiri dan serahkan sejumlah uang pada penjualnya. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Arek-arek kabeh, totale pinten?"</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kami hanya cengar-cengir. Dalam hati sedikit menggumam: ini penulis hair metal paling membumi dan murah hati yang ada.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Thanks, Mas Nuran Wibisono. See you next time!</span></div>
</div>
</div>
</div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-90204712375701693772018-01-01T16:21:00.001+07:002018-01-04T18:47:37.847+07:00Semenit Sebelum 30: Sebuah Pengantar<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>Oleh: Bili Sayuti*</i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><br /></i></span>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAjbn0Xmz-qqEa6LVf5LJWifae3mGEUpA16Nwn-GL4NXjmrem-fbe0NWtsI7NKDalwq7WR3xg7XQPidSPhcHYNzN8J8LLzRD3texNXdAILBpleUiphPILONnNFkIzxKu-cVml6vPsl2U9l/s1600/Capturingthe+Art+of+Composition.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="800" data-original-width="512" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAjbn0Xmz-qqEa6LVf5LJWifae3mGEUpA16Nwn-GL4NXjmrem-fbe0NWtsI7NKDalwq7WR3xg7XQPidSPhcHYNzN8J8LLzRD3texNXdAILBpleUiphPILONnNFkIzxKu-cVml6vPsl2U9l/s400/Capturingthe+Art+of+Composition.jpg" width="255" /></a></div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Malam belum betul-betul dingin saat pesan pendek--atau lebih cepatnya WhatsApp--dari mahasiswa saya membuat saya sedikit kaget dan mendelik. Tito Hilmawan, mahasiswa yang pernah saya ajar setengah semester di Fakultas Bahasa dan Seni Unesa, mengaku sudah menulis novel. Saya mendelik bukan dalam artian novel itu begitu monumental melampaui Tere Liye, wong saya juga belum baca. Juga bukan dalam artian novel itu jeleknya minta ampun melampaui Tere Liye, wong saya--sudah saya bilang sebelumnya--belum mbaca sama sekali. Jadi kenapa saya mendelik kaget mungkin karena saya belum update Grab Taxi di Galaxy Note baru saya--iya baru beli. Jadi tiba-tiba ada notifikasi kalau aplikasi butuh pembaruan. Atau mungkin karena--kembali ke awal--Tito Hilmawan, mahasiswa saya mengabari saya dengan bahasa yang lincah dan tergesa-gesa, khas anak milenial yang doyan dianggap gesit, kalau dia bikin novel dengan tokoh utama seperti nama saya.</span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sebagai dosen pengampu mata kuliah penulisan kreatif antara tahun Januari sampai April 2016, saya sudah menyadari potensi seorang Tito. Bukan potensi dalam hal penciptaan karya yang indah sekaligus busuk luar biasa seperti Tere Liye (saya mungkin bisa dipidana atas statement barusan), bukan juga dalam hal apapun tentang sastra super idiot, idiot, jenius, dan super jenius (empat tingkatan sastra menurut saya, ada dalam buku <i>Sastra Mukjizatku </i>yang saya tulis kisaran tahun 2001 silam tapi tidak laku karena dianggap buku rohani), tapi Tito berpotensi membuat hal-hal yang bebal.</span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tito ini sempat menolak mendalami sastra, begitu pengakuannya saat mengajak ngopi saya di sore yang cerah-secerah-cerahnya, di Warkop Klutik Lidah Wetan. Begitu kurang ajarnya mahasiswa bau kencur mengajak seorang dosen untuk ngopi di warkop pinggir jalan. Tito yang awalnya ingin menggali ilmu dan pengalaman saya, justru seperti keasyikan membagi kisah hidupnya yang muram dan tidak baik-baik amat. Saya berusaha tidak peduli kisahnya tentang perempuan karena hanya berisi hal-hal receh, atau mungkin di beberapa nama agak terlalu berat dan terlalu privasi untuk disebar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tito mengaku sudah ngebet jadi penulis sejak dia mulai membaca Rolling Stone. Saya sedikit heran kenapa dan bagaimana seorang manusia bisa begitu biadabnya sampai yang menginspirasinya menulis bukanlah Shakespeare atau Hemingway, tapi malah David Fricke atau Lester Bangs. Saya tidak mengerti pola pikir seperti itu sampai akhirnya saya tahu, saat Tito semester empat, sewaktu saya belum dipercaya Kajur untuk memegang mata kuliah dan hanya jadi asisten dosen yang makan gaji buta: Tito ini bodohnya minta ampun soal sastra. Ini makin bikin saya geleng-geleng kepala. Kelakuan mahasiswa macam apa yang ingin jadi penulis fiksi tapi belum baca karya-karya hebat dunia. </span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tito kemudian memberi saya beberapa kertas bekas (yang sungguh bobrok dan tidak bisa digambarkan keadannya), lusuh dan fotokopian. Saya ingat betul kertas itu ketinggalan di Klutik karena memang saya tidak tahu kalau itu nantinya bisa berguna, dan memang tidak ada gunanya. Tito - si pemberi kertas bekas cebok, menyatakan kalau kertas itu berisi karyanya. Dia menyebutnya sebagai zine (kalau saya tidak saya tulis). Dia seperti melawan sastra itu sendiri tapi tidak keren, cenderung goblok dan saya memandangnya hanya pemalas tukang tidur saja. Sesudah mengambil kretek saya dari meja, saya hanya mengambil kertas karyanya dan membolak-baliknya, terlalu malas berbasa-basi sore itu, apalagi cangkir kopi gelas potel itu tidak kunjung dingin. Asu. Saya lalu memberinya beberapa wejangan, lalu menyamakan persepsi tentang apa sebenarnya yang diinginkan bocah tengil ini. Dia mengajak saya berdikusi dan mengumbar cita-citanya jadi penulis fiksi, tapi karyanya hanya bungkus gorengan semacam ini? Saya bisa saja mengusap tangan sisa minyak goreng saya ke kertas itu, tapi tidak kuasa karena dia begitu berapi-api.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tito terus berkata zine, zine, zine, zine. Bebas, bebas, bebas, bebas. Free, fuck copyright, whatever, rock and roll, remeh-temeh tai kucing lainnya. Di depan muka dosennya sendiri. Biadab benar. Saya semakin tidak mudeng. Satu yang saya pahami, seorang penulis fiksi harus bikin buku. Titik. Saya puritan. Bukan nulis di sobekan kertas, atau majalah sekalipun. Tito lalu memamerkan blognya (mungkin tulisan ini akan dimuat disitu juga), tapi saya ogah membacanya, Bagaimanapun, Pramoedya Ananta Toer terkenal justru karena dia bikin buku, bukan nulis di Wordpress. Atau seheboh-hebohnya blog Raditya Dika, ia akan tetap dipandang sebelah mata kalau buku Kambing Jantan tidak terbit (bangsat lihat sekarang nasibnya). Tapi Tito keukeuh dengan jalannya. Ia terus baca majalah musik kapitalis, kecanduan, dan jadi goblok sendiri karena doyan habiskan waktu berjam-jam berburu album gratisan. Dasar miskin. Dia mau jadi penulis atau anak band. Satu lagi aktivitasnya adalah dia doyan menulis musik, di media-media lokal yang kecilnya minta ampun. Saya tidak tahu faedahnya apa bagi seseorang yang bercita menulis fiksi seperti Tito.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Awal kenal Tito terjadi saat saya dipercaya mengajar (walaupun saya mundur beberapa bulan sebelum UAS). Saya dipercaya menggantikan Pak--(saya tidak bisa sebut namanya di sini karena ada sedikit ketegangan pribadi) yang sedang ada urusan di Kyoto - Jepang. Saya mengajar mata kuliah Penulisan Kreatif sekitar empat bulan. Di situ saya tahu kalau anak-anak sastra angkatan 2013 kebanyakan gobloknya minta ampun. Bahkan yang bisa disebut pintar pun sebenarnya bodohnya amit-amit di mata saya. Bagaimana tidak? Anak sastra tapi tidak ada yang sastrawi. Membuat puisi seperti jadi hal yang mudah, lalu hasilnya kacangan. Mana prosesmu, mana mata kurang tidurmu, mana perjalananmu untuk hasilkan karya tulis, karya sastra. Semuanya terlihat tolol di mata saya, apalagi gerombolan biadab yang duduk di bangku belakang: Tito dan Rozzak. Ada satu lagi anak laki-laki tapi saya tidak hafal namanya. Tapi melihat mukanya sebentar saja saya tahu dia ini sama gobloknya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Perkenalan dengan Tito tentu saja terjadi saat saya mengajar. Saya bertanya dengan serampangan, menunjuk dua anak yang terlihat ngantuk, ada di pojokan seperti sedang nonton bokep dari ponsel. Brengsek. Satunya malah pakai headset di telinganya. Tito seperti kelimpungan, megap-megap, dan bertanya: 'aku ta yang ditanya?' Ini anak benar-benar jancok maksimal. Sudah celananya robek parah, dan kelihatannya tidak pernah dicuci. Teman-temannya yang ditanya Tito aku-ta aku-ta tadi juga kelimpungan, panik. Belum pernah saya menemukan kelas sesopral ini. Maafkan bahasa saya yang kurang mengindahkan tata krama. Tapi saya sudah resmi tidak jadi dosen, jadi bebas misah-misuh seenaknya. Saya lupa bertanya apa ke Tito--pastinya pertanyan mudah. Tapi jawabannya bikin mendelik: begitu koprol dan tidak penting sepanjang masa. Bahkan indra pendengaran saya harusnya tidak mendengar pernyataan tidak berkualitas semacam itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Lalu sesudah kelas yang berantakan, saya masih duduk di meja, entah malas sekali untuk sekadar melangkah ke luar pintu. Saya agak sedikit pusing entah karena kebanyakan kopi atau jawaban tahi kucing Tito tadi. Brengseknya saat saya duduk, mahasiswa saya justru pada pulang duluan! Mana sopan santun sebagai anak didik. Saat saya mengumpat dalam hati itulah muncul sosok Tito di hadapan saya. Saya bingung, dia kelihatan seperti campuran orang belum mandi, baru saja kumur benzoat, atau habis giting kemarin malam. Tanpa diduga dia mencium tangan saya. Tindakan yang sopan benar. Tapi sesudah itu langsung mengajak saya ngopi. Tindakan yang kurang ajar benar.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Saya ingin berguru, pak." Ujar Tito. Saya melihat arloji. Istri saya baru pulang jam tujuh nanti. Baiklah, tidak ada salahnya ikut bajigur ini. Dari situlah dimulailah kedekatan saya dengan Tito. Sampai akhirnya disuruh memberi komentar pada draft novelnya yang belum selesai, dan masih teramat panjang untuk mencapai garis akhir. Saya sebenarnya sudah menolak permintaan Tito, karena saya diharuskan menuliskan komentar untuk ditaruh di blognya. Saya lebih suka cerewet dan mengobrol. Tapi setelah saya membaca kalau tokoh utama dalam draftnya pakai nama saya tanpa izin (baru izin setelah beberapa hari minta tolong, dengan alasan lupa), maka sebagai beban moral saya turuti permintaanya.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tapi saya juga kaget sesudah Tito bilang kalau draftnya sudah diposting di salah satu platform online. Bebas diakses siapapun dan kapanpun, bebas dicaci-maki. Kalau penulis lain simpan draftnya rapat-rapat sebelum dicetak dalam bentuk buku, Tito malah dengan entengnya membiarkan semua orang bisa membaca karya-karyanya yang cenderung urakan dan tidak beraturan.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b><br /></b></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><b>(bersambung)</b></span><br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">***</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">*Penulis adalah dosen mata kuliah penulisan kreatif saya tahun lalu. Sekarang, Pak Bili berdomisili di (entah, saya disuruh merahasiakannya), bersama istri tercintanya. Sedang selesaikan buku kumpulan puisi terbarunya. Untuk draft novel yang dimaksud Pak Bili, bisa dibaca di sini: </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: large;"><b><a href="https://www.blogger.com/goog_1529420023"><br /></a></b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: large;"><b><a href="https://www.storial.co/book/semenit-sebelum-30" target="_blank">https://www.storial.co/book/semenit-sebelum-30</a></b></span></div>
</div>
</div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-57734791221376560972017-12-05T11:54:00.001+07:002018-05-05T16:33:22.565+07:00Desember dan Lapis Kenangan Pertama<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Hujan di bulan ini selalu membawa perintilan-perintilan yang dijahit lagu Efek Rumah Kaca. Bosen ya? Tidak juga. Lagu Desember selalu magis, tidak pernah berkurang dan mengalami erosi kenikmatan saat mendengarkannya. Meskipun sudah kepalang sering jadi anthem galau nan insecure dari bocah-bocah yang baru kenal ERK tahun lalu dan merasa sudah menemukan tambatan hati, menemukan 'yah ini band gue banget'--atau yah, hanya sekadar 'ok bagus nih, keren juga kalau gue dengerin gini'. Motif orang mendengarkan musik macam-macam. Saya tidak peduli juga motivasimu mendengar musik itu apa: soalnya ada banyak kemungkinan dan saya tidak mau mengurusi orang lain. Termasuk Desember, yang menurut saya jadi pencapaian besar banget di musik Indonesia. Desember lahir di saat generasi terakhir MTV digempur sama Matta, The Harry Potters, dan Kangen Band. Ada juga Merpati Band, haha anjing. Cholil yang sekarang jadi legenda dulunya mah apa, seperti mahasiswa tingkat akhir yang sedih dan bikin band-band-an, terpengaruh Radiohead, gelap dan murung. Saya lihat di jaman-jaman pertama kali kemunculannya di TV. Melabrak semua video klip yang ada saat itu. Desember jelas sekali dipakai dengan budget seadanya, sengaja monokrom, menyorot orang hujan. Dan Cholil menyanyi melihat jendela. Agak aneh pada awalnya. Dan mungkin karena di momen itu, hujan benar-benar memberi saya kenangan yang sedap-sedap, saya selalu memutar Desember untuk merasakan kembali atmosfer kenangan itu.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kenangannya berlapis. Ada satu, dibalut lagi, dibalut lagi. Jadi Desember ini lagu yang lumayan berhasil mewadahi banyak kenangan sekaligus. Semuanya melankolis, sendu, hujan. Dan ada di bulan Desember. Mungkin lagu ini muncul saat kita masih pakai putih biru, dan MTV sudah di ambang kelesuannya. Saya nonton ini pertama kali di rumah mbah. Sewaktu habis hujan-hujanan sepulang sekolah. Saya bisa merasakan wax di rambut saya meluntur, bercampur bersama bau keringat dari baju batik SMP saya. Saya lekas diberi handuk untuk mengeringkan badan, sementara seragam masih terpakai. Televisi menyala, dan nenek saya adalah penggemar sinema menjelang siang yang sering membahas pembalasan alam kubur seorang yang biadab di masa hidupnya. Saya mengotak-atik remote, dan menonton MTV Ampuh seperti kebiasaan saya di rumah. Senyum dan -ehem VJ Marissa adalah salah satu hal terbaik yang pernah saya lihat sewaktu SMP. Lalu, Marissa si gemas mulai berkhotbah tentang chart, dan saya menahan diri untuk tidak terpukau dengan tanktop putihnya dan apa itu sesuatu yang mencuat di dalamnya. Lalu muncullah video hitam putih. Cholil dan kawan-kawan.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dan Desember resmi mewadahi lapis kenangan pertama.</span>Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-78530343116476424112017-11-25T23:50:00.000+07:002018-05-05T16:34:29.702+07:0023<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>Twenty three years, i still haven't clue</b></i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>Stop thinking the past, i don't think i'll ever do</b></i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>Driving through the town in black and blue</b></i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>Maybe today i'll catch a glimpse of you</b></i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Jujur orang macam apa yang bisa lupa dengan umurnya sendiri, kecuali orang itu benar-benar penat dan sibuk--atau orangnya benar-benar ngehek minta ampun. Saya mungkin termasuk golongan pertama, tapi tidak menutup kemungkinan masuk ke golongan dua juga. Sejam lagi saya ulang tahun, tapi saya lupa berapa pastinya umur saya. 22 atau 23? Atau jangan-jangan 24? Apakah saya sudah betul-betul kehilangan jatidiri maknawi sampai-sampai tidak sadar usia? </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya selalu ingat hari ulang tahun saya sendiri. Ini bukan karena saya pengingat yang baik, atau tukang lihat kalender setiap saat. Mungkin karena Bapak di rumah sudah lebih dulu mengingatkan tadi sore: besok ulang tahun ke 23, ya?--Bapak selalu WhatsApp sehari sebelum saya ultah, memberi ucapan langsung juga sehari sebelum ultah. Entah kenapa. Bapak memang orang yang tidak suka menunda-nunda saat melakukan sesuatu. Selagi ingat dan ada kesempatan, harus segera dilaksanakan. Tapi ya masak itu harus diterapkan saat mengucap ulang tahun juga.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Mengingat ulang tahun adalah mengingat momen; bukan umur. Umur tidak mendefinisikan hidup, tapi momen, suasana. Bukan seberapa lama kita hidup, tapi sudah berapa banyak yang kita alami saat hidup, berapa banyak yang kita lakukan saat hidup. Pertanyaan sulit. Saya pun belum melakukan apa-apa. Tapi beruntungnya, saya selalu mendapat momen-momen, kejadian-kejadian, yang membuat hidup saya tetap hidup. Entah itu sedih, bahagia, keparat, menyenangkan, kepalang brengsek: intinya saya selalu berusaha merayakan semuanya. Hidup untuk hidup.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kurang dua tahun lagi usia saya sudah seperempat abad. Selanjutnya apa? Menikah? Tuhan berencana, manusia yang menentukan. Tapi saya belum tentukan apa-apa, jadi biarkan Tuhan bereksperimen dengan rencana-rencananya, di lab kimia semesta raya.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Toh di 23 tahun ini, masih banyak kebingungan yang berseliweran di kepala. Siapa saya, siapa Tuhan, apa tujuan hidup saya, saya harus melakukan apa? Mungkin saya akan menemukan titik terangnya, saat saya memilih untuk terus menikmati perjalanan. Perjalanan panjang.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>Gone are the days of youth</b></i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>I'm left with nothing but the truth</b></i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>And yet i'm stumble and fall trying to find something real</b></i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><b>The clock keeps on ticking, time doesn't heal</b></i></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><br /></i></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Seringai pernah bilang kalimat ngehek: saat pertama kali kamu mendengar musik keras, saat itulah usiamu berhenti. Saya pertama kali dengar Burgerkill di usia 14 tahun (atau mungkin Bluequthuq di usia 12 tahun). Jadi usia saya sekarang masih 14, masih SMP. Semangat itu masih ada di sini (menunjuk hati), tapi lama kelamaan saya tidak bisa bohong juga. Yang dimaksud Seringai adalah sisi senang-senang. Bahwa kesenangan orang tidak boleh berhenti. Tapi kedewasaan? Jelas, setiap orang pasti mau tidak mau harus dewasa. Umur 23 mungkin adalah sisa-sisa terakhir masa muda, sebelum segalanya menjadi tampak serius dan old. Sebelum masa banter-banternya cari uang dan mikir kawin. Sebelum hidup harus dirombak habis-habisan, dari akhlak, moral sampai relijiustas. 23 adalah batas antara muda dan tua: beberapa langkah menuju seperempat abad hidup. Beruntunglah kalian yang pernah jadi bengal dan ugal-ugalan. Viva alkohol murah dan substansi halusinogen. Viva hidup punk rock porak-poranda. Usia 23 sudah hampir memotong semua, meskipun kesenangannya masih terasa. 23 sisakan kebenaran-kebenaran yang makin lama makin tampak, keputusan-keputusan yang mau tidak mau harus kita pilih dan jalankan. Walaupun banyak halang rintang, batu kerikil tajam, terjatuh, berdiri lagi, tersandung, tunggang-langgang. Usia 23, waktu dimulai lagi. Terus berjalan, tidak bisa dihentikan. Usia 23, selamat ulang tahun untuk diri saya.</span><br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<i style="font-family: "trebuchet ms", sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">tulisan bercetak tebal dicomot dari Vague - "23" </span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: x-small;"><a href="http://vaguejkt.bandcamp.com/">vaguejkt.bandcamp.com</a></span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-90419908802708148302017-11-25T22:54:00.001+07:002017-11-25T22:58:58.944+07:00Nuran Wibisono: Menulis Musik Adalah Mimpi Basah<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Oleh: Redaksi Ronascent</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">bisa dibaca di <a href="https://ronascent.biz/2017/11/nuran-wibisono-penulis-musik-adalah-mimpi-basah/" target="_blank">sini</a></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhK89Oe1YF4eZs0XuWMfr-3RHFYoOP7kWB7Uov27nZNOEla-gq7RSGmmViJI-FTF41Km5gKZRYC2d8g_euiCYRszNGd-RfJaCX-XKey1X2YH4Q2z5I45XFouE9gpWp0Otg-RmlQ1ichaPZc/s1600/Nuran-Wibisono-Nice-Boys-2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="509" data-original-width="768" height="262" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhK89Oe1YF4eZs0XuWMfr-3RHFYoOP7kWB7Uov27nZNOEla-gq7RSGmmViJI-FTF41Km5gKZRYC2d8g_euiCYRszNGd-RfJaCX-XKey1X2YH4Q2z5I45XFouE9gpWp0Otg-RmlQ1ichaPZc/s400/Nuran-Wibisono-Nice-Boys-2.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Nuran Wibisono: kedua dari kiri</span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Nice Boys Don’t Write Rock And
Roll; judul buku terbaru Nuran Wibisono ini menyatakan sesuatu yang sejak dulu
kala jadi perdebatan: seperti apakah kapasitas seseorang untuk bisa jadi
penulis rock and roll? Apakah harus sangar—‘honest and unmerciful’—seperti
Lester Bangs di Almost Famous—mengingat William Miller, jurnalis rock cilik di
film kesayangan kita itu, sungguh mewakili term ‘nice boys’. Seperti apa
seharusnya? Nuran tidak menjawab pertanyaan kita, tapi sudah melakukannya.
Whatever, nice boys or bad guys—rock and roll, or anything music in your pocket
playlist; semua bisa menulis musik. Nuran bukan tipikal bajingan tengik seperti
Bangs atau Thompson—merokok saja tidak. Bukan juga sosok yang terlampau imut
untuk bisa dikatakan ‘nice boys’. Nuran sebagai orang biasa-biasa saja, tanpa
kepentingan dan pretensi apapun, tanpa beban dan tanggungan apapun, menulis
musik hanya sebagai bentuk kecintaannya mendengarkan Guns N’ Roses, The Doors,
dan ribuan band favoritnya. Nuran tidak bisa (atau tidak mau?) dicap sebagai
jurnalis musik. Dirinya mungkin bisa disebut pengulas musik ugal-ugalan (sempat
baca 5 Album Terburuk Indonesia 2009 dan 2010 di JakartaBeat?). Tapi, disitulah
letak serunya buku ini: puluhan esai yang ditulis dengan kecintaan pada musik yang
ceplas-ceplos, apa adanya, minim saringan, dan kaya akan kesenangan. Buku ini
sangat worthed untuk dimiliki dengan satu alasan bagus: siapapun yang
membacanya dipastikan terinspirasi untuk menulis musik juga. Apapun kapasitas
mereka.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tito Hilmawan Reditya, salah
satu penulis di Ronascent, berkesempatan menanggapi buku ini di acara bedah buku
bersama Nuran, di c2o Library Surabaya, akhir Oktober kemarin. Tito—yang
mengaku terinspirasi untuk mulai menulis musik dan membuat zine sesudah membaca
esai Nuran yang berjudul “30 Lagu yang Membuat Jembutmu Rontok Satu
Persatu”—harus mengakui kalau buku babon ini bisa memicu terbitnya buku-buku
sejenis. Selama ini rilisan buku musik di Indonesia amat sangat jarang. Mungkin
divisi Elevation Books milik Taufiq Rahman, adalah angin segar untuk permulaan.
Elevation sudah merilis tiga buku esai musik, yang salah satunya ditulis Herry
Sutresna—pentolan Homicide. Nuran kemudian mulai menyusul, dengan gaya
tulisannya sendiri. Kalau Taufiq lebih menyorot hubungan musik dan sosial politik—pun
juga Ucok, tapi tulisan Nuran terasa lebih personal dan ringan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Esai-esai musik dalam Nice
Boys dibuka dengan nama bab yang mengutip lagu-lagu kegemaran Nuran—tentu saja
seputaran hair metal dan ‘Almighty’ The Doors. Di bab pertama Nuran menuliskan
dengan hangat awal perjumpaannya dengan musik, lalu mengenal jurnalisme musik,
lalu bagaimana semua itu bisa mengubah arah hidupnya. Phillips Vermonte—founder
Jakarta Beat—tidak sengaja membaca tulisan Nuran saat sedang mencari
kontributor untuk website barunya. Perkenalan dengan Nuran dituliskan Phillips
di Kata Pengantar buku ini. Lalu di bab kedua dan seterusnya, lebih fokus pada
satu bahasan. Membahas hair metal, slank, musik Indonesia—itu diantaranya.
Beberapa tulisan tentang Slank belum pernah dimuat dimanapun. Nuran mengaku,
proyek menulis Slanknya batal, entah karena apa. Padahal dia sudah selesaikan
separuh tulisan. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Untuk tulisan lain kebanyakan
sudah dimuat di blog Nuran—nuranwibisono.net—dan di beberapa media. Tito, yang
sudah jadi pembaca blog Nuran sejak SMA, menganggap tulisan Nuran selalu tampil
apa adanya; ringan, sedikit slebor, agak urakan, dan sangat menyenangkan. Nuran
dianggapnya setara Rudolf Dethu, dalam konteks propagandis hair metal
nusantara. Keyword hair metal di Google entah bagaimana caranya bisa langsung
mendeteksi blog Nuran. Tulisannya tentang Sangkakala ataupun GRIBS atau siapa
saja dedengkot rocker gondrong Indonesia sangat-sangat energik. Ada perasaan
meluap-luap, dan kecintaan yang tinggi pada objek tulisan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ayos Purwoaji moderator
diskusi sempat bertanya pada Nuran: apakah ada otokritik untuk buku ini? Nuran
menjawab, kekurangannya mungkin buku terlalu tebal: tulisan terlalu banyak.
Nuran mengaku terlalu malas untuk mengkurasi, atau mengedit tulisan-tulisannya.
Alhasil, buku perdananya terkesan tumplek blek. Sedangkan menurut Tito, buku
Nuran mungkin bisa jadi semacam kitab suci bagi pencinta hair metal—atau musik
apapun. Atau kalau frasa kitab suci terlalu berat, anggaplah buku ini sebagai
buah cinta dari Nuran, pada siapapun yang masih percaya kalau rock and roll
belum mati, masih berusaha menggondrongkan rambut, pakai banyak gelang, dan
setia pakai DocMart—atau Converse. Meskipun saat bedah bukunya Nuran pakai kaus
Seringai, tapi bolehlah itu dimaknai sebagai tanda kalau penulis musik
seharusnya terbuka. Nuran sudah membuktikannya: dalam buku yang berlabel rock
and roll dan bernuansa sangat glam metal, terselip satu dua tulisan tentang
Peter Pan dan... Ahmad Dhani.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Menutup tulisan, Kharis
Junandharu dari Silampukau yang sempat hadir di diskusi bertanya pada Nuran dan
Tito, tentang pengalaman terbaik yang pernah dialami saat jadi penulis musik.
Tapi entah, sepertinya pertanyaan tidak terjawab. Keduanya malah tersenyum dan
kemudian tertawa bahagia. Karena seperti kata Nuran:<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i><span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Bagi
orang yang mencintai dunia musik, bekerja sebagai penulis musik adalah mimpi
basah... Tapi namanya juga mimpi basah, ketika terbangun setelah merasakan
nikmat, kamu akan berdecak kesal. Celana dalammu basah dan lengket. Dan kamu
harus mandi besar...” </span><span style="font-family: "kelvinch" , serif; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i><span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></i></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPtvudGjRw8phYiFZmzqnEy4xp86giQZrhm5ouRJ8UCf754GPEQZBom9bbELtF0dBn5DuRdnj-Oom8S4wsQ25kxQe2-SK2YV3hfWgPIgzZOfZrFYFVmg7GDndD8kdIq9d3VQy5lWVX2OZi/s1600/Nuran-Wibisono-Tur-Buku.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="509" data-original-width="768" height="263" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPtvudGjRw8phYiFZmzqnEy4xp86giQZrhm5ouRJ8UCf754GPEQZBom9bbELtF0dBn5DuRdnj-Oom8S4wsQ25kxQe2-SK2YV3hfWgPIgzZOfZrFYFVmg7GDndD8kdIq9d3VQy5lWVX2OZi/s400/Nuran-Wibisono-Tur-Buku.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i><span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></span></i></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9090157092613648328.post-58433922907463170332017-11-16T09:05:00.001+07:002018-05-05T16:29:10.429+07:00GAUNG - Opus Contra Naturam: Berada Di Ambang Sakit Jiwa<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw8FAZNwMDW-ICeEAci3f_j8bu-Px7sjxaJ0Ym3F081QebQtUxI4u8DvnThagj7BYe8UmdKJ7tIXKXc6QBnUZDVBH8Dyep6TNozJ30P50HZNKleKz65KmLQkMBFRKa8m-VeRpCGWMVdM0T/s1600/content_GAUNG_-_Opus_Contra_Naturam_cover_art.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1000" data-original-width="1000" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw8FAZNwMDW-ICeEAci3f_j8bu-Px7sjxaJ0Ym3F081QebQtUxI4u8DvnThagj7BYe8UmdKJ7tIXKXc6QBnUZDVBH8Dyep6TNozJ30P50HZNKleKz65KmLQkMBFRKa8m-VeRpCGWMVdM0T/s400/content_GAUNG_-_Opus_Contra_Naturam_cover_art.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Opus
Contra Naturam. Melawan alam, bla-bla-bla. Khusus untuk duo bernama GAUNG,
post-rock meluap-luap, bahaya laten ampli Orange, menabuh genderang
sekeras-kerasnya, sampai lampu mati, sampai gerah, sampai biadab, sampai
sekarat. Menulis album berhulu ledak tinggi—naik, naik, naik, sampai panik dan
hancur sendiri—adalah keasyikan dan ego pribadi. Jangan dengarkan album ini di
motor pakai headset jelek kalian, atau di audio mobil, atau dimanapun yang
berpotensi melabrak dan menabrak orang sampai mati. Semenyeramkan yang kalian
kira, semenghanyutkan yang kalian bayangkan. Dengan cover mata lebar yang siap
menusuk mata kalian. Secara pribadi, lagi-lagi kami tekankan, ada banyak bahaya
berkeliaran di album ini. Secara halus seperti Crimson Eyes-nya Sigmun tapi nir
vokal, dengan tetambahan sound-sound gaib yang dipinjam dari air got neraka.
Terdengar kasar lagi berisik, kadang apa adanya pula, monoton mempermainkan
jalan pikiran. Filsuf Wikipedia. Puisi-puisi liris Amerika Latin. Paha montok
dan empuk dalam daya khayal paling brutal di dimensi kelainan seksual yang
diidap pekerja-pekerja yang siang kepanasan dan malam tersembur angin.
Menyemburit gulita. Tenang, ini baru beberapa track. Lucidae—seperti mimpi
buruk orang keparat, sesudah minum obat batuk kemenyan. Eridanus Supervoid—jika
tidak salah eja—terkapar sambil memintal besi dengan gigi geraham, tembus
lambung terkoyak jadi tinja timah panas. Menantikan si beruntung yang bisa
dapatkan sisi halusinatif dalam tepar mabuk ciu saat hampir subuh. Persetan
jurnalisme musik paten, persetan Almost Famous—dan impian menjudge semua
rockstar di dunia semau gue. Apa bedanya pendengaran dengan puisi; kalau
nyatanya GAUNG tidak bisa diperjelas dengan bahasa-bahasa abjad manusia. Ini
melampaui alam pikir, tanpa berniat hiperbolis. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kami
menghalau berbagai bahasa-bahasa yang digunakan umat manusia, baik buruk atau
ceracau-ceracau talkshit di media sosial. Ini adalah kegelisahan yang tidak
baik-baik amat buat ditumpahkan. Ada tanggung jawab buat pembaca—kalian-kalian,
pemalas pemadat yang baru bangun usai dhuhur lalu digempur kewajiban lagi dan
lagi, tanpa henti, dan akhirnya berhenti sejenak, pakai komputer kantor untuk
membunuh malam, streaming gratis album ini. Berusaha menemui kekosongan namun
susah karena tidak biasa tirakat, jadilah empuk-empuknya gendang telinga—dan
anggur merah yang tinggal seperempat botol—merampok kesadaran sambil menggigit
ujung guling, dengan layar streaming komputer, berusaha menghibur diri dengan
mengulang-ulang Annie Hall-nya Woody Allen. Itu sudah sampai pada Killing With
Virtue yang sok kepedean. Entah harus berbuat apa lagi di malam yang sepekat
ikan asin di tenggorok. Sound yang kalian kencangkan kalian kecilkan lagi
karena ada bapak-bapak berumur pengemudi taksi online, tepat di sebelah kamar
pondokan kos kalian baru selesai berwudu atau sembahyang. Jadilah dalam
seolah-olah senyap, sound murah 80 ribuan, menggergaji jins-jins kalian yang
kumal dan belum tersentuh sajadah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Old
Masters: A Comedy—mau ngomel apalagi? Orang gila, penulis gila bodoh yang
dengan gobloknya meracau demi review sisipan, demi mengabadikan apa yang tidak
bisa diabadikan oleh waktu?—atau harus mengalah dan jadi budak kehampaan mimpi,
tidur sambil ngaceng, dionani oleh pantat-pantat dalam lelap. Bibir-bibir
kering yang bau asbak, selama dua ribu empat ratus tiga belas abad, hanya
merokok dan merokok, menabung umur di pejagalan nikotin. Lembab, dan hanya esok
yang tahu akan seperti apa jadinya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Evidence
Of Extraordinary Bliss. Muak sudah jadi keseharian. Di sini kegoblokan
bertebaran di manapun, menyentuh sisi kemanusian yang kadang bikin menangis.
Ingin rasanya gorok diri sendiri, putus asa. Namun lebih baik dihunuskan ke
perut kalian, wahai fasis, wahai tukang cobek tengik, yang bersenjata. Ancaman
dan intimidasi—kuncinya. Jurnalis CNN Indonesia melaporkan apa-apa yang perlu
dilaporkan dan nantinya akan diolah oleh GAUNG jadi bahasa Filipina dengan
backsound monoton. Siapa yang sudah belajar bahasa Filipina—atau baiklah tidak
usah belajar. Dengarkan irama sudut bibirnya: dia wartawan yang melihat
temannya digebuki sampai mati. “Kehidupan sebagai jurnalis tidak pernah
tenang,” kata si pembawa berita, melaporkan. Di Filipina sana nasibmu akan
empuk seperti pantat Harto yang doyan mengunyah kebebasan. Saat kemanusiaan
telah mati, saat nilai-nilai jurnalistik berada di asam lambung yang berkuasa,
saat itulah kita butuh mengocok batang kontol kencang-kencang, membayangkan
hal-hal paling busuk tentang sadomasokis, lelah karena apapun yang sudah
diperjuangkan, apapun yang sudah dilawan, tidak benar-benar mewujud jadi apa
yang dinamakan kesetaraan. Kehidupan murah dengan moncong peluru, atau uppercut
petugas yang—sudahlah... nyatanya kita tidak sekuat Marconi Navales, di
perjalanan menuju Mindanao yang jadi ladang pembantaian berbahaya dalam lagu
ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">"Saya
melihat rekan-rekan saya terkapar di tanah, tewas bersimbah darah. Bulu kuduk
saya berdiri, air mata saya mengucur. Saya terpukul dan saat itu saya tahu
bahwa tidak ada jurnalis yang aman di sini," <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Mau
apa wahai manusia? Dengarkan saja ini, sampai anggurmu tinggal tetesan yang tak
mungkin kau sikat di ujung botol. Lempar botol ke tempat sampah, dan meleset,
pecah jadi lima. Tarik nafas dalam-dalam, tidurlah sampai mati...</span><span style="font-family: "kelvinch" , serif;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: x-small;">*dimuat di <a href="https://ronascent.biz/2017/11/gaung-opus-contra-naturam-berada-di-ambang-sakit-jiwa/" target="_blank">ronascent webzine</a>, dengan perjalanan panjang editor (mas rona) mengedit dan memperhalus racauan. haha</span></div>
Tito Hilmawan Redityahttp://www.blogger.com/profile/07741582349383523727noreply@blogger.com0