Saturday, November 7, 2015

Pagi yang Asu Selalu

Sudah tertebak apa yang akan diputar oleh Esa Si Manusia Drama – drama queen berpenis – dengan pemutar musik atau sound kecil bututnya yang membuat iba itu. Bayangkan sound seukuran kotak cincin dengan kondisi remuk sana-sini, mesin lepas tak berbentuk, namun masih bisa menyala dan – Dewa Sound Maha Baik – memutar lagu-lagu dari Five Minutes. Baik ini adalah menit-menit ternorak dalam hidup; Five Minutes, band jebolan Inbox dengan vokalis yang berusaha menjadi Ariel – dalam konteks ini Duta SO7 kurang relevan. Dan Esa, mahasiswa pribumi asal Jombang, penganut NU sejati, Gus Dur tulen, Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Tebu Ireng, Hadratus Syaikh, mulai melakukan aksi yang paling tidak relevan dengan itu semua: menambah volume tanpa peduli tetangga kamar kos sebelahmu sedang ngorok. Kemudian berteriak, meniru pitch Ricky FM, dan tentu saja gagal total. Bahwa sesungguhnya suara Esa adalah bukti konkrit betapa dunia sudah hampir kiamat. Kompor meleduk, LPG pecah, Roy Suryo ketipu olshop, Rahmad Gobel dicopot jadi menteri: seperti itulah rasanya. Tapi apa daya, saya adalah tetangga kamar kosnya yang sedang ngorok itu – dan kini terbangun. Jancuuuukkk!

Esa si manusia drama adalah manusia yang unik. Anda membutuhkan acara Ripleys Believe It Or Not versi Indonesia untuk bisa menggalinya lebih dalam. Dia eksentrik. Seniman sejati. Paku payung disulap jadi komponen elektronika. Lempeng kaleng jadi penghantar listrik. Karet gelang jadi penyelamat charger laptop dia yang rusak. Benar-benar. Mendeskripsikan Esa adalah paradoks yang tak berkesudahan. Tubuhnya ceking—bobot kira-kira kurang dari 50 kg. Tapi nafsu makannya mengalahkan kuli bangunan proyek yang kerja lembur siang sampai pagi. Kaya raya bocah ini. Dulu seminggu sekali selalu mengajak ke Matahari—kadang dua sampai tiga kali. Mencomot dua sampai tiga pasang kemeja diskonan untuk dipakai kuliah. Persetan celana pinsil atau skinny fuckin jeans. Esa tidak suka. Celananya masih saja pakai celana berpotongan norak seperti yang dihadiahi tantemu sewaktu kamu khitan. Jelek. Kampungan. Semacam bukan jeans, bukan pula kain, apalagi khaki. Entah itu bahan apa. Seperti celana petualang di gunung tertinggi di dunia. Entah namanya apa. Tapi bila kau anti skinny seharusnya kau pakai slim fit sehingga pas badanmu. Tapi entahlah, saya hanya bisa berkomentar, Esa yang menjalankan.

Entah kenapa saya menulis tentang manusia mutan ini. Apa karena saya belum makan, ataukah karena sudah terlalu iba. Tapi yang pasti, dia adalah sahabat saya—tetangga sebelah kamar yang suaranya benar-benar mampu membuat jembutmu rontok satu persatu.

No comments:

Post a Comment