Wednesday, January 14, 2015

Karena Hidup Serba Drama (Day #5 - Final)

Ada saat dimana hidupmu harus benar-benar terfokus: jika gila kau harus benar-benar gila, jika bodoh kau harus benar-benar bodoh, jika marah kau harus benar-benar marah. Itu semua akan kamu alami tepat saat kamu berdiri diatas panggung, memulai pentas.

Tak pernah ada bayangan sebelumnya. Main drama bagi saya adalah sebuah ketakutan. Dalam era-era sekolah dulu saya selalu gugup tampil di depan umum. Selalu canggung menjadi pusat perhatian orang banyak. Maka bermain drama di waktu kuliah menjadi hal yang praktis saya hindari. Agenda rutin jurusan yang selalu membuat event di malam purnama menjadi momok yang menakutkan. Saya takut dipilih untuk bermain drama, baca puisi atau apa saja. Saya lebih memilih dan akan selalu memilih di belakang panggung, mengurus set, mengisi musik atau menjadi penonton dan bersorak. Penyakit super pemalu ini tak jelas karena apa. Tapi hari ini, saya resmi melakukan pentas untuk pertama kali--menjadi peran utama. Entah jelek atau bagus, entah baik atau buruk, saya juga tak begitu mempedulikannya. Saya hanya merasakan satu hal seusai tirai panggung ditutup: lega luar biasa.

Sebelum drama dan sebelum tulisan ini menjadi begitu serius, agaknya saya mesti mengucap terima kasih pada kos saya--meski dalam berbagai tulisan saya, kos identik dengan hal-hal tolol. Sebelum drama dimulai, sewaktu pagi hari setelah bangun tidur, saya dikejutkan dengan kabar kepindahan kawan baik saya dari kos yang akhirnya memilih mengontrak bersama teman sekelasnya. Juga Nyong, bocah Kebumen yang selama setahun ini tak pernah pulang kampung dan selalu setia mendiami dan menjaga kos, pagi ini terlihat rapi sekali. Menjabat tangan saya sambil tersenyum sayu.

"Aku muleh sek, Bro!"

Dan saya yang baru bangun dengan bodohnya hanya mengucek-ucek mata saja, dengan berucap ungkapan hati-hati yang klise. Dengan semakin hilangnya kantuk keparat saya, saya makin menyadari, kos tak pernah sama lagi dengan kepulangan Nyong. Tak ada lagi keramaian absurd, ketololan jenius, kebodohan cerdas dan kebiadaban sopan. Kepergian Nyong cepat atau lambat pasti membawa dampak buruk bagi kos dan saya yang tak mau berlarut dalam kesepian di kos yang lama-lama suram (kamar Nyong tepat di depan toilet, dan setelah Nyong pulang, entah kenapa toilet itu jadi rada angker). Jadi saya juga harus secepatnya pulang kampung setelah semua urusan: kuliah, drama dan ehem-ehem yang lain rampung. Tapi dalam kenyataanya, sebaik apapun tulisan ini saya dedikasikan untuk Nyong, ketololan sepertinya tak akan pernah berakhir. Sebelum drama dimulai hape saya berbunyi keras. Sebuah SMS dari Nyong. Saya terharu saat membaca isinya

Pesan Baru: Inyong. 
Jancooookkkkkkkkkk

Butuh sedikit waktu untuk mencerna SMS ini dan kemudian menyadari bahwa hal-hal absurd nan tolol selalu menjadi bagian dari hidup.

Kembali ke drama, semua kejadian sentimentil dan gak jelas di atas praktis membawa saya pada situasi yang mendukung peran: insecure, marah-marah gak jelas, sepi dan pengen muntah. Saya praktis membawanya dalam peran, dan ini berhasil. Berhasil rek! Ha-ha-ha. 

Berikut kronologi sebelum pentas hari ini.

- Make Up
Oke ini pertama kalinya saya pake foundation. Lengket cyin. Tapi saya paling suka dengan riasan brewok ala Mas Ilham yang raw banget. Jancuk koyok begundal temenan!

- Angkat-angkat
Fungsi dasar cowok selain membuahi sel telur: angkat-angkat barang berat!

- Nunggu
Asu ini seng paling ndredeg. Terlepas dari kurang professionalnya panitia  yang seperti tak siap dengan panggung dan sound (sorry bos-bosku!), dag-dig-dug ini tetap saja melanda. Dan demi mengurangi ketegangan, sekali lagi penyelamatnya hanyalah musik, dan juga alkohol jika diperbolehkan. Mendengar Blink 182 - Greatest Hits dan The Strokes - Is This It di saat-saat seperti ini adalah anugrah yang luar biasa. Beban hilang seketika, dan seolah kita menjadi Julian Casablancas yang akan melakukan show. Fakk i love music very much dah!

Setelah berproses dengan itu semua, tibalah drama. Saya gak akan bercerita panjang lebar tentang bagaimana cerita keseluruhan drama ini. Saya hanya akan menceritakan hal-hal di lima detik pertama saya berdiri di atas panggung dan memulai aksi.

- Was-was. Merasa tolol (always ini mah!)
- Mulai melakukan hal-hal yang harusnya saya lakukan (yo drama lah cuk akting kate lapo maneh!)
- Mulai dapet feeling saat udah mulai ngomong. Dan dari situlah entah bagaimana bisa saya seperti kerasukan apa dan tak sadar bisa melakukan itu semua. Guendeng! Lost control rasane.

Dan saya baru ngeh bahwa dari sekian banyak pemain, hanya saya dan Ndut yang mengalami seperti itu. Dimana menurut Mas Ilham si pelatih budiman kita ini, suara saya dan Ndut-lah yang paling keras, entah mungkin karena kerasukan Jin Gondrong di audit atau memang lagi dalam mood yang cocok saya juga gak tau. Teman-temanku yang tersayang juga banyak yang gak menyangka kalo suara saya bisa berubah jadi garang sekali di atas panggung. Saya juga tak tahu. Mungkin ini berkah karena saya sempat ngefans Ivan Scumbag vokalis Burgerkill. Juga gerak-gerik bak begundal tengik sejati yang saya juga tak tahu kenapa saya bisa melakukan itu. Mungkin ini berkah karena saya sempat menonton Jagal The Act Of Killing. But whatever, saya lega selega-leganya. Tirai terakhir semester tiga resmi ditutup! :))))

Foto-foto menyusul. Koneksi internet warisan Tifatul Sembiring masih busuk fakk!

No comments:

Post a Comment