Sunday, January 11, 2015

Karena Hidup Serba Drama (Day #2)

Saya masih perlu berpikir ulang apakah saya mampu tampil memuaskan di hari Rabu.

Hari ini setelah nongkrong berkedok evaluasi di Coffe Toffe JX dengan harga kopi Rp. 29.500 (faaakkk larange!) dan kesalahan memesan kopi dimana saya pesan white capuccino dengan rasa yang keterlaluan pahitnya, saya terbangun diantara matahari pagi yang mulai menanjak pukul 08.30 WIB. Wajar saja karena saya baru sampai kos sekitar pukul tiga pagi dan itupun masih diselingi mengapresiasi Humi Dumi sekali lagi via handsfree hingga akhirnya tertidur pas saat azan subuh. Jika kalian kader PKS kalian pasti sudah melempari saya dengan sendal tapi persetan karena it's a fun night. Terlepas dari betapa hinanya geng sopir truk dari situs musik so called indie www.ronascent.biz yang membully saya habis-habisan karena alasan klasik sepanjang masa: JOMBLO, dan saya resmi menerima wejangan absurd dari Bang Awik, seorang wartawan lifestyle Jawa Pos yang mempunyai kecenderungan gila, dimana dengan kantor Graha Pena Surabaya yang cukup dekat dengan tempat nongkrong tersebut, orang gila ini berencana mengenalkan saya dengan temannya sesama wartawan yang--menurut semua yang hadir--cukup imut dan manis deh. Teman Bang Awik ini sudah setuju dan akan keluar dari kantor untuk menemui saya (yang dengan bodohnya saya sempat difoto oleh Bang Awik dan dikirimkan pada mbak-mbak ini). Tapi untung hal tolol tersebut tak sampai kejadian karena pihak Coffe Toffe sudah pasang sikap mengusir dengan menutup tirai dan mematikan lampu. Saya resmi pulang dan enyah dari forum webzine yang mempersyaratkan pacar sebagai syarat keanggotaan utama. Saya hanya bisa pasrah dan mengangguk-angguk saja, betapa hinanya menjadi jomblo.

"Kuliah jomblo iku ngenes to! Pokoke Juni iki awakmu kudu wes gak jomblo lho ha-ha-ha!" 

Tapi saya sebagai lelaki jantan let it flow aja lah menghadapi tekanan amoral yang gak penting-penting amat ini. Bah wes jomblo cuk hahaha!

Dengan mata terkantuk-kantuk saya terbangun--ya masih bodoh seperti biasanya--dan langsung tancap gas menuju kampus. Masih dengan t-shirt MCR yang sempat dikomen Mini.

"Wee kamu suka MCR tah?"
"Lumayan!"
"Aku yok suka!"

Biasanya model percakapan macam beginilah yang saya suka. Sama-sama memfavoritkan band dan akhirnya membahas secara komprehensif bagaimana efek yang dialami jutaan pemuda sok emo saat Gerard Way akhirnya membubarkan band ini, atau bagaimana album studio full terakhir MCR yang tak lebih dari sampah, atau dimana letak inti keseruan Three Cheers For Sweet Revenge sehingga mampu menjadi soundtrack remaja labil di masa lampau (kalian cukup menyedihkan jika tak pernah mengenal MCR semasa SMP), atau bagaimana band ini bisa menjadi lebih ngehype dibanding The Used atau Saosin yang secara musikalitas lebih ciamik, atau dan atau-atau yang lain. Percakapan berlanjut. 

"Wih sip iku Min! Favoritmu album yang apa?"
"Aku nggak apal kalo album!"
"Yawes kamu suka lagu yang apa?"
"Aku nggak apal lagu-lagunya."
"..."

Dan semuanya masih berakhir klise seperti biasanya. Sulit menemukan kawan ngobrol musik seintim itu kecuali dengan para kru Ronascent.

Latihan drama hari ini bisa dibilang melelahkan. Lebih amburadul dibanding tulisan ini. Hal ini karena di suatu scene, saya yang minim kemampuan drama macam begini diharuskan menjadi seorang dengan deskripsi:

1. Bos preman 
2. Suka mabok
3. Suka main cewek
4. Kasar
5. Suka memaki istri 
6. Dan hal-hal lain yang menjadi inspirasi lirik lagu sendu Betharia Sonata

Dengan istri yang diperankan Merpati yang notabene adalah cewek yang lemah lembut, saya hanya bisa meminta maaf saat diharuskan membentak-bentaknya.

"KAREPMU OPO RENE MORO-MORO CERAMAH! LEK CERAMAH KONO LOH NANG MASJED! NDEK KENE IKI KALI, NGGENE WONG NGESENG AMBEK GOLEK PASIR GAWE MAKANI RAIMU IKULO (COK!)" 

Dan Merpati pergi dan menangis entah kemana.

Kemudian datanglah manusia-manusia yang berperan sebagai anak buah saya. Dengan klise peran anak buah sebagai orang yang tolol dan goblok, it's easy untuk membentak-bentak mereka, menggertak mereka, memukul kepala mereka dan hal-hal lain yang jika dilakukan di dunia nyata berujung pada sodomi. Untungnya Sony ataupun Rojak sebagai pria beruntung yang memerankan ini bukan simpatisan Jonru atau Felix Siauw.

Beberapa tambahan scene juga mulai diungkap Mas Ilham. Dan saya juga sudah kelaparan untuk sekedar bercerita, tugas Karya Ilmiah juga belum disentuh sama sekali, jadi cerita gak jelas ini sampai disini dulu. Yang paling penting cerita ini adalah saya yang barusan mandi seperti kembali ke jaman batu, jaman Mansur, jaman Ibung, jaman Bagus, dimana lampu kamar mandi kos error dan jadilah saya bergelap-gelapan saat mandi--dengan pintu terbuka. (Bersambung)

No comments:

Post a Comment