Tuesday, January 13, 2015

Karena Hidup Serba Drama (Day #4)

Ada banyak ketololan yang terjadi dalam hidup, tanpa diduga. Seringnya semua hal kurang penting bahkan cenderung tak penting ini terjadi dalam kos. Seperti hari ini, hari dimana sebagian besar warga kampus sudah mengungsi pulang kampung ke rumah masing-masing, saya dan tiga orang pria macho masih terjebak di belantara kos. Tiga pria gateli ini adalah Nyong, Esa dan Reza (sebenarnya ada juga Mugsan Al Gazali tapi nyatanya dia sering sekali ngilang dan tidur di sisi manapun di kampus). Kosan jadi sepi sekali. Hampir tak ada kehidupan. Agak aneh ketika saya yang mandi dengan pintu terbuka demi mendapat penerangan karena lampu rusak tanpa ada sedikitpun bocah yang salah masuk atau mengira kamar mandi kosong karena memang tak ada siapapun. Agak aneh ketika saya berteriak-teriak tanpa dosa, menjerit-jerit tak jelas tanpa ada yang misah-misuh terganggu karena memang penghuni kos yang tersisa hanya tinggal sedikit. Agak aneh ketika saya ganti pakaian dengan pintu terbuka tanpa ada yang iseng memotret atau menyoraki aneh-aneh karena memang hampir semuanya telah pulang dan tinggallah saya disini bersama para jomblo sejati.

- Nyong: jomblo sejak lahir (pengakuannya sendiri)
- Reza: jomblo sejati (tak pernah membahas sedikitpun tentang cewek, bahkan dia tetap bermuka datar melihat Chelsea Islan ngangkang)
- Esa: jomblo sok playboy (sudahlah, pastinya dia satu-satunya cowok keren yang tersisa di muka bumi--menurut gestur dan gerak-geriknya)
- Saya: terpaksa menjadi bagian dari kehinaan mereka

Ketololan yang saya maksud diatas adalah ketika Esa dan Reza memutuskan pergi ke PTC dengan jalan kaki. Dengan jarak yang tak terlalu jauh dari kos, tapi juga gak bisa dibilang dekat ini, saya pikir mereka hanya omong kosong saja (seperti dulu-dulu). Saya baru pulang dari kampus sekitar jam lima sore, makan sebentar kemudian pulang ke kos. Motor saya nganggur jadi saya selalu welcome bagi siapa saja yang ingin pinjam. Tapi tumbenan Esa ini tak meminjam dan tetap memutuskan untuk jalan kaki saja. 

Di kosan kehebohan terjadi saat Nyong yang sedang asyik nonton Naruto tiba-tiba mulai parno dan khawatir tak jelas.

"ESA AMBEK REZA KOK GAK MOLEH2!"

Saya pun bingung. Ada apa dengan Nyong. 

"HEH! NANGNDI AREK LORO IKU! AKU KUATIR!"

Saya semakin bingung dengan Nyong.

"Mosok Esa diantemi satpam soale ngutil barang ndek PTC? Mosok Reza kesrempet truk?"

Nyong semakin parno. Saya semakin gila.

"Sikile kecepit eskalator beke!" Saya berkata ngawur saja.

"IYO COK! K*NT*LE KECEPIT ESKALATOR BEKE!"

Dan saya sekarang sudah mengetahui bahwasanya sindrom kesepian di kos sudah melanda otak bocah ini. 


***

Cukup sudah ketololan absurd di kos. Sedari tadi, kegiatan saya di kampus hanyalah bermain peran, bermain drama. Sepertinya saya sudah mendapat feel yang pas demi peran ini. Saya jadi mudah saja masuk dalam peran ini tanpa merasa seperti alien. Latihan di hari-hari sebelumnya memang cukup mampu memberi banyak pelajaran. Dan hari ini adalah hari terakhir latihan karena besok pentas sudah dibuka, siap atau tidak siap. 

Berawal dari bangun tidur klise pagi hari saya yang selalu bodoh dan kesiangan, semua berjalan sebagaimana mestinya. Termasuk drama kehidupan Rojak yang sukses membuat mbulet dengan mengajak saya melakukan hal-hal diluar nalar orang normal seperti:

1. Makan di gang 7, tapi dengan manuver ekstrem menyusuri jalanan tak jelas hingga berpotensi menghabiskan bensin.
2. Terobsesi dengan jemuran, bahkan sampai mengorbankan apa saja demi mengangkat jemuran.
3. Saya yang rutin menjemputnya di kos selalu berlagak aneh karena menunggunya lama tak keluar-keluar dari kos. Ia hobi memakai sepatu selama empat puluh lima menit.

Di kampus ia juga hobi wifi-an mengunduh suara burung WTF dengan mencari lokasi yang sulit dijangkau, jauh, sepi dan tak terjamah manusia. Ketidakjelasan aneh ini berakhir setelah kami dihubungi berbagai pihak lantaran latihan akan segera dimulai dan semuanya diharap berkumpul secepatnya di kelas.

Mas Ilham, pakar drama terkece abad ini memulai dengan latihan seperti biasa. Tapi di tengah-tengah, beliau mulai menunjukkan taringnya sebagai pelatih pro. Dengan gerakan-gerakan fisik yang bertujuan meningkatkan performa, melemaskan badan dan melatih vokal, saya sukses ngos-ngosan dengan entah syaraf di bagian mana yang terjepit. Hal terberat terjadi saat beliau menyuruh saya menunduk posisi rukuk dengan telunjuk ditaruh lantai, saya harus berputar 360 derajat mengitarinya dengan mata fokus selama 20 kali dan setelah itu saya disuruh mengambil botol yang terletak persisi di depan dan menyerahkannya pada Mas Ilham yang berdiri nun jauh disana. Awalnya saya pede aja halah fisik gue lagi fit neeeh. Tapi setelah berputar-putar agak lama, dunia serasa jancuk banget, goyang, pusing, mual: saya ingat betul rasanya mirip dengan efek ciu tradisional yang dibawa Bima di kos-kosan beberapa waktu lampau. Saya sempat ambruk dan muntah-muntah hampir lima kali setelah menenggak beberapa gelas. Dan latihan fisik ini pun sukses membuat saya ambruk dan memuntahkan isi perut yang sebenarnya belum terisi. Sucks!

Oke saya sudah capek cerita. Saya akan ke warung kopi saja karena Esa mulai berteriak-teriak aneh di kamarnya, bernyanyi paling fals dalam sejarah peradaban semesta raya. Wasuh! (bersambung)

No comments:

Post a Comment