Monday, August 15, 2016

Blink 182 – California: Memaknai Pop Punk Setelah DeLonge Hengkang


Sempat sinis dan berpendapat bahwa Blink 182 seharusnya bubar saja. Atau ganti nama. Atau segera reuni: Tidak ada yang pernah bisa menggantikan punkers futuristik bernama Tom DeLonge, dan bahkan walaupun dua personil yang tersisa mencoba mengkloning begundal-bedundal punk rock dari seluruh dataran Los Angeles sekalipun. Tapi nyatanya tidak. Blink hidup kembali. Tak ada ganti nama. Tak ada upaya reuni. Tak ada bubar. Tak ada kloningan DeLonge: yang ada hanyalah Mark Hoppus, Travis Barker, plus Matt Skiba dari Alkaline Trio sebagai kudahitam baru yang bermain lepas dan seolah menjadi The New Blink 182, merilis album penuh bertajuk sebuah kota penuh dosa di daratan Amerika: California.

Jutaan orang sudah jadi pendengar Blink sejak usia mereka masih belia: saat toilet jokes yang tidak lucu-lucu amat seringkali mereka tampilkan. Saat betapa cueknya mereka bugil, entah dalam videoklip atau sekedar foto. Saat seenak-udel mengubah kemarahan punk menjadi selucu dan seusil buang air di celana. Saat mereka menguasai MTV dan membuat industri hiburan melirik pop-punk sebagai sesuatu yang menjanjikan: ini era Blink dimana hits seperti All The Small Things, sampai Stay Together For The Kids menjadi langganan radio mainstream. Ini era Blink dimana lagu macam Miss You atau Always menjadi teman mereka yang sedang belajar berciuman lidah waktu ABG. Blink 182, tanpa disadari, adalah pahlawan tanpa tanda jasa bagi generasi muda yang akhirnya gemar bertopi terbalik dengan celana tiga-perempat dan memakai sneakers dengan kaus kaki tinggi-tinggi. Haram hukumnya pergi ke sekolah tanpa pakai items dari Macbeth. Efek yang sebegitunya.

Tapi pahlawan generasi itu tidak lagi tampak harmonis. Hubungan personil Blink tiba-tiba saja memanas. Merenggang. Makin kesini makin rumit. Proyek supergrup Angels And Airwaves milik Tom, dikatakan seperti punya pengaruh terhadap pertikaian ini. “Tom ingin membuat musik Blink seperti Angels And Airwaves,” ujar Mark di sebuah wawancara. Alhasil, Tom dipecat dari band, sementara Mark dan Travis terus berjalan, merekrut Matt Skiba dari Alkaline Trio. Berpuluh sesi jamming dan shift, dan akhirnya... muncullah California.

Ini bukan yang terbaik dari Blink 182. Dan tidak akan pernah bisa menyaingi album-abum Blink di era sebelumnya. Tapi juga tidak bisa dipandang remeh. Matt Skiba bukanlah Tom DeLonge dengan segala ciri khasnya, dan bagusnya dia sadar akan hal itu. Alhasil, Matt menjadi dirinya sendiri dan bermain tanpa tekanan. California sendiri masih mempertahankan benang merah Blink 182 yang dijaga oleh gaya vokal Mark dan permainan drum khas Travis: sementara Matt, memberi kesegaran dan nafas baru. Mungkin secara teknik juga tidak kalah dibanding Tom.

Dalam California, pembuka Cynical mungkin sedikit membosankan dan kurang ‘uh!’—sebagai pembuka yang biasaya diisi oleh lagu yang ‘grrr!’. Tapi track selanjutnya, Bored To Death memberi kesegaran baru: meskti tidak ada perubahan drastis, juga tidak terlalu berpatokan pada gaya lama. Semua normal saja meski harus diakui era pop punk selalu berada di titik sulit. Bila dibandingkan dengan Neighborhood sebagai album terakhir dengan Tom, California mempunyai lagu yang agak sedikit lebih pelan dan ‘sopan’. Tapi tidak mengapa toh keriput di wajah Mark Hoppus tidak bisa lagi berbohong: Blink 182 sudah menjadi bapak-bapak berumur. Simak Home Is Such A Lonely Place yang kontemplatif. Segarang apapun punkers di masamudanya, kegelisahan paruh baya tidak dapat ditutup-tutupi. Tapi lagu-lagu ala masamuda yang tak pernah berakhir pun masih terasa ugal-ugalan di Built This Pool dan Brohemian Rhapsody—sempat mengira ini cover Queen ternyata hanya lelucon. Beberapa track mengingatkan pada era Blink 2000-an seperti Left Alone yang menggabungkan awalan gula-gula di awal, dan jadi keras di intro. Tapi Rabbit Hole menampilkan bagaimana seharusnya pop-punk dimainkan: menghentak dan membuat cewek-cewek kegerahan. Satu hal yang dicatat—dan mungkin bisa diamati sendiri—adalah berkurangnya hook-hook cantik yang dilempar Travis yang biasanya gemar beratraksi dibalik drum set-nya. Ketukan-ketukan standar yang kebanyakan mengisi album ini, dan itu sepertinya bukan gaya dari jagoan kita.

Beruntungnya Blink 182 bukan tipe band dengan satu frontman yang menentukan arah band: selain Tom, mereka juga punya Mark. Jadi tidak terlalu aneh saat mereka merekam California tanpa Tom: Mark masih ada sebagai benang merah dan kita masih bisa merasakan hawa ‘Blink’ di dalamnya. Lain halnya misal Green Day ditinggal Billie Joe atau Rancid ditinggal Tim Armstrong; pastilah akan jadi aneh saat mereka album baru. Jelas tampak bahwa tiang penyangga utama Blink bukan hanya terletak pada Tom, tapi juga Mark. Bahkan Travis. Jadi sebenarnya Blink 182 dapat diibaratkan seperti sebuah segitiga yang untuk bisa tergambar sempurna harus diisi oleh Tom, Mark dan Travis. Tapi dengan Matt Skiba; mungkin masih berbentuk segitiga walaupun tidak lagi sama sisi.

versi edit bisa dibaca disini

No comments:

Post a Comment