Mimpi apa kemarin diajak
cangkruk oleh artis macam Alan Maulana—saya lupa nama aslinya yang panjang.
Calon news anchor berpenampilan mentereng dan gemar broadcast kaus My Trip
Adventure di BBM ini tiba-tiba komen DP saya yang majang foto cerpen terakhir
bukunya Lan Fang Sonata Musim Kelima. Dipikirnya itu buku bikinan saya ah
apa-apaan ini orang. Saya sudah sejak lama takzim dengan suhu macam Alan.
Lulusan 3,5 tahun dan dia adalah juga seorang aktivis di Universitas Lidah Wetan
kesayangan kita bersama. Saya lupa nanya dia cum laude atau tidak tapi yang
pasti lulusan 3,5 tahun itu keinginan semua mahasiswa yang terhampar di
kampus-kampus di seluruh dunia. Biasanya orang eksis, hits, dan berpengaruh
macam Alan lama lulusnya entah karena kepingin nampang dulu di kampus mumpung
masih muda atau betah-betah saja jadi seleb kampus tapi Alan tidak. Dia
langsung ngajar di SMP anak-anak Chinese di daerah Citraland. Kurang baik apa
Tuhan sama dia. Sudah di SMP Chinese dengan gaji yang menurut saya terjaminlah.
Dan murid-murid China perempuan yang masyaallah, SMP apalagi sedang
sejuk-sejuknya. Tapi kalau menurut filsafat eksistensialisme sih itu ya karena
kerja keras Alan sendiri yang membuahkan hasil. Terlepas dari bagaimana
penulisan namanya yang saya lupa menggunakan double L atau tidak (Alan Maulana
atau Allan Maullana?), dan pak guru baik hati ini mentraktir saya nasi goreng
terenak di Lidah Wetan dan membuat saya agak sedikit sungkan tapi sebenarnya
senang karena bisa ngirit, perbincangan dengan Allan ini membuka pemahaman baru
yang saya tidak pernah terpikir untuk serius.
Saya kudu bikin buku!
Alkisah blog ini sudah ada
sejak 2011. Sejak itulah saya selalu nulis segala bentuk ketidakjelasan hidup,
pemujaan terhadap bir, penyembahan terhadap Indomie, menganggap rock and roll
sebagai nabi dan jalan hidup, kenistaan warga kos-kosan, kebiadaban cerita
cinta dan lain-lain yang saya mah tidak peduli dibaca orang atau tidak. Nulis
saja menumpahkan uneg-uneg. Lagipula saya lega setelah nulis dan posting di
blog, butuh apa lagi selain itu? Saya selama ini hanya berpikiran akal hal itu.
Belum muluk-muluk. Mungkin hal paling serius yang pernah saya lakukan adalah di
dunia literasi (bangsat entah kenapa saya benci menggunakan istilah ini) adalah
menerbitkan zine bersama Bob. Zine sastra yang tidak sastrawi. Zine musik yang
tidak kredibel. Zine ilustrasi yang tidak punya juntrungan. Intinya zine
abal-abal. Juga antologi rada serius bersama yang mulia Tri Nanang dan tentu
saja, penulis langganan saya, Bobby Habib. Tapi karena kurangnya publikasi
akhirnya mandek di tengah jalan (Oya saya dan teman-teman sastra mau bikin lagi
tunggu saja). Alan memicu saya untuk bergerak. Bahwa nulis itu kudu diseriusi.
Tidak hanya buat pajangan di blog. Atau zine. Atau webzine. Mungkin orientasi
bukan duit dulu. Tapi karya. Dalam bentuk yang paling purba sekaligus paling
puncak dari tulis-menulis... buku!
Orang bernama Alan ini
benar juga.
Karena itulah sepanjang
jalan pulang diantara dinginnya malam saya jadi kepikiran untuk langsung
nyemplung saja sebagai penulis. Ya nulis buku. Bukan abal-abal. Tapi total.
Bukan orientasi duit dulu tetapi punya karya dulu. Mr. Alan juga memamerkan
novel milik temannya sendiri yang dirilis self publishing alias buku indie.
Menarik. Padahal dia dokter gigi. Kuliahnya di FKUI. Nyemplungnya di sastra
pula. Dan dia bisa. Alan kepingin seperti dia. Saya juga. Dan kami sedang dalam
proses mengumpulkan ide, inspirasi dan naskah untuk kemudian terbit jadi sebuah
buku. Buku yang menurut Alan, ya pokoknya nulis dulu, diterbitin, laku atau
enggak urusan belakang, minimal kita sudah berkarya. Tapi... eits!
Semua ada ilmunya. Semua
ada triknya. Dan salah satu trik itu adalah... Personal Branding.
Saya menangkap intisari
pembelajaran Personal Branding dari seorang Alan. Bagi yang ingin ngobrol lebih
jauh lagi sila kontak saya untuk sekedar ngopi-ngopi. Ilmu-ilmu Bang Alan yang
cukup mumpuni akan saya sharing juga ke kalian. Di Personal Branding sendiri
adalah ilmu yang mengajari bagaimana kita menjual diri kita sendiri (sudahlah
kita sudah dewasa dan saatnya serius, menjual diri tidak berarti melacur cuk),
membuat orang lain mengerti apa bakat kita, kemudian kita akan beruntung karena
hal itu. Alan mencontohkan triknya saat mulai membuat lapak Olshop: Alan
Shop—atau apa itu namanya. Menjual
kaus-kaus pegunung, My Trip Adventure, Nike, Adidas dan lain-lain. Dia langsung
personal branding dengan broadcast ke kontak BBM, majang DP, mengganti nama
dengan kontak person, buat akun IG: pokoknya semua orang kudu tahu kalau dia
jualan. Tidak hanya itu, jualannya juga kudu dipercaya alias kredibel, biar
laku dan dipercaya konsumen. Alhasil, jadilah. Alan Shop kini semakin besar
saja, termasuk pagi ini dia broadcast list apa-apa aja yang tersedia di tokonya.
Karena saya bukan maniak barang-barang gituan jadi agak tidak tertarik tapi
tidak mengapa karena di luar sana, barangnya laku keras dan banyak yang pesan.
Sama juga saat dia jadi MC atau host, dia bukan siapa-siapa awalnya.
Percayalah. Tapi ya itu tadi, kerja keras plus tekad, plus personal branding.
Sama halnya dengan karir sebagai penulis buku, pertama-tama kita harus
membangun personal branding yang pas dulu.
Jadi sekarang kita tidak
melihat Alan sebagai manusia yang terlahir ganteng dan berkulit putih dengan dandanan
kekinian: tetapi Alan sudah naik enam puluh tingkat dari itu karena
prestasi-prestasinya yang bisa diraihnya di usia muda. Juga keinginannya untuk
menginspirasi orang-orang bebal yang belum tercerahkan macam saya.
Suwun Oom!
Ngopi yok..
ReplyDeletewaduh segan :D
Delete