Saturday, January 10, 2015

Karena Hidup Serba Drama (Day #1)

Saya masih belum benar-benar yakin akan kemampuan pentas saya.

Dengan keputusan Bu Ririe, dosen apresiasi prosa fiksi yang menunjuk kelas sastra 2013 untuk memainkan drama dengan lakon yang tidak main-main "Bidadariku Harapanku", ini berarti kelas dengan mahasiswa--yang seperti dibilang Pak Najid--kebanyakan salah masuk jurusan sastra ini harus berlatih dengan cukup keras dalam waktu yang sangat tidak sesuai dengan waktu normal orang berlatih drama untuk pentas--menurut Mas Ilham Sendratasik, pelatih senior kami-- yakni 6 bulan dan seluruh penghuni kelas tanpa kecuali harus melakukan latihan mulai Sabtu, Minggu, Senin dan Selasa, kira-kira 4 hari untuk kemudian melaksanakan tugas suci memainkan lakon drama itu di hari Rabu. Yieeehhh! 

Sabtu ini adalah hari pertama saya dan kawan-kawan berlatih. Dengan jam molor yang sudah terlampau biasa bagi kelas sekece ini, janji berkumpul pukul 8.30 pun meleset hingga pukul 9.30 dengan saya yang baru datang seusai ketiduran karena kelelahan menempuh perjalanan yang sebenarnya gak jauh-jauh amat sih Pandaan-Surabaya. Hanya dengan menyantap sari roti keju favorit saya langsung tancap gas ke kampus dengan kostum paling nyantai dan easy going kaos metal dan celana pendek plus beanie. Fuck the mainstream dimana seluruh kawan-kawan memakai baju yang sopan tapi apa daya pesona Sabtu pagi yang sudah terprogram di otak sebagai liburan membuat saya tetap memakai kostum yang bisa dikatakan seperti orang yang belum mandi. 

Langsung saja setelah briefing yang saya juga gak ngerti karena masih ngantuk, Mas Ilham memulai dengan sebuah sandal yang gantian dilemparkan pada kawan-kawan. Sandal itu harus diubah menjadi benda lain sesuai imajinasi (ngerti gak?). Dan pasti ada sedikit momen canggung, jika tak tolol dimana sandal dipraktekkan dengan khusyuk menjadi setrika, handphone, sikat WC dan saya dengan idiotnya menggunakan sandal tersebut sebagai sikat gigi dan raket tenis. But it's doesn't matter 'cause it's fun. 

Dan dimulailah latihan drama dimana datanglah ibu-ibu desa yang sedang cuci-cuci di sungai sebagai pembuka drama. Dengan banyaknya peran yang diisi oleh geng super that called Oplosan (atau Ops dalam versi lebih dramatik), pembuka drama menjadi hidup. Tanpa adanya teks dan aturan-aturan kaku khas drama, mereka sukses membukanya dengan gaya lenong dan karena ini adalah memang drama komedi. Mereka bisa-lah ngomong apa aja ngalor-ngidul di atas panggung, sedikit mengingatkan pada OVJ atau YKS deh versi goblok-goblokannya. Dengan ini kami merasa yakin akan membuat penonton terbahak-bahak. Tapi dengan ini juga kami tak yakin apakah kami akan melakukan hal yang sama persis dengan latihan saat drama berlangsung. (Bersambung)

No comments:

Post a Comment