Tuesday, March 25, 2014

Deadsquad - Profanatik: Epik Brutal yang Melaju Kencang Dengan Pita Analog


Tak ada teori yang mampu menjelaskan musik Deadsquad; kecuali teori kebrutalan, berdesak-desakan, rapat dan kereta api yang melaju amat kencang dengan rel penuh kerikil. Bising. Horror Vision, mahakarya mereka di tahun 2008 adalah pembuktianya. Menjurumuskan pendengar ke arah kualitas death metal tingkat internasional dengan lirik berlapis sarkastis-filosofis, mengujam tanpa ampun ke dasar lubang pendengaran dan eksplorasi mati-matian hingga ada sedikit instrumentalia jazzy di belantara kelamnya musik mereka (“Dominasi Belati,” “Manufaktur Replika Baptis”). Kini, sangkakala kembali berbunyi, para awak pasukan mati kembali menggali lubang pusara hingga ke dasar neraka; Profanatik. Tak kalah seru dibanding Horror Vision yang dapat menghancurkan sound sytem radio mobil, Profanatik sungguh lebih dari mampu untuk menghancurkan mobilnya seketika. Pameran skill klasik dari duo gitaris Deadsquad, yang hebatnya juga gitaris mainstream Indonesia: Stevie Morley Item (Andra & The Backbone) dan Coki Bollemeyer (Netral), mengalun lembut saat album mulai berputar. Mengiring pemakaman yang suram diiringi orchestra yang menyayat, “Ode Kekekalan Pusara,” membuka album dengan kesedihan pelepasan jenazah di pusara yang berujung pada adanya siksa kubur diiringi gerauan maut sang pencabut nyawa bernama Daniel Madhany. Sistem rekaman analog yang dipakai di album ini–walaupun sulit dan harus mengulang take jika salah; tak seperti digital–terasa  memuaskan telinga hingga beberapa kali terjadi eargasm bahkan walau masih track pertama. Percikan api-api liang kubur yang sadis dimuntahkan oleh Andyan Gorust yang mengunyah ketukan-ketukan hyperblast, grinding dan juga siksaan terhadap double pedal yang amat rapat, bersama dengan Bonny Sidharta yang mencabik bass seperti menggali kubur dengan tangan. Liar. Adanya orchestra di lagu ini, seperti menjadi pembuktian bahwa death metal bisa juga terdengar megah, gagah sekaligus gelap. Tensi musik tak sedikitpun diturunkan, “Anatomi Dosa,” track selanjutnya, seperti membedah atom, neutron dan proton dari “dosa” dengan gerinda musik yang maksimal, berlanjut dengan makian gerauan tanpa ampun di “Natural Born Nocturnal,” lagu menarik dengan eksplorasi yang sungguh epik dan dramatis. Melody gitar dan ketukan drum di tengah lagu tiba-tiba saja berubah menjadi amat jazzy. Membius. Sungguh momen yang menyegarkan. Perubahan progresi yang sempurna terjadi di “Merakit Sakit” yang meracau dengan kecepatan roller coaster menuruni rel-rel berlumuran oli. Terlampau cepat namun menyenangkan; pertunjukan akrobatik Stevie dan Coki adalah hiburanya. “Patriot Moral Prematur,” single yang tak asing lagi karena beredar sebelum album ini meluncur dan menjadi video klip kedua Deadsquad setelah “Manufaktur Replika Baptis.” Kaum fasis sayap kanan; ormas-ormas sok patriot yang sesungguhnya hanyalah kempulan barbar seperti ditampar dengan telak saat Daniel menyenandungkan “Lawan! Kita adalah lawan!” Lagu ini menambah daftar playlist anti fasis dari beberapa band yang sudah muak akan kicau ormas sok suci. Ganas. “Altar Eksistensi Profan” sepertinya adalah lanjutan dari “Patriot Moral Prematur,” yang mungkin mengindikasikan pemilihan judul Profanatik; bahwa para fanatik, para fasis, atas nama apapun tak jauh beda dengan profan. Selanjutnya, “Misantropis” dan “Jurnal Gagak,” yang masih kental ciri khas Deadsquad: brutal, cepat, rapat, menghantam. Ciri yang membuat Jimi Hendrix bangkit lagi dari pusaranya lewat salah satu lagu klasik legendarisnya “Fire,” lagu terakhir di album ini, yang tak disangka dapat menjadi kejam dan berhawa jahat saat di cover dengan cabikan-gerauan maut ala Deadsquad. Secara keseluruhan, Profanatik membuktikan bahwa Deadsquad masih yang terdepan di kancah peradaban death metal nusantara, walaupun cover albumnya terasa kurang sesuai dengan lagu-lagunya yang mewah dan berkelas; mirip design sablon kaos-kaos metal ketat murah yang dipajang di depan pasar-pasar buah. 

*Pernah dimuat di Ronascent dengan penyuntingan seperlunya.

No comments:

Post a Comment