Saturday, May 17, 2014

Ronascent #GigSeadanya [Day 2 - Unesa]: The Wise Menghipnotis, GRIBS Tampil Membaptis


Setelah sukses mengumpulkan band-band indie Surabaya dari berbagai aliran dalam album kompilasi “Ronascent Compilation #1” yang merangkum musik-musik indie keren yang sempat hype di akhir 2013 kemarin, sebuah gigs sederhana bertajuk “Gigs Seadanya” untuk merayakan kompilasi itu akhirnya dihelat, tak tanggung-tanggung di dua universitas besar di Surabaya; Unair (Universitas Airlangga) dan Unesa (Universitas Negeri Surabaya), bekerja sama dengan dua komunitas musik terbesar di kampus tersebut, yakni BSO Unair dan Emuc Unesa. Dengan semangat untuk meramaikan kembali gelora musik indie yang sempat vakum di kedua kampus tersebut, serta untuk bersenang-senang bersama teman-teman sekaligus menjaga kekompakan antar pecinta musik, gigs ini dimulai di Kantin FIB Unair (7/5) dan esok harinya di Lapangan Parkir FBS Unesa (8/5). 

Kampus FBS Unesa yang terletak di Lidah Wetan memang sengaja dipilih sebagai penutup rangkaian acara Gigs Seadanya ini. Sesuai dengan namanya, gigs ini memang benar-benar memasang konsep sederhana: dimulai dengan tidak adanya panggung sehingga penonton seakan sama rata sama rasa dengan pengisi acara hingga memungkinkan interaksi intim, ditambah lagi dengan nuansa kampus Unesa Lidah Wetan yang terasa seperti di hutan kota nan eksotis. Tapi, jangan tanya headliner-nya; GRIBS—aksi hair metal revival asal Jakarta—siap mengobrak-abrik gigs ini sekaligus promosi album baru mereka. Dipandu dengan host kocak Attur Razaki dari kelompok folk-rock Taman Nada, acara yang telah dinanti-nanti pecinta musik indie Surabaya ini dimulai sekitar pukul 17.00 WIB. 

Tuan Tanah, band pembuka, membuka waktu menuju senja itu dengan musik Ambient yang mereka usung: semacam soundtrack yang pas menjelang Adzan Maghrib. Tuan Tanah tampil prima dengan instrumentalia gelap nan misterius yang hanya tersembur dari synthytizer dan melodi gitar. Sayangnya, penonton masih terlihat sepi. Menjelang malam hari, suguhan istimewa datang dari Edso Coustic, yang meramu konsep pop dengan akustik. Mereka sempat membawakan lagu “Unconditional” dari Katy Perry selain lagu-lagu mereka sendiri. Dilanjut dengan band beraliran pop-punk dari Unair, Nevermore. Mereka melumat habis tatanan kesenduan yang dilakukan oleh dua band sebelumnya. Disini mereka bermain blak-blakan, mengingatkan pada musik-musik ala Sum 41. 

Suasana di area gigs tampak mulai ramai saat mereka mengcover lagu masa kecil dari Sherina. Gigs yang semakin larut semakin ramai ini pun seketika mulai mengencangkan ikat pinggang untuk ber-moshing ria ketika band dari Unesa, Tiga, membawakan dengan apik cover lagu dari band post-punk Marjinal. Energi three-fuckin-chord yang termashyur meledak diiringi suara vokalis yang berteriak-teriak bengal. Lagu “Aku Ingin Sekolah Gratis,” sepertinya tepat sasaran dibawakan di area kampus untuk menyindir biaya kuliah yang semakin mahal. Suasana yang berapi-api ini tak begitu saja dilewatkan, muncul Jodum, band baru yang mengaku memainkan musik Hardcore. Mereka tak segan untuk membuat arena moshpit semakin panas. Dengan vokalis Bang Keweh yang berkali-kali orasi dan misah-misuh sebelum awal lagu, emosi penonton seperti diauduk-aduk. Lagu berbahaya macam “Satpol PP” dan “Buang Sampah” dengan gaya vokal layaknya rapper berhasil membuat malam di Unesa membara.  Egon Spengler, band selanjutnya yang juga memainkan hardcore, rupanya tak mau kalah. Walau dengan vokalis yang terlihat ngos-ngosan –entah karena lelah berjingkrakan atau karena sudah tak kuat nge-growl—Egon Spengler tetap bermain sadis. 

Setelah puas berjingkrakan tak karuan dengan alunan musik yang membuat nyeri sendi dan leher kaku, waktunya cooling down. The Wise didaulat sebagai pengisi acara selanjutnya. Band beraliran post-rock/indie pop ini meramu instrumentalia dengan sound yang menghipnotis penonton. Ada nuansa Radiohead yang misterius saat band ini memulai aksinya. Efek delay yang terus menerus dihujani raungan gitar mengawang seketika membuat penonton terbius. Bodikz, bassist My Mother Is Hero yang kebetulan sedang menonton, mengiyakan bahwa The Wise adalah band yang bagus. “Tapi aku nggak terlalu mengerti aliran semacam ini.” ujarnya. The Wise, yang kebetulan juga merupakan band yang masuk dalam Ronascent Compilation #1 akhirnya membawakan “Time Machine” dari kompilasi yang sama. Sambutan dari penonton sungguh meriah. 

Sempat ada rasa berat hati ketika The Wise akhirnya menyudahi permainan. Tapi semua itu langsung tergantikan oleh Charlie’s Rum And The Chaplin. Membawakan lagu-lagu punk dengan nuansa etnik, band ini sempat memperolah komentar dari Eben Andreas, gitaris GRIBS yang kebetulan sedang bersiap untuk tampil. “Gila! Musiknya kayak Rancid banget!” katanya. Tak heran karena Charlie’s Rum sendiri mendefiniskan aliran musiknya sebagai irish-folk-punk.

Puluhan orang kini tampak sudah memadati arena gigs, beberapa lainnya berkeringat. Suguhan demi suguhan musik telah ditampilkan, tapi mereka masih menyisakan sisa tenaga untuk bersenang-senang dengan headliner yang paling ditunggu-tunggu; GRIBS. Sebelum manggung, saya sempat berbincang singkat dengan Rezanov, vokalis GRIBS tentang ramainya penonton yang menanti GRIBS malam ini, Rezanov pun berujar dengan mata berapi-api,.”Yeah! Saya suka penonton Surabaya! Selalu suka!”

Yang dinanti-nanti pun akhirnya tiba. “Hai Surabaya!” sapaan ramah dari Rezanov, vokalis GRIBS langsung disambut dengan gegap gempita oleh penonton yang hadir. Tanpa di komando, band yang digawangi Rezanov (vokal), Eben Andreas (gitar), Gahariden Sukaca (drum) dan  Hugo Singarimbun (bass) ini langsung membuat penonton merapat hingga benar-benar dekat dari tempat GRIBS. “Sinetron Indonesia”—lagu pembuka, langsung menyentil penonton untuk headbanging. Malam ini GRIBS tampil penuh kharisma. Dengan kostum ala band hair metal era 80-an awal seperti Guns N’ Roses dan Motley Crue, GRIBS adalah mesin yang bersiap membawa hair metal kembali pada tahtanya. Rezanov, vokalis kharismatik ini berteriak lantang, “Jancok ya, sinetron memang jancok!” disambut sorakan bahagia dari arek-arek Suroboyo yang hadir malam itu. 

GRIBS juga membawakan lagu andalannya di album terbaru THUNDER, “Gir Dan Belati”, yang mengundang masa untuk slam dance di arena moshpit. Mereka juga membawakan hits terbaru, “Istana Ilusi” yang mendapat tanggapan positif dari publik Surabaya. Setelah itu, salah satu lagu dari dedengkot thrash metal, “Shouth Of Heaven” dari Slayer, yang sempat di cover oleh band metal legendaris Indonesia Disinfected, dibawakan dengan kencang oleh GRIBS. Ini membuktikan bahwa skill band yang berdiri dibawah naungan Demajors ini tak kalah dibanding band-band extreme metal lain. “Sampai Jumpa Di Neraka”, lagu dari album pertama GRIBS –yang sempat masuk dalam 10 album Indonesia terbaik 2010 versi Rolling Stone Indonesia—seperti menyiramkan solar pada api moshpit yang mulai tak terbendung lagi. Satu kata yang terucap saat melihat ini: GILA! Dari mulai pogo dancing, slam dance, diving hingga headbanging liar semuanya seakan memuncak di lagu yang versi albumnya direkam dengan bintang tamu Arian13 dari Seringai pada vokal ini. 

“Rock Bersatu” adalah klimaksnya. GRIBS membaptis Surabaya dengan hymne rock andalannya. Jika band legendaris Roxx mempunyai lagu kebangsaan “Rock Bergema”, maka GRIBS mempunyai “Rock Bersatu” sebagai anthem. Disini para penonton tak hanya pogo, tapi mereka seakan sudah menyatu satu sama lain dengan berangkulan dan saling berbagi bir—membuktikan bahwa rock memang bisa menyatukan segala perbedaan. Di akhir lagu, Surabaya seperti ingin membuktikan bahwa sejak zaman nenek moyang kota ini memang dikenal sebagai kota yang selalu menghormati jasa-jasa para rockstar. Rezanov, sang vokalis, sempat dipeluk dan kemudain diangkat oleh penonton sembari dielu-elukan ketika lagu “Rock Bersatu” berakhir. Suasana yang sungguh mengharu-biru. Lagu ini menjadi pamungkas pertunjukkan GRIBS malam ini. Walaupun tanpa encore, GRIBS sudah mampu melampaui ekspekstasi penonton dengan aksi panggung yang memukau.

Mooikite, band yang juga ambil bagian dalam Ronascent Compilation #1 tampil sebagai penutup. Dengan formula pop-punk yang mereka bawakan, penonton merasakan anti-klimaks yang sempurna. Mookite membawakan “Agatha,” lagu di kompilasi Ronascent yang sekaligus menutup pagelaran “Gigs Seadannya,” di Surabaya. Penonton yang puas dan pulang dengan senyum tersungging di mulut, membawa setitik harapan: semoga gigs-gigs seperti ini bisa menjadi acara yang rutin diadakan. See you in the next GIGS!

*Pernah dimuat di Ronascent dengan penyuntingan seperlunya.

No comments:

Post a Comment