Thursday, August 13, 2015

Dengar Dan Kecewa

Hobi mendengarkan musik ternyata tak semenyenangkan yang kalian kira. Beberapa band beserta lagunya dibawah ini cukup membuat saya kecewa. Tidak berlebihan karena mereka cukup jauh dari ekspekstasi awal. Intinya mereka gagal memenuhi harapan kuping saya untuk memberikan lebih. Alhasil, saya gagal eargasm dan bahkan jadi ilfeel dengan bandnya--ini khusus untuk BMTH. Sedangkan yang lain kebanyakan saya hanya kecewa karena lagu yang diaransemen ulang tidak jauh lebih baik dari versi lawas, atau cenderung melenceng dan mengurangi feel. Berikut daftar singkatnya.

cover yang mengilustrasikan 'di bangku taman'
1. Pure Saturday “Di Bangku Taman” (Time For A Change, Time To Move On, 2007)
Bandingkan dengan versi album Utopia (1999). Sebenarnya tak ada perbedaan mencolok yang membuat saya harus repot-repot menuliskan ini (kecuali tentu saja instrumen yang lebih segar dan lebih jelas karena direkam ulang).  Tapi simak kira-kira semenit terakhir menjelang lagu usai; sungguh keterlaluan Pure Saturday menghilangkan outro surga berisi melodi yang sempat membuat saya menitikkan air mata dan menggantinya dengan iringan khas akhir lagu yang standar. Entah apa yang ada di benak mereka padahal salah satu kekuatan “Di Bangku Taman” justru terletak pada outronya yang magis. Biasanya saya akan terenyuh dan meneteskan air mata di awal atau pertengahan lagu, tapi di lagu ini perasaan terenyuh yang nyes itu baru hadir di semenit terakhir; sebuah outro yang sentimentil. Dengan rekam ulang yang lebih baik serta musikalitas PS yang makin dewasa di album kompilasi ini, ekspesktasi saya pada “Di Bangku Taman” versi baru cukup tinggi. Setelah track pertama “Elora” yang cukup memuaskan, saya langsung terbuai pada “Di Bangku Taman” yang penuh perenungan, tapi jelang semenit lagu saya hanya bisa bilang ‘lho kok?!’ Ini adalah kesalahan terbesar PS di kompilasi ini.

2. Bring Me The Horizon “Shadow Moses” (Sempiternal, 2013)
Cukup jauh dari ekspekstasi. Saya berharap Sempiternal akan menjadi sekuel dari There Is A Hell—album puncak dari eksplorasi BMTH di dua album sebelumnya. BMTH sudah menemukan pakem yang pas di There Is A Hell: hawa yang gelap, murung, lirik yang dalam, dengan balutan hardcore yang berpadu dengan melodic death metal. Tapi “Shadow Moses” sebagai single pertama Sempiternal sudah menunjukkan tanda-tanda kekalahan. BMTH ibarat sudah jadi penis yang habis pipis; lunak dan empuk. Sementara BMTH yang saya kenal adalah penis konsumsi ginseng yang tegang, alot, keras; siap untuk melewati ronde pertama. Ironisnya lagu ini malah bisa merangkul penggemar-penggemar baru yang bahkan masih bau kencur dan baru mengenal musik pipis macam Asking Aleksanderia. Penggemar lama dikorbankan; BMTH gagal jadi band yang konsisten. Gagal jadi band harapan kita bersama. Gagal jadi band penis keras. Boikot saja BMTH dari gigs-gigs metal—sebelum mengkonsumsi Hormoviton dan siap tempur kembali.

3. Green Day “Oh Love” (iUno!, 2012)
Green Day adalah band tanpa cacat. Seluruh katalog lagunya sudah saya lahap habis mulai dari kelas tujuh SMP, beberangan dengan masa dimulainya nonton bokep pertama. Album puncak mereka menurut saya bukan Dookie, yang meskipun bagus sekali tapi saya masih dalam kandungan saat album tersebut menetas. 21st Century Breakdown adalah puncaknya, yang dirilis kira-kira saat saya hampir memasuki kelas 9. Covernya mengajari saya bagaimana ciuman terlihat cukup rock and roll—hingga akhirnya kepingin. Musiknya keras. Mengambil pakem dari Dookie yang masih berlandaskan fuckin’ three chord dan skill urakan itu dengan kedewasaan mereka sendiri yang mencoba menjelajah, memainkan opera rock fantastis yang belum pernah dicoba sebelumnya—menjadikan album ini begitu istimewa. Rock kelas stadium dengan penonton lebih dari 50 ribu. Kemudian mereka vakum, berhenti sejenak kira-kira sampai lima tahun dan terdengar kabar mereka kembali merekam album baru. Tidak tanggung-tanggung: trilogi! Tapi yang mengecewakan, single pertama dari trilogi ini “Oh Love” cukup jauh sekali dari ekspekstasi kuping. Padahal mereka dalam sebuah wawancara sempat berkata bahwa di ketiga album baru ini kami akan kembali ke masa-masa sebelum Dookie. Pikir saya ini akan terdengar bengal dan brengsek, tapi lewat "Oh Love" saya meyakini satu hal: saat sudah dewasa kita tidak bisa seenak udel kembali ke masa remaja dan memolesnya semirip mungkin; hasilnya akan aneh. Saya tidak menemukan kegaharan Green Day lagi disini—kecuali lagu “Dirty Rotten Bastard”, yang walaupun masih kurang ngena tapi tetap yang terbaik dari semua lagu di trilogi Uno, Dos, dan Tres!

4. Slank “Ku Tak Bisa” (I Slank U, 2012)
Saya mengapresiasi puisi-puisi ‘cinta itu...’ yang dibacakan king Bimbim (kayaknya) di awal tiap lagu dalam mini album yang bekerja sama dengan restoran ayam ini. Tapi versi asli “Ku Tak Bisa” dengan melodi gitar Abdee Negara yang merintih sekali itu sejuta kali lebih bagus dari versi ini: yang cenderung renyah, ringan--super ringan bahkan--dan tanpa penghayatan. Saya berasumsi seperti ini karena “Foto Dalam Dompetmu” versi I Slank You bisa sangat bagus, jauh melebihi versi awalnya. "Foto Dalam Dompetmu" lebih cocok dibawakan dalam versi I Slank U: bahkan ini terdengar seperti lagu baru, punya nyawa sendiri, feelnya bisa lain—hingga seringkali saya menitikkan air mata cengeng. Lain halnya dengan “Ku Tak Bisa” yang terkesan dipaksakan. Versi  yang ini memang cocok sekali untuk dibawakan di acara akustikan live, tapi tidak untuk direkam dalam versi baru dan masuk dalam katalog Slank. Silahkan tidak setuju dengan saya.

Sebenarnya masih banyak kekecewaan yang saya sempat saya rasakan, cuman karena lupa lagu apa saja yang bikin kecewa itu jadi hanya empat ini dulu yang bisa ditulis. Kemungkinan besar kekecewaan yang lain akan berlanjut. 

No comments:

Post a Comment