Sempat sinis
dan berpendapat bahwa Blink 182 seharusnya bubar saja. Atau ganti nama. Atau
segera reuni: Tidak ada yang pernah bisa menggantikan punkers futuristik
bernama Tom DeLonge, dan bahkan walaupun dua personil yang tersisa mencoba
mengkloning begundal-bedundal punk rock dari seluruh dataran Los Angeles
sekalipun. Tapi nyatanya tidak. Blink hidup kembali. Tak ada ganti nama. Tak
ada upaya reuni. Tak ada bubar. Tak ada kloningan DeLonge: yang ada hanyalah
Mark Hoppus, Travis Barker, plus Matt Skiba dari Alkaline Trio sebagai
kudahitam baru yang bermain lepas dan seolah menjadi The New Blink 182, merilis
album penuh bertajuk sebuah kota penuh dosa di daratan Amerika: California.
Jutaan orang
sudah jadi pendengar Blink sejak usia mereka masih belia: saat toilet jokes
yang tidak lucu-lucu amat seringkali mereka tampilkan. Saat betapa cueknya
mereka bugil, entah dalam videoklip atau sekedar foto. Saat seenak-udel mengubah
kemarahan punk menjadi selucu dan seusil buang air di celana. Saat mereka
menguasai MTV dan membuat industri hiburan melirik pop-punk sebagai sesuatu
yang menjanjikan: ini era Blink dimana hits seperti All The Small Things,
sampai Stay Together For The Kids menjadi langganan radio mainstream. Ini era
Blink dimana lagu macam Miss You atau Always menjadi teman mereka yang sedang
belajar berciuman lidah waktu ABG. Blink 182, tanpa disadari, adalah pahlawan
tanpa tanda jasa bagi generasi muda yang akhirnya gemar bertopi terbalik dengan
celana tiga-perempat dan memakai sneakers dengan kaus kaki tinggi-tinggi. Haram
hukumnya pergi ke sekolah tanpa pakai items dari Macbeth. Efek yang
sebegitunya.
Tapi pahlawan
generasi itu tidak lagi tampak harmonis. Hubungan personil Blink tiba-tiba saja
memanas. Merenggang. Makin kesini makin rumit. Proyek supergrup Angels And
Airwaves milik Tom, dikatakan seperti punya pengaruh terhadap pertikaian ini.
“Tom ingin membuat musik Blink seperti Angels And Airwaves,” ujar Mark di
sebuah wawancara. Alhasil, Tom dipecat dari band, sementara Mark dan Travis terus
berjalan, merekrut Matt Skiba dari Alkaline Trio. Berpuluh sesi jamming dan
shift, dan akhirnya... muncullah California.
Ini bukan yang
terbaik dari Blink 182. Dan tidak akan pernah bisa menyaingi album-abum Blink
di era sebelumnya. Tapi juga tidak bisa dipandang remeh. Matt Skiba bukanlah
Tom DeLonge dengan segala ciri khasnya, dan bagusnya dia sadar akan hal itu.
Alhasil, Matt menjadi dirinya sendiri dan bermain tanpa tekanan. California
sendiri masih mempertahankan benang merah Blink 182 yang dijaga oleh gaya vokal
Mark dan permainan drum khas Travis: sementara Matt, memberi kesegaran dan
nafas baru. Mungkin secara teknik juga tidak kalah dibanding Tom.
Dalam
California, pembuka Cynical mungkin
sedikit membosankan dan kurang ‘uh!’—sebagai pembuka yang biasaya diisi oleh
lagu yang ‘grrr!’. Tapi track selanjutnya, Bored
To Death memberi kesegaran baru: meskti tidak ada perubahan drastis, juga
tidak terlalu berpatokan pada gaya lama. Semua normal saja meski harus diakui era
pop punk selalu berada di titik sulit. Bila dibandingkan dengan Neighborhood
sebagai album terakhir dengan Tom, California mempunyai lagu yang agak sedikit
lebih pelan dan ‘sopan’. Tapi tidak mengapa toh keriput di wajah Mark Hoppus
tidak bisa lagi berbohong: Blink 182 sudah menjadi bapak-bapak berumur. Simak Home Is Such A Lonely Place yang
kontemplatif. Segarang apapun punkers di masamudanya, kegelisahan paruh baya
tidak dapat ditutup-tutupi. Tapi lagu-lagu ala masamuda yang tak pernah
berakhir pun masih terasa ugal-ugalan di Built
This Pool dan Brohemian Rhapsody—sempat
mengira ini cover Queen ternyata hanya lelucon. Beberapa track mengingatkan
pada era Blink 2000-an seperti Left Alone
yang menggabungkan awalan gula-gula di awal, dan jadi keras di intro. Tapi Rabbit Hole menampilkan bagaimana
seharusnya pop-punk dimainkan: menghentak dan membuat cewek-cewek kegerahan.
Satu hal yang dicatat—dan mungkin bisa diamati sendiri—adalah berkurangnya
hook-hook cantik yang dilempar Travis yang biasanya gemar beratraksi dibalik
drum set-nya. Ketukan-ketukan standar yang kebanyakan mengisi album ini, dan
itu sepertinya bukan gaya dari jagoan kita.
Beruntungnya
Blink 182 bukan tipe band dengan satu frontman yang menentukan arah band:
selain Tom, mereka juga punya Mark. Jadi tidak terlalu aneh saat mereka merekam
California tanpa Tom: Mark masih ada sebagai benang merah dan kita masih bisa
merasakan hawa ‘Blink’ di dalamnya. Lain halnya misal Green Day ditinggal Billie
Joe atau Rancid ditinggal Tim Armstrong; pastilah akan jadi aneh saat mereka
album baru. Jelas tampak bahwa tiang penyangga utama Blink bukan hanya terletak
pada Tom, tapi juga Mark. Bahkan Travis. Jadi sebenarnya Blink 182 dapat
diibaratkan seperti sebuah segitiga yang untuk bisa tergambar sempurna harus
diisi oleh Tom, Mark dan Travis. Tapi dengan Matt Skiba; mungkin masih
berbentuk segitiga walaupun tidak lagi sama sisi.
versi edit bisa dibaca disini
No comments:
Post a Comment